Fungsi Skuter Listrik sebagai Moda Penyambung Sebaiknya Tidak Dibatasi
›
Fungsi Skuter Listrik sebagai ...
Iklan
Fungsi Skuter Listrik sebagai Moda Penyambung Sebaiknya Tidak Dibatasi
Kehadiran skuter listrik sebagai moda transportasi personal untuk jarak pendek atau micro-mobility device membutuhkan regulasi yang menyeluruh dari pemerintah.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran skuter listrik sebagai moda transportasi personal untuk jarak pendek atau micro-mobility device membutuhkan regulasi yang menyeluruh dari pemerintah. Regulasi tersebut diharapkan sifatnya mendukung dan tidak membatasi fungsi skuter listrik sebagai penyambung moda.
Hal tersebut menjadi salah satu topik bahasan dalam Diskusi Publik Keselamatan Jalan oleh Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), di Jakarta, Kamis (28/11/2019). Diskusi turut dihadiri perwakilan dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia dan dari Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ).
Wakil Sekretaris Jenderal MTI Deddy Herlambang tidak memungkiri skuter listrik, baik yang berbasis sewa maupun dimiliki perseorangan, kini telah menjadi tren. Sebagian warga Jakarta saat ini mengandalkan skuter moda ini untuk rute jarak pendek menuju stasiun terdekat dari rumah atau dari stasiun menuju kantor.
”Terlepas dari munculnya jasa skuter sewaan, seperti Grabwheels, sebagian warga telah memahami kehadiran moda ini untuk rute jarak pendek. Tren ini pun sebenarnya mirip dengan yang terjadi di beberapa negara lain, yaitu menjadi moda jarak pendek atau first to last mile,” ucap Deddy.
Menurut dia, aturan penggunaan yang kini dibatasi hanya di beberapa lokasi, seperti di Gelora Bung Karno, Ancol, dan di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, justru membatasi fungsi skuter listrik sebagai moda jarak pendek. Padahal, skuter listrik ini berpotensi mereduksi pemakaian kendaraan pribadi.
Selain itu, belakangan pihak berwajib melarang skuter listrik turun ke jalan. Deddy menilai, hal ini tidak berlandaskan hukum yang kuat karena skuter listrik belum pernah masuk dalam regulasi pemerintah.
”Baru belakangan ini saja, skuter atau otoped listrik itu disebut dalam Peraturan Gubernur Nomor 128 Tentang Penetapan Jalur Sepeda, tetapi tidak spesifik. Karena belum jelasnya aturan penindakan, polisi pun semestinya tidak bisa menilang pengguna skuter listrik. Polisi hanya bisa menilang kalau memang ada yang terluka akibat kecelakaan yang melibatkan skuter listrik,” ujar Deddy.
Deddy menyarankan, sebaiknya regulasi untuk skuter listrik segera ditentukan, terutama pada urusan jalur dan berapa batas kecepatan. Untuk kecepatan skuter listrik, ia menyarankan sebaiknya kecepatan moda dibatasi hanya 15 kilometer per jam.
”Menurut saya, yang urgen dari skuter listrik adalah perihal kecepatan dan keamanan jalur. Jika memang ingin di jalur sepeda, sebenarnya tidak apa-apa asalkan kecepatannya dibatasi sehingga tidak membahayakan pesepeda,” ujarnya.
Penataan
Staf peneliti ITDP Indonesia, Gandrie Ramadhan, menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menata keberadaan skuter listrik seperti di kota Denver, Colorado, Amerika Serikat. Dari pengalamannya, Denver juga mengalami maraknya skuter listrik sehingga akhirnya wali kota setempat melakukan penataan menyeluruh.
Ia menjelaskan, pemerintah kota Denver mengatur keberadaan skuter listrik hanya di area publik tertentu yang sekiranya masih memenuhi untuk first and last mile. Dari situ, pihak pemerintah kota menguji coba efektivitas moda untuk memenuhi kebutuhan warga.
”Pemerintah kota di sana juga turut memantau data pergerakan dan utilisasi moda. Hal ini pun semestinya dapat dilakukan Pemprov DKI,” ujarnya.
Terkait penggunaan skuter listrik, Direktur Sarana Transportasi Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Sigit Irfansyah mengatakan, skuter listrik belum bisa digunakan untuk keperluan first and last mile. ”Penggunaan moda ini di jalan raya sampai saat ini dianggap belum siap dan belum aman,” ucapnya kepada Kompas, Rabu (27/11/2019).