Asosiasi Pusat Belanja Keluhkan Peraturan Tentang Perpasaran di Jakarta
›
Asosiasi Pusat Belanja...
Iklan
Asosiasi Pusat Belanja Keluhkan Peraturan Tentang Perpasaran di Jakarta
Perda DKI Nomor 2/2018 tentang perpasaran dinilai bakal menyebabkan persaingan yang tidak sehat dan justru mematikan usaha kecil yang sudah ada di dalam mal.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia mengeluhkan Peraturan Daerah DKI Jakarta nomor 2/2018 tentang perpasaran yang mewajibkan mereka memberikan ruang sebanyak 20 persen secara gratis bagi usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam mal. Aturan itu bakal menyebabkan persaingan yang tidak sehat dan justru mematikan usaha kecil yang sudah ada di dalam mal.
“Di Jakarta terdapat 81 mal dan hanya 8 mal yang termasuk mal besar yang diisi para penyewa besar. Sisanya merupakan mal yang diisi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Jika ada 20 persen UMKM yang masuk ke mal tanpa uang sewa, mereka dapat mematikan 80 persen UMKM lainnya,” kata Stefanus Ridwan, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Jumat (29/11/2019) saat berkunjung ke kantor Kompas di Jakarta.
UMKM yang tidak dikenai uang sewa bakal menjual barang dengan harga lebih murah dibandingkan yang membayar sewa mal. Persaingan yang tidak sehat itu akan mematikan 80 persen UMKM lainnya sehingga akan berujung pada penutupan mal karena para penyewanya hengkang.
Di sisi lain, saat ini banyak pengelola mal juga sedang menghadapi masalah dengan menurunnya jumlah pembeli. Sebagian penyewa besar menekan harga sewa sehingga mengurangi pemasukan pemilik mal. Hanya UMKM yang membayar sewa sesuai ketentuan.
Jika 20 persen lahan komersial mal diberikan kepada UMKM tanpa sewa, pemasukan pemilik mal bakal semakin berkurang. Penurunan pemasukan itu akan berujung pada penutupan mal juga.
“Kami ingin agar aturan 20 persen itu ditiadakan dan diganti dengan kerja sama dalam bentuk lain. Bisa berbentu permodalan, pelatihan, pasokan, atau promosi. Promosi dapat berupa masuknya UMKM ke mal untuk menjual dan mempromosikan produknya dalam waktu tertentu. Setelah itu mereka dapat memajukan usaha dari hasil promosi di tempat masing-masing,” kata Hery Sulistyono, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi APPBI.
Menurut Hery, APPBI sedang mengajukan judicial review atas Perda nomor 2/2018 tentang perpasaran ke Mahkamah Agung. APPBI berharap MA mengabulkan permohonan mereka agar kewajiban 20 persen lahan untuk UMKM dibatalkan karena tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan yang tidak mengatur kewajiban tentang kerja sama dalam bentuk menyerahkan lahan.
“Mal memberikan pemasukan besar dalam bentuk pajak kepada pemerintah sehingga ada kerugian besar bagi pemerintah jika banyak mal tutup. Pajak sewa, pajak bumi dna bangunan, pajak reklame, pajak penghasilan perorangan dari ribuan pekerja, dan pajak badan usaha. Di sisi lain, akan ada ribuan ribuan orang kehilangan pekerjaan jika satu mal saja tutup. Jadi kami ingin ada solusi yang menguntungkan semua pihak,” kata Hery.
Lusiana, ketua bidang promosi dan komunikasi APPBI mengatakan, saat ini pihaknya mengedukasi para pengelola mal untuk meningkatkan daya tarik mal sehingga ada banyak pengunjung yang datang. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah mengundang penyewa yang bervariasi dan menggelar acara-acara yang bisa mendatangkan komunitas dan memberikan pengalaman menyenangkan bagi mereka.