Era Disrupsi Digital Menuntut Lulusan Perguruan Tinggi yang Adaptif
›
Era Disrupsi Digital Menuntut ...
Iklan
Era Disrupsi Digital Menuntut Lulusan Perguruan Tinggi yang Adaptif
Indonesia dihadapkan pada tantangan SDM yang menguasai teknologi informasi. Karakter SDM yang diperlukan di era disrupsi digital adalah yang bisa berkolaborasi dan berorientasi pada penyelesaian masalah.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
BANTEN, KOMPAS — Era disrupsi digital menuntut lulusan perguruan tinggi lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi. Sebab, ke depan, Indonesia dihadapkan pada tantangan sumber daya manusia yang menguasai teknologi, terutama teknologi informasi untuk menjawab tantangan disrupsi.
Rektor Universitas Multimedia Nusantara Ninok Leksono, Sabtu (30/11/2019), mengatakan, Indonesia tengah menghadapi tantangan transformasi menuju ekonomi digital. Era yang serba digital membuat sebagian besar bisnis harus beradaptasi agar tidak terguncang atau mengalami disrupsi.
Indonesia masih dalam masa transisi dari sistem yang selama ini konvensional ke digital. Hal itu pun semakin sulit karena datangnya Revolusi Industri 4.0.
”Adaptasi teknologi yang semakin mutakhir membuat banyak produk turunannya belum kita kenali,” kata Ninok dalam seremoni wisuda 854 Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara, di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD Tangerang, Banten.
Indonesia masih dalam masa transisi dari sistem yang selama ini konvensional ke digital. Hal itu pun semakin sulit karena datangnya Revolusi Industri 4.0.
Oleh karena itu, lanjut Ninok, lulusan perguruan tinggi harus siap menghadapi berbagai dampak kemajuan teknologi. Mengantisipasi hal tersebut, Universitas Multimedia Nusantara (UMN) turut membekali lulusannya dengan kurikulum wirausaha berbasis teknologi digital atau technopreneur.
Dengan kurikulum technopreneur, lulusan UMN tidak hanya beradaptasi dengan teknologi dan produknya. Mereka juga dibekali menjadi insan pembelajar.
”Karakter yang diperlukan di era disrupsi digital adalah yang bisa berkolaborasi dan berorientasi pada penyelesaian masalah,” kata Ninok.
Karakter yang diperlukan di era disrupsi digital adalah yang bisa berkolaborasi dan berorientasi pada penyelesaian masalah.
Inkubator bisnis
Menurut Ninok, UMN mengembangkan wadah inkubator bisnis untuk mengantisipasi tantangan sumber daya manusia (SDM) di sektor industri digital. Hal itu dimplementasi melalui unit inkubasi bernama Skystar Ventures. Melalui unit itu, mahasiswa dilatih membuka akses pendanaan, pasar, dan aplikasi teknologi.
Selain inkubator bisnis, UMN juga kerap bekerja sama dengan universitas-universitas lain, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu kerja sama yang dilakukan adalah membangun laboratorium AI di Jepang. Para pengajar juga dikirim ke sejumlah kampus di sana untuk memahami teknologi otomatisasi.
Shinta Dhanuwardoyo, salah satu pegiat di industri digital sejak 1996, menyatakan, SDM Indonesia di bidang teknologi masih sangat sedikit. Ia mencontohkan, salah satu SDM yang masih sangat minim di Indonesia adalah teknisi pembuat kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
”SDM di bidang AI masih sangat minim. Padahal, semua bisnis rintisan digital ujungnya pasti akan membutuhkan AI untuk pengolahan data dan berbagai keperluan perangkat lainnya,” kata CEO dan pendiri agensi digital Bubu.com ini.
Shinta menambahkan, permasalahan SDM di bidang teknologi harus segera difasilitasi pemerintah. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menambah wadah inkubator bisnis. Proses inkubasi itu dapat dilakukan secara daring sehingga tidak ada lagi kendala yang berhubungan dengan jarak antarpulau.
Proses inkubasi itu dapat dilakukan secara daring sehingga tidak ada lagi kendala yang berhubungan dengan jarak antarpulau.
Kompas mencatat, Indonesia baru memiliki 120-130 inkubator bisnis, baik milik pemerintah maupun swasta. Tiap-tiap inkubator ini ditargetkan mencetak lima hingga enam technopreneur setiap tahun. Meski begitu, rata-rata inkubator hanya mampu mencetak dua atau tiga perusahaan pemula yang sukses per tahun (Kompas, 27/8/2019).
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan UMN Andrey Andoko menuturkan, mahasiswa berprestasi juga diberi apresiasi dengan dua gelar, yakni ”Lulusan Terbaik” dan ”Cendekia Oetama”. Gelar Lulusan Terbaik diberikan kepada mahasiswa yang meraih prestasi akademik paling baik. Adapun Cendekia Oetama diberikan kepada mahasiswa yang kerap aktif berkegiatan di luar kampus dan mengasah soft skill.
Pada Wisuda XVI, penerima gelar Lulusan Terbaik adalah William Darian dari Program Studi Teknik Komputer, sedangkan penerima Cendekia Oetama adalah Claudia Suwardi dari Program Studi Ilmu Komunikasi. Saat konferensi pers, William dan Claudia menyatakan era disrupsi menjadi tantangan tersendiri yang kini harus dijawab.
William yang kini telah bekerja di bidang software engineering menyebutkan, persoalan SDM masih menjadi tantangan. ”Yang saya amati, masalah terkait SDM di bidang teknologi sangat sedikit. Selain itu, saat harus berkolaborasi dengan orang baru, perlu waktu untuk adaptasi yang tidak sebentar,” kata dia.