Ombudsman Republik Indonesia memberikan nilai 45,31 atau zona merah terhadap tingkat kepatuhan standar pelayanan publik Pemerintah Provinsi Maluku.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia memberikan nilai 45,31 atau zona merah terhadap tingkat kepatuhan standar pelayanan publik Pemerintah Provinsi Maluku. Kondisi ini lebih buruk dibandingkan dengan 2018 yang pernah naik ke zona kuning setelah berada pada zona merah tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah provinsi menerima penilaian itu sebagai bahan evaluasi dan berkomitmen untuk memperbaiki pelayanan.
Hasil penilaian untuk Provinsi Maluku itu disampaikan Kepala Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Maluku Hasan Slamat kepada Kompas di Ambon pada Senin (2/12/2019). Hasil penelitian itu secara nasional dirilis oleh Ombudsman RI di Jakarta pada pekan lalu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Ombudsman telah menilai 58 produk layanan di Pemprov Maluku. Produk layanan dengan nilai tertinggi adalah izin usaha perikanan tangkap dan kapal perikanan di atas 5 gross ton sampai 30 gross ton dengan nilai 66. Adapun produk layanan dengan nilai paling rendah adalah rekomendasi pemasukan dan atau pengeluaran ternak ayam potong antarprovinsi dengan nilai 21.
”Seharusnya tingkat kepatuhan semakin membaik dari waktu ke waktu, bukan malah mengalami penurunan seperti ini. Barangkali ada persoalan serius yang terjadi dengan birokrasi. Ini perlu evaluasi besar-besaran,” kata Hasan
Nilai rata-rata semua produk layanan adalah 45,31. Berdasarkan kategorisasi penilaian terdapat tiga zona, yakni 0 sampai 50 dinyatakan sebagai tingkat kepatuhan rendah dan masuk zona merah, 51 sampai 80 sebagai tingkat kepatuhan sedang dan masuk zona kuning, serta 81 sampai 100 sebagai tingkat kepatuhan tinggi dan masuk zona hijau.
”Seharusnya tingkat kepatuhan semakin membaik dari waktu ke waktu, bukan malah mengalami penurunan seperti ini. Barangkali ada persoalan serius yang terjadi dengan birokrasi. Ini perlu evaluasi besar-besaran,” kata Hasan. Secara nasional, Pemprov Maluku merupakan satu-satunya organisasi pemerintahan tingkat provinsi yang masuk zona merah.
Ombudsman berharap, hasil tersebut disikapi secara positif dan diikuti komitmen untuk perbaikan. Sejumlah saran yang diusulkan kepada pimpinan tertinggi gubernur Maluku, yakni memberi apresiasi kepada pimpinan unit yang berhasil, memberikan teguran kepada pimpinan unit yang dinilai gagal, menunjuk pejabat yang kompeten dengan bidang tugas, dan mempercepat perbaikan.
Selain Pemprov Maluku, zona merah juga diperoleh pemerintah Kota Tual, Kabupaten Buru, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dan Kabupaten Seram Bagian Timur. Di Maluku terdapat 9 kabupaten dan 2 kota. Organisasi pemerintahan yang masuk zona hijau hanya Pemerintah Kota Ambon. Kabupaten yang lain berada di zona kuning.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Maluku Jasmono mengatakan, penilaian Ombudsman itu menjadi masukan bagi Pemprov Maluku untuk terus melakukan perbaikan ke depan. ”Ini jadi bahan evaluasi bagi Pemerintah Provinsi Maluku. Pelayanan publik akan terus ditingkatkan,” ujarnya.
Menurut Jasmono, masalah tersulit dalam mewujudkan pelayanan publik adalah mengubah budaya kerja yang terbentuk sejak lama. Paradigma bahwa pegawai sebagai pelayan terus diingatkan kepada segenap aparatur pemerintahan. Selain itu kedisiplinan dan kepekaan dalam bekerja juga menjadi tantangan tersendiri.
Menurut pantauan Kompas dalam sejumlah kesempatan, banyak aparatur sipil negara yang bekerja pada Pemprov Maluku nongkrong di rumah kopi pada saat jam dinas. Mereka duduk berlama-lama sambil menunggu jam pulang kantor. Wacana penertiban yang sudah lama digulirkan pun tidak pernah dilakukan. Kondisi itu menjadi bahan perbincangan publik.
Sementara itu, Asisten II Pemkab Kepulauan Tanimbar Edwin Timasoa mengakui, butuh waktu lama untuk mewujudkan pelayanan publik yang ideal. Banyak aparatur sipil negara tidak memahami tugas dan fungsi mereka. ”Yang paling penting adalah melayani dengan hati,” ujarnya. Di Kabupaten yang masuk zona merah itu terdapat lebih kurang 3.500 aparatur birokrasi.