Potensi UMKM Cirebon Terhambat Minimnya Pemanfaatan Pasar Digital
›
Potensi UMKM Cirebon Terhambat...
Iklan
Potensi UMKM Cirebon Terhambat Minimnya Pemanfaatan Pasar Digital
UMKM di Kota Cirebon, Jawa Barat, berkembang pesat karena didukung infrastruktur, seperti jalan tol dan bandara. Namun, potensinya tak tergarap optimal karena sebagian besar belum memanfaatkan pasar daring.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah di Kota Cirebon, Jawa Barat, berkembang pesat seiring munculnya infrastruktur, seperti jalan tol dan bandara. Meski demikian, potensi ekonominya belum tergarap optimal karena sebagian besar UMKM belum memanfaatkan pasar digital.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM (DPPKUMKM) Kota Cirebon, terdapat 2.541 UMKM di kota seluas 37 kilometer persegi tersebut. Jumlah ini melonjak dibandingkan dua tahun lalu yang sekitar 400 UMKM.
”Namun, yang produknya dijual online baru sekitar 10 persen atau 200 UMKM. Itu pun hasil dari pelatihan kami,” kata Kepala Bidang Koperasi dan UMKM DPPKUMKM Kota Cirebon Saefudin Jufri pada acara Program Pelatihan 10.000 UMKM yang digelar PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) di Cirebon, Selasa (26/11/2019).
Pihaknya sudah berupaya melatih pelaku UMKM agar merambah pasar digital yang berpotensi meningkatkan omzet. Selain itu, DPPKUMKM juga menggandeng dinas kesehatan setempat untuk menggratiskan penerbitan label Produk Industri Rumah Tangga (PIRT). Diharapkan, legalitas produk UMKM terjamin dan proses produksinya dijamin higienis.
Meski demikian, Jufri mengakui, Pemkot Cirebon mempunyai keterbatasan anggaran untuk melatih pelaku usaha memanfaatkan pasar digital. Oleh karena itu, dibutuhkan peran swasta dalam mengembangkan UMKM Kota Cirebon.
Kepala Kantor Cabang BRI Cirebon Kartini M Harsono mengatakan, pihaknya melatih 100 pelaku UMKM dari Cirebon untuk dapat meningkatkan skala usahanya melalui pasar digital. Kegiatan itu termasuk dalam pelatihan 10.000 UMKM yang dilaksanakan di 100 kota oleh PT BRI.
Selain materi penjualan daring, pelatihan juga membekali peserta tentang manajemen administrasi keuangan dan akses perbankan. Pihaknya menyediakan kredit bagi pelaku UMKM dari Rp 3 juta hingga Rp 5 juta dengan bunga 3 persen. Untuk modal di atas itu, pelaku UMKM dapat mengakses kredit usaha rakyat yang bunganya saat ini 7 persen.
”Hingga saat ini, kami sudah menyalurkan kredit kepada 31.640 nasabah UMKM di Cirebon dan sekitarnya. Jumlahnya meningkat 2.200 peminjam dibandingkan tahun lalu. Kami juga mendampingi mereka agar potensi gagal bayarnya rendah,” ujarnya.
Pihaknya mencatat, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) saat ini 1,12 persen. Angka ini lebih rendah ketimbang NPL secara umum yang mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencapai 2,66 persen.
Kepala Badan keuangan Daerah Kota Cirebon Agus Mulyadi meyakini, jumlah UMKM di Kota Cirebon masih akan tumbuh seiring hadirnya infrastruktur, seperti jalan tol. Sejak pertengahan 2015, Jalan Tol Cikopo-Palimanan telah mempercepat mobilisasi orang dan barang dari Jakarta ke Cirebon atau sebaliknya.
Kehadiran Bandara Internasional Jabar Kertajati Majalengka yang berjarak sekitar 1 jam perjalanan darat dari Cirebon juga bisa memacu perkembangan UMKM.
”Tahun 2021, Jalan Tol Cileunyi–Sumedang–Dawuan akan mempercepat jarak Bandung ke Cirebon hingga 1,5 jam. Orang akan mudah ke Cirebon. Ini peluang bagi UMKM karena mereka tidak ingin pulang dengan tangan kosong,” katanya. Pengiriman barang juga akan lebih cepat dan mudah untuk penjualan secara daring.
Namun, Mala Santika, pemilik Santikamodels yang menjual pakaian, mengeluhkan mahalnya ongkos kirim barang ke luar negeri. ”Saya sudah coba menjual online. Konsumen saya ada dari Malaysia dan Mekkah (Arab Saudi). Kalau kirim ke Malaysia, ongkosnya bisa Rp 300.000 per kilogram. Ini lebih mahal dari harga produk saya. Akhirnya, harganya saya naikkan. Butuh kebijakan pemerintah soal ini,” ujar warga Cirebon tersebut.