Masih Ada Menteri yang Belum Laporkan Harta Kekayaannya
›
Masih Ada Menteri yang Belum...
Iklan
Masih Ada Menteri yang Belum Laporkan Harta Kekayaannya
Meskipun menjadi kewajiban, namun sebagian menteri Kabinet Indonesia Maju belum melaporkan harta kekayaannya. Adapun menteri yang belum melaporkan itu sebagian besar dari kalangan swasta di luar birokasi pemerintah.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahfud MD mengungkap masih ada sejumlah menteri yang belum melaporkan harta kekayaan, secara khusus yang berasal dari kalangan swasta. KPK mengimbau agar penyelenggara negara lain, termasuk para menteri melaporkan harta kekayaan sebagai bentuk pencegahan korupsi.
Mahfud MD menyampaikan hal ini usai melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (2/11/2019) sekitar pukul 13.00 melalui pintu belakang Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Setelah sekitar 40 menit, Mahfud keluar didampingi oleh Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa.
Sambil membawa map putih berisikan tanda terima penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Mahfud mengatakan, pelaporan harta kekayaan, kata Mahfud memang rumit jika belum pernah melaporkan sama sekali. Namun, jika sudah pernah melaporkan, maka tinggal dilaporkan perubahan-perubahan yang terjadi.
“Menteri-menteri yang agak lambat itu ‘kan dari swasta karena memang rumit (melaporkan LHKPN). Kalau seperti kami (penyelenggara negara) sejak tahun 2002 laporan 2 tahun sekali tinggal menyambung saja yang berubah mana, yang enggak (berubah) mana,” katanya.
Mahfud menjelaskan, kedatangannya adalah untuk memenuhi kewajiban sebagai pejabat negara dengan menyerahkan LHKPN. Namun, ia tidak merinci berapa total harta kekayaan yang dilaporkan. “Sejak laporan terakhir saya jadi pejabat tahun 2013 tentu ada penamhahan. Kan sudah enam tahun,” ujar Mahfud.
Data Anti-corruption Clearing House mencatat, sejak menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pada 2008, Mahfud secara teratur melaporkan harta kekayaannya setiap dua tahun sekali. Terakhir, Mahfud melaporkan harta kekayaannya pada 1 April 2013 pada periode akhir jabatannya.
Dalam laporan tersebut, total harta kekayaan Mahfud mencapai Rp 15,06 miliar dan 104.615 dollar AS atau setara Rp 1,48 miliar. Kekayaan terdiri dari harta tidak bergerak sebesar Rp 4,26 miliar; harta bergerak sebesar Rp 777 juta; harta bergerak lainnya berupa logam mulia sebanyak Rp 73,2 juta; serta giro dan setara kas lainnya hingga Rp 9,95 miliar.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyampaikan, sebagian menteri sudah melaporkan LHKPN. Sementara sebagian lagi tidak perlu melapor untuk tahun ini tetapi cukup periode tahun depan. “Ada sekitar lima atau enam menteri termasuk juga wakil menteri yang masih ditunggu laporan LHKPN karena belum melaporkan sama sekali,” kata Febri.
Kesadaran pucuk pimpinan untuk melaporkan LHKPN, kata Febri, merupakan contoh baik yang diharapkan bisa ditiru oleh para pejabat di lingkungannya. Proses pelaporan saat ini pun jauh lebih mudah, yaitu menggunakan mekanisme pelaporan LHKPN secara elektronik melalui website https://elhkpn.kpk.go.id/.
Terlebih, setiap kementerian saat ini memiliki unit pengelola yang mengurusi pelaporan LHKPN dan berkoordinasi dengan KPK. Unit tersebut dapat membantu dan jika dibutuhkan, dapat berkoordinasi dengan KPK atau datang langsung ke KPK. “Kami telah tugaskan tim untuk memfasilitasi pelaporan tersebut,” ujar Febri.
Uang rakyat
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Dewi Anggraeni menyampaikan, pelaporan LHKPN merupakan bentuk transparansi kepada masyarakat. Sebab, sebagai pejabat negara, mereka akan menggunakan uang rakyat dalam kehidupannya.
“Bentuk transparansi ini penting untuk publik sehingga kita bisa mengawasi bagaimana sih gaya hidupnya. Kita bisa mengeceknya dengan membandingkan lewat LHKPN, wajar atau tidak? Ini penting sebagai pertanggung jawaban kepada masyarakat,” kata Dewi.
Sebagai bagian dari upaya memprioritaskan pencegahan korupsi, KPK juga mengimbau para menteri, terutama yang baru menjadi penyelenggara negara agar menyadari batasan-batasan baru yang diatur secara hukum. Misalnya, larangan penerimaan suap, gratifikasi, uang pelicin atau nama-nama lain.
“Segala sesuatu penerimaan yang berhubungan dengan jabatan, kami sarankan untuk ditolak sejak awal. Akan tetapi jika dalam keadaan tidak dapat menolak, misalnya karena pemberian tidak langsung, maka wajib segera dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja,” kata Febri.
Hingga 2020
Ada beberapa ketentuan pelaporan LHKPN bagi para menteri yang dilantik pada 23 Oktober 2019. Febri menjelaskan, bagi menteri yang telah menjadi penyelenggara negara sebelumnya dan di tahun 2019 telah melaporkan LHKPN periodik, maka pelaporan LHKPN berikutnya cukup dilakukan dalam rentang waktu Januari – 31 Maret 2020. Pelaporan periodik LHKPN untuk perkembangan kekayaan tahun 2019.
Selanjutnya, bagi menteri yang tidak menjadi penyelenggara negara sebelumnya atau baru menjabat, maka pelaporan LHKPN dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah menjabat, yaitu 23 Januari 2020. “Sementara bagi mantan Menteri Kabinet Kerja sebelumnya yang tidak lagi menjadi penyelenggara negara, maka diwajibkan melaporkan kekayaan setelah selesai menjabat dalam jangka waktu 3 bulan,” kata Febri.