Perubahan tata kelola pendidikan agar efisien dan tepat tak bisa dilakukan tergesa-gesa. Untuk itu, para guru diminta bekerja sama dengan pemerintah untuk mewujudkan pemelajaran yang menekankan pada kreativitas
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Perubahan tata kelola pendidikan agar efisien dan tepat tak bisa dilakukan tergesa-gesa. Untuk itu, para guru diminta bekerja sama dengan pemerintah untuk mewujudkan pemelajaran yang menekankan pada kreativitas sambil membenahi urusan administrasi yang dinilai menghambat kinerja guru.
Demikian disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, dalam sambutannya, pada upacara peringatan Hari Guru Nasional sekaligus ulang tahun ke-74 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Cikarang, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019).
"Ini merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi Kemdikbud. Perubahan yang optimal harus dilakukan dengan perencanaan dan strategi yang baik, tidak boleh tergesa-gesa. Mohon kesabaran Bapak dan Ibu Guru sekalian," ujarnya dalam keterangan pers.
Ini merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi Kemdikbud. Perubahan yang optimal harus dilakukan dengan perencanaan dan strategi yang baik, tidak boleh tergesa-gesa.
Ia menjanjikan melakukan perubahan pada sistem administrasi kinerja guru. Perubahan itu meliputi aturan, petunjuk teknis, hingga metode evaluasi agar tidak rumit sehingga guru-guru bisa fokus meningkatkan mutu pemelajaran.
Selain itu, guru, kepala sekolah, dan pengawas diimbau agar mengubah cara pandang mereka terhadap profesi yang dijalankan. Tidak lagi sebagai regulator yang memberi perintah, melainkan sebagai pelayan guna memastikan pemenuhan kebutuhan pendidikan siswa. Karena itu guru perlu didorong untuk mandiri dan merdeka dalam mengadaptasi kurikulum di kelas masing-masing.
Nadiem mengatakan terinspirasi pertemuan dengan para guru di berbagai wilayah Nusantara yang sudah mengembangkan metode pemelajaran kreatif yang tidak sekadar bertumpul pada buku teks. Mereka pandai memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber dan wahana belajar.
Berkolaborasi
"Hal ini membuat saya yang awalnya pesimis melihat kompleksitas pendidikan Indonesia menjadi sangat optimis karena di lapangan guru-guru sebenarnya memiliki semangat perubahan. Intinya adalah kita harus berkolaborasi," ujarnya menegaskan.
Sementara itu, dari segi kesejahteraan, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi menyatakan, administrasi yang sangat birokratis kerap menjadi penyebab mandegnya pemberian tunjangan profesi guru di berbagai wilayah. Karena itu, pemerintah pusat dan daerah mesti menunaikan komitmen mereka segera mengangkat guru-guru honorer berumur di atas 35 tahun yang lulus ujian menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Guru dan Pelajar mengikuti Tari Massal "Indonesia Emas" dalam rangka memperingati Puncak Hari Guru Nasional Tingkat Surabaya dan HUT ke 74 PGRI Di Stadion Gelora 10 November, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (30/11/2019). Tarian melibatkan 3000 penari yang merpakan palajar serta guru. Sekitar 25 ribu guru mulai dari jenjang TK/PAUD, SD/MI, dan SMP/MTs, baik negeri dan swasta, memadati stadion yang berada di kawasan Tambaksari tersebut.
Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Sofia Hartati menjelaskan, beberapa administrasi seperti penilaian kinerja guru sebenarnya bisa dilakukan kepala sekolah dan pengawas. Alasannya, mereka yang mengetahui performa guru di lapangan.
"Penilaiannya juga jangan dibuat rumit dan di saat bersamaan terlalu menyederhanakan masalah. Akan tetapi, tekankan kepada antara lain kemampuan guru membuat siswa memahami materi pemelajaran, kreativitas dalam mengajar, kolaborasi yang dilakukan siswa, serta perubahan perilaku dan kognisi siswa," katanya.
Hasil dari pendidikan terlalu rumit untuk ditafsirkan jadi poin-poin simplistis. Kepala sekolah justru yang melihat perubahan nyata dalam diri siswa yang semestinya bisa diterjemahkan jadi penilaian kinerja guru. Jika metode itu bisa dilaksanakan dengan benar, hal tersebut akan memotong birokrasi ke pusat.