Ahmad Nizar, Mengubah Limbah Gerabah Jadi Ornamen Nan Indah
Ahmad Nizar berhasil "menyulap" limbah gerabah yang bertumpuk-tumpuk di Plered, Purwakarta, menjadi ornamen bangunan yang indah. Karyanya dipakai oleh sejumlah arsitek ternama.
Keresahan melihat tumpukan limbah gerabah di Kecamatan Plered, Purwakarta, Jawa Barat, menginspirasi Ahmad Nizar (53) berinovasi membuat bahan bangunan dengan sentuhan kriya. Kini, material berbahan ramah lingkungan itu telah dipakai sejumlah arsitek ternama di Indonesia dan memelihara regenerasi gerabah plered yang melegenda.
Limbah produksi itu terdiri dari beragam jenis, mulai dari pecahan keramik, gerabah, batu bata, dan genteng yang tak sesuai standar. Semua itu biasanya dibiarkan menumpuk di sudut bengkel kerja.
”Saya melihat fenomena tersebut. Pada tahun 2005, saya mulai bereksperimen memanfaatkan limbah tersebut menjadi produk baru tanpa menghilangkan ciri khas Plered,” kata Nizar saat ditemui di Workshop Batagapit. Tempat itu dulunya bekas lio atau tempat pembakaran gerabah, di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (8/11/2019).
Di dalam ruang bengkel kerja, banyak karya dari limbah yang dibuat Nizar, seperti roster atau ventilasi, ubin terakota, dan bata tempel. Ada puluhan desain baik yang sudah selesai dibuat maupun yang siap dikemas untuk dikirim kepada pemesan. Semua tersusun rapi dengan berbagai inisial atau kode. Para perajin sibuk bekerja mencampur adonan, mencetak, dan menyortir produk.
Di halaman depan dan samping bengkelnya tampak tumpukan karung berisi limbah gerabah yang sudah dihaluskan. Bahan-bahan tersebut ia peroleh dari para pelaku usaha yang sudah menjadi langganannya. Untuk membuat roster, bahan baku dicampur dengan semen dan sedikit air. Lalu, setelah itu dipres manual dengan cetakan satu per satu, tanpa perlu dibakar kembali.
Nizar menjamin kekuatan produknya dapat bertahan lama karena bahan baku yang dipilihnya memiliki kualitas yang tak perlu diragukan lagi.
Tanah liat Plered sebagai bahan mentah gerabah memiliki keunggulan dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Tanahnya mengandung komposisi mineral illete dan chlorette yang dominan sehingga membuat kelentingan dan daya tahan kejut yang lebih baik dibandingkan produk gerabah di sentra lainnya.
Eksperimen
Nizar mendirikan usaha keramik dan bata pres bernama Batagapit pada tahun 2013. Namun, Nizar melewati rangkaian panjang proses penelitian mandiri sejak tahun 2002. Ia mulai fokus pada jenis roster di tahun 2005.
Kejeliannya memperhatikan berbagai hal setiap bertolak ke kampung halaman istrinya di Tasikmalaya kian menambah ide dan gagasannya. Sepanjang jalan menuju lokasi itu, ia melihat ada banyak produsen roster berbahan beton atau semen biasa. Desain dan bentuknya pun masih sangat sederhana.
”Secara khusus, saya jadi sering bolak-balik ke Tasikmalaya untuk melihat bagaimana teknik membuat roster. Setelah mengetahui tekniknya, saya mencoba substitusi beton dengan bahan limbah gerabah. Awalnya, hasil tidak sesuai harapan,” ucap Nizar.
Nizar tak menyerah begitu saja. Ia terus berkreasi sampai menemukan komposisi bahan baku dan campuran yang pas. Puluhan juta digelontorkan demi membiayai mimpinya untuk memanfaatkan bahan terbuang. Selain limbah gerabah dan keramik, Nizar juga memanfaatkan limbah abu batu andesit dan marmer.
Menurut Nizar, proses riset sangat penting untuk menentukan kualitas produk akhir. Untuk itu, ia tidak menyesal jika harus merogoh kocek tinggi.
Semua produk buatannya pun sudah melalui tahap pengujian kuat tekan bata merah untuk pasangan dinding yang diatur dalam SNI 15-2094-2000. Hasil pengujian produknya mampu menembus batas standar yang ditetapkan.
Bagai gayung bersambut, kala itu, ia mendapat tantangan dari seorang arsitek ternama Indonesia, Andra Matin. Nizar diminta untuk membuat roster dengan desain yang dibuat oleh Andra. Desain pertama yang disodorkan, dinilai Nizar, cukup rumit saat membuat alat cetaknya. Pekerjaan itu rampung dua tahun kemudian.
Ia memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menguji kreativitas diri. Model roster modern tidak hanya berfungsi sebagai lubang angin, tapi juga menjadi elemen estetis yang memberikan roh pada bangunan.
”Dia (Andra Matin) menjadi tonggak awal dalam mengenalkan produk ini menjadi viral. Dia sungguh memotivasi saya. Berkatnya, kepercayaan diri saya untuk produksi dalam jumlah besar kian mantap,” kata Nizar sambil tersenyum.
Kreativitas
Selain Andra Matin, sejumlah arsitek lain yang pernah bekerja sama dengannya antara lain Boy Bhirawa, Titis Nurabadi, Ady Putra, dan Maria Rosantina. Kreasi indah dari Plered melekat di sejumlah gedung dan bangunan karya mereka, yaitu Istora Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Tanah Teduh di Jakarta, Cork & Screw Country Club Senayan Golf, dan Stadion Bisbol GBK.
Nizar menyampaikan, produk buatannya berbeda dengan produk sejenis yang berada di pasaran, baik segi desain, keapikan, presisi, maupun standar kualitasnya. Hal itu untuk mendukung kesempurnaan desain yang dirancang para arsitek.
Oleh sebab itu, produk buatannya tidak dipromosikan lewat media sosial, tetapi dari mulut kemulut. Hal itu dilakukan untuk menjaga eksklusivitas desain.
”Setiap arsitek memiliki ciri khas dalam desain dan material yang diusungnya. Karya terbaik mereka harus didukung dengan kualitas bahan yang baik pula. Kami berusaha untuk mendukung keabadian karya mereka lewat kreativitas,” kata Nizar.
Setiap desain buatannya tidak serta-merta lahir demi keindahan. Ada rasa, makna, dan karsa yang melebur di dalamnya. Misalnya, desain ubin terakota yang terinspirasi dari ragam hias nusantara. Nizar ingin mengangkat motif-motif khas dari daerah-daerah yang pernah ia kunjungi agar tak punah. Rumpun bambu, tanaman merambat, dan tanah sawah yang telah dibajak turut menginspirasinya.
Dalam sehari, Batagapit mampu memproduksi 500-1.000 buah desain umum dan 500 buah desain custom. Roster dijualnya mulai harga Rp 10.000-Rp 25.000 per buah, ubin terakota Rp 500.000-Rp 3 juta per meter persegi, dan bata tempel Rp 150.000-Rp 250.000 per meter persegi. Semakin rumit desain dan bahan baku produk, semakin tinggi pula harganya.
Akan tetapi, dia tak ingin hanya mendapat untung. Masa depan gerabah Plered tetap dijaga. Selain desain baru, regenerasi perajin pun terus berjalan di bengkel Nizar.
Nizar mengatakan, kini dibantu 30 pekerja, terdiri dari 15 tenaga pencetak, 4 tenaga mixing dan bahan baku , 6 pekerja bagian finishing, dan 5 tenaga pembuat bata tempel. Mayoritas pekerja berusia di atas 30 tahun. ”Waktu awal memulai saya hanya dibantu seorang pekerja,” katanya.
Uniknya, Nizar sengaja mencari calon pekerja yang belum pernah bersentuhan dengan keramik untuk diberi pelatihan khusus. Selama tiga bulan lamanya, mereka belajar untuk mengenal seluk-beluk dan cara pembuatan roster. ”Dengan inovasi, regenerasi bakal terjaga,” katanya.
Menurut Nizar, lebih mudah untuk memberikan pelajaran kepada mereka yang belum pernah menyentuh keramik dibandingkan dengan yang sudah pernah. Jika mereka diibaratkan kertas putih, mereka masih polos dan mudah untuk menggoreskan tinta kebiasaan dan menanamkan ilmu baru.
”Mimpi besarnya belum berhenti. Selain ingin menjadikan Batagapit ingin menjadi merek unggulan di Indonesia bahkan ke mancanegara, kami ingin terus menjaga nama besar gerabah Plered tetap terjaga,” ujarnya.
Ahmad Nizar
Lahir : Purwakarta, 28 Juli 1966
Riwayat Pendidikan:
• SDN 1 Cibogohilir ( Lulus 1980)
• SMPN 1 Plered (1983)
• SMAN 1 Purwakarta (1986)
• S-1 Program Sarjana Departemen Seni Rupa & Kerajinan, IKIP, Bandung (1993)
• S- 2 Program Magister Administrasi Publik, STIAMI, Jakarta (2009)