Penyebutan Desa, Kecamatan, dan Perangkatnya di DIY Berubah
Nomenklatur atau tata nama desa dan kecamatan di lima kabupaten/kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berubah mulai 2020. Perubahan itu bagian dari pelaksanaan urusan keistimewaan di DIY.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Nomenklatur atau tata nama desa dan kecamatan di lima kabupaten/kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berubah mulai 2020. Perubahan itu menjadi bagian sinkronisasi pelaksanaan urusan keistimewaan di DIY dari tingkat provinsi hingga desa.
Perubahan nomenklatur desa dan kecamatan itu diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Kelembagaan Urusan Keistimewaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kalurahan.
”Pergub Nomor 25 Tahun 2019 itu memang mengubah secara mendasar penyebutan kecamatan di kota dan kabupaten di DIY serta mengubah penyebutan desa,” kata Kepala Paniradya Kaistimewan Beny Suharsono, Senin (2/12/2019), di Yogyakarta.
Paniradya Kaistimewan merupakan lembaga yang bertugas mengoordinasikan pelaksanaan urusan keistimewaan di DIY. Paniradya Kaistimewan juga bertugas memantau pelaksanaan perubahan nomenklatur desa dan kecamatan tersebut.
Baca juga: Amanat 5 September 1945, Titik Awal Keistimewaan Yogyakarta
Dalam Pergub DIY No 25/2019 disebutkan, nomenklatur kecamatan di kabupaten di DIY akan berubah menjadi kapanewon, sedangkan kecamatan di level kota berubah menjadi kemantren. Kapanewon dipimpin oleh seorang panewu, sedangkan kemantren dipimpin oleh mantri pamong praja.
Adapun nomenklatur sekretaris camat di kabupaten akan berubah menjadi panewu anom, sedangkan sekretaris camat di kota berubah menjadi mantri anom. Pergub yang sama mengatur perubahan nama jabatan di level kecamatan, baik di level kabupaten maupun kota.
Pergub yang sama juga mengatur perubahan nama jabatan di level kecamatan, baik di level kabupaten maupun kota.
Jabatan seksi pemerintahan, misalnya, diubah menjadi jawatan praja, seksi ketentraman dan ketertiban menjadi jawatan keamanan, seksi perekonomian dan pembangunan menjadi jawatan kemakmuran, seksi kesejahteraan masyarakat menjadi jawatan sosial, serta seksi pelayanan umum menjadi jawatan umum.
Sementara itu, nomenklatur kelurahan di kota di DIY tidak berubah. Adapun nomenklatur desa berubah menjadi kalurahan, sedangkan nomenklatur kepala desa berubah menjadi lurah. Di sisi lain, nomenklatur sekretaris kepala desa berubah menjadi carik.
Perubahan juga terjadi pada sejumlah jabatan di desa, yakni urusan keuangan menjadi danarta, urusan tata usaha dan umum menjadi tata laksana, urusan perencanaan menjadi pangripta, seksi pemerintahan menjadi jagabaya, seksi kesejahteraan jadi ulu-ulu, serta seksi pelayanan menjadi kamituwa.
Beny menjelaskan, nomenklatur baru desa dan kecamatan di DIY itu menggunakan nama-nama yang dipakai di Yogyakarta pada zaman dulu. Sebelum masa Indonesia merdeka, wilayah Yogyakarta memang sudah ada, tetapi berada di bawah Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. ”Dulu sebelum Indonesia berdiri, kita sudah punya pemerintahan sendiri,” katanya.
Beny menambahkan, perubahan nomenklatur itu diharapkan bisa diberlakukan pada 2020. Namun, agar perubahan nomenklatur itu bisa dilakukan, pemerintah kabupaten/kota di DIY harus mengeluarkan peraturan daerah (perda) terkait hal tersebut. Saat ini, dari lima kabupaten/kota di DIY, baru dua kabupaten yang telah menerbitkan perda, yakni Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul.
Sementara itu, perda Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta sedang dalam proses evaluasi oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DIY. Adapun perda di Kabupaten Sleman masih dalam proses pembahasan dengan DPRD. ”Kami akan mengawal perda itu agar segera selesai. Harapan kami, tahun 2020 sudah selesai,” tutur Beny.
Beny menyatakan, perubahan nomenklatur itu tidak akan memengaruhi pengucuran dana desa dari pemerintah pusat ke desa. Perubahan itu juga tidak akan mengubah mekanisme pemilihan kepala desa yang selama ini dilakukan secara langsung. Selain itu, perubahan nomenklatur tersebut juga tak berdampak pada dokumen kependudukan, seperti kartu tanda penduduk (KTP).
Baca juga: Waspadai ”Jebakan” Dana Keistimewaan
Urusan keistimewaan
Beny mengatakan, perubahan nomenklatur itu dilakukan sebagai bagian dari sinkronisasi pelaksanaan urusan keistimewaan di DIY. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, ada lima urusan keistimewaan di DIY, yakni kebudayaan, pertanahan, tata ruang, kelembagaan Pemda DIY, serta pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Berdasarkan Pergub DIY No 25/2019, perubahan nomenklatur itu akan diikuti penambahan tugas pemerintah kecamatan, kelurahan, dan desa. Menurut pergub tersebut, kecamatan, kelurahan, dan desa di DIY mempunyai tugas untuk melaksanakan tiga urusan keistimewaan, yakni kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.
”Kenapa harus ada perubahan nomenklatur? Karena harus dilakukan sinkronisasi pelaksanaan urusan keistimewaan,” ujar Beny.
Desa-desa di DIY kemungkinan akan mendapatkan alokasi dana keistimewaan.
Dengan penambahan tugas untuk melaksanakan urusan keistimewaan itu, Beny mengatakan, desa-desa di DIY kemungkinan akan mendapatkan alokasi dana keistimewaan. Namun, kepastian pengucuran dana keistimewaan ke desa belum dapat dipastikan waktunya.
”Tidak menutup kemungkinan itu (dana keistimewaan) akan sampai ke desa. Tapi, kami harus melakukan evaluasi dulu,” katanya.
Dana keistimewaan merupakan dana yang dikucurkan pemerintah pusat ke Pemda DIY untuk membiayai pelaksanaan urusan keistimewaan. Tahun ini, besaran dana keistimewaan DIY Rp 1,2 triliun.
Baca juga: Lembaga Baru Urus Dana Keistimewaan DIY
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, perubahan nomenklatur itu juga merupakan bagian dari pelaksanaan UU Keistimewaan DIY. Aji menyebut, untuk melaksanakan UU Keistimewaan DIY dibutuhkan perubahan struktur kelembagaan di DIY, termasuk hingga ke level desa.
”Kami ini, kan, akan melaksanakan UU Keistimewaan secara konsisten sehingga kelembagaan di DIY disesuaikan,” ujar Aji.
Aji menambahkan, ke depan, desa-desa di DIY harus menjalankan urusan keistimewaan. Dalam urusan pertanahan, misalnya, pemerintah desa di DIY mesti melakukan pendataan dan pemanfaatan tanah-tanah milik Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman.
Aji memaparkan, perubahan nomenklatur itu tidak bertentangan dengan regulasi dan kebijakan pemerintah pusat. ”Hal ini sudah kami konsultasikan ke pemerintah pusat,” ujarnya.
Kepala Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo, Lana mengatakan, pihaknya siap menjalankan perubahan nomenklatur desa sesuai dengan Pergub DIY No 25/2019. Dia menambahkan, Pemerintah Desa Kalirejo juga siap menjalankan tugas untuk melaksanakan urusan keistimewaan di bidang kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.
Namun, dengan adanya tambahan tugas itu, Lana berharap dana keistimewaan DIY bisa dialokasikan hingga ke desa. Hal ini agar keberadaan dana keistimewaan juga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. ”Kami menanti dana keistimewaan sampai ke desa,” ujarnya.