JAKARTA, Kompas— Pemerintah berjanji akan menciptakan kondisi yang membantu guru untuk menjadi lebih kreatif dalam mendidik siswa. Tugas utama guru untuk selalu meningkatkan mutu pemelajaran tidak boleh lagi terganggu oleh beban pekerjaan administratif yang berlebihan.
Meski demikian, dalam peringatan Hari Guru Nasional sekaligus ulang tahun ke-74 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), di Bekasi, Jawa Barat, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengakui, pekerjaan besar untuk membuat kondisi yang mendukung guru lebih kreatif memerlukan perencanaan matang. ”Ini pekerjaan rumah yang besar bagi Kemendikbud. Perubahan yang optimal harus dilakukan dengan perencanaan dan strategi yang baik, tidak boleh tergesa-gesa. Mohon kesabaran Bapak dan Ibu Guru sekalian,” tuturnya, Sabtu (30/11/2019).
Ia berjanji melakukan perubahan pada sistem administrasi kinerja guru, mulai dari aturan, petunjuk teknis, hingga metode evaluasi agar tidak rumit. Dengan demikian, waktu para guru tidak tersita untuk mengisi daftar isian. Fokus guru harus pada upaya peningkatan mutu pemelajaran.
Di sisi lain, Nadiem mengimbau guru, kepala sekolah, dan pengawas mengubah cara pandang mereka terhadap profesi yang dijalankan. Jangan lagi profesi mereka dilihat sebagai bagian regulator yang memberi perintah, melainkan sebagai pelayan yang memastikan pemenuhan kebutuhan pendidikan siswa. Karena itu, guru hendaknya didorong untuk mandiri dan merdeka dalam mengadaptasi kurikulum di kelas masing-masing.
Akan tetapi, para guru dari daerah-daerah mengingatkan bahwa kebijakan dan program yang begitu baik dari pemerintah pusat tak dapat berjalan mulus jika kerja sama dengan pemerintah daerah tak diperhatikan. ”Aturan dari pusat sudah cukup baik untuk pengembangan guru, tetapi tidak semua pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan, mampu menangkap dan mengakselerasikan aturan itu secara baik pula. Padahal, guru di daerah adalah kewenangan pemerintah daerah,” kata Ketua PGRI Provinsi Papua Barat Elli Wayoi, seusai puncak peringatan Hari Guru Nasional 2019, di Bekasi.
Menurut dia, di Papua Barat, pelatihan dan pengembangan kompetensi guru hanya dilakukan satu sampai dua kali dalam setahun. Dalam kegiatan itu, tak semua guru ikut.
Jumlah guru yang terbatas juga menjadi kendala di Papua Barat untuk berinovasi dalam pengajaran di kelas. Kepala SD Yapus 01 Manokwari, Papua Barat, Yulius Awairaro menuturkan, sebagai kepala sekolah, ia tak jarang mengajar karena keterbatasan guru kelas. ”Ada banyak guru pensiun, sementara tak ada lagi guru ASN (aparatur sipil negara) yang diangkat. Gaji mayoritas guru honorer pun tidak dibayar rutin,” tuturnya.
Selain itu, menurut Yulius, di Papua dan Papua Barat, tidak ada lagi sekolah khusus pendidikan guru. Kemampuan pedagogi yang dibutuhkan dalam mengajar tak lagi dimiliki guru baru, padahal kemampuan ini dituntut oleh pemerintah pusat dalam pemelajaran di kelas.
Herni, guru kelas I SDN 01 Kampung Sawah, Karawang, Jawa Barat, menyatakan, sekolah tempat ia mengajar tidak jauh dari Ibu Kota. Fasilitas penunjang untuk mengajar, seperti komputer, bisa diakses dengan mudah. Kendalanya, tak semua guru bisa mengoperasikan teknologi yang tersedia.
”Sekarang semua keperluan administrasi harus menggunakan teknologi, serba online. Jadi, saya harus belajar dua kali, kerja dua kali. Tugas administrasi penting karena menjadi bukti kerja untuk syarat tunjangan guru,” ucap Herni.
Tunaikan komitmen
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi menuturkan, administrasi yang sangat birokratis kerap menyebabkan mandeknya pemberian tunjangan profesi guru di sejumlah wilayah. Ia pun mengingatkan pemerintah pusat dan daerah menunaikan komitmen untuk segera mengangkat guru honorer berusia di atas 35 tahun yang telah lulus ujian menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.
Menurut Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Sofia Hartati, beberapa pekerjaan administrasi seperti penilaian kinerja guru bisa dilakukan kepala sekolah dan pengawas. ”Penilaiannya jangan dibuat rumit dan di saat bersamaan terlalu menyederhanakan masalah. Akan tetapi, tekankan pada, antara lain, kemampuan guru untuk membuat siswa memahami materi pemelajaran,” paparnya.