Masyarakat 5.0 dan Jepang yang Menua
Gelombang besar inovasi digital seakan tidak ada ujungnya dan siap “menelan” seluruh aspek kehidupan kita.
Gelombang besar inovasi digital seakan tidak ada ujungnya dan siap “menelan” seluruh aspek kehidupan kita. Jepang menyambut perubahan-perubahan itu dengan meluncurkan visi Masyarakat 5.0.
Menjelang petang, Minggu (24/11/2019), di sebuah taman bermain di Nihonbashi-Kakigaracho, Chuo City, Tokyo, seorang pria berusia lanjut terlelap di sebuah kursi panjang. Sepedanya tersandar di depannya.
Cuaca sore itu mendung dengan suhu 9 derajat celsius. Pria itu tidak menghiraukan sejumlah orangtua yang tengah bermain dengan anak-anak mereka di sekitarnya. Ada yang bermain bola, ada juga yang bermain ayunan. Waktu terasa pelan pada hari libur itu.
Depopulasi dan penuaan warga adalah faktor yang ikut memengaruhi ekonomi dan sosial Jepang. Tidak mudah membalikkan tren yang tidak menguntungkan itu. Jepang telah mengalami stagnasi ekonomi berkepanjangan sejak 1990-an.
Hingga tahun 2017, ekonomi negeri itu tumbuh kurang dari 2 persen. Faktor lain, seperti kompetisi global yang makin intensif, perubahan struktur penciptaan nilai dalam ekonomi digital baru, dan meningkatnya tekanan fiskal dari meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk jaminan sosial, membentuk kombinasi yang makin memberatkan Jepang.
Respons baru
Menanggapi situasi itu, Jepang mulai bergerak dengan evolusi Masyarakat 5.0. Tahapan itu mengikuti tahapan sebelumnya, yaitu tahapan masyarakat pemburu-pengumpul (Masyarakat 1.0), masyarakat agraris (Masyarakat 2.0), masyarakat industri (Masyarakat 3.0), dan masyarakat informasi (Masyarakat 4.0).
Visi dan konsep Masyarakat 5.0 itu digagas dan diusulkan Keidanren (Federasi Bisnis Jepang) pada paruh II-2018 dan diadopsi dalam program Abenomics Pemerintah Jepang. Keidanren adalah organisasi ekonomi komprehensif yang beranggotakan 1.412 perusahaan Jepang, 109 asosiasi industri nasional, dan 47 organisasi ekonomi regional.
Masyarakat 5.0 dimasukkan dalam Rencana Dasar Sains dan Teknologi ke-5 di Jepang sebagai konsep untuk masyarakat masa depan yang wajib menjadi cita-cita bersama. ”Tahap kelima adalah imagination society, yaitu kombinasi transformasi digital dan imajinasi serta kreativitas orang yang beragam akan memungkinkan menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat dan menciptakan nilai-nilai baru,” kata pemimpin tertinggi Keidanren, Hiroaki Nakanishi, dalam laman Keidanren.
Bagi Jepang, Masyarakat 5.0 adalah respons dari situasi saat ini yang menempatkan manusia pada persimpangan. Dengan internet of things (IoT), banyak perangkat modern terhubung ke internet; kecerdasan buatan (AI) digunakan untuk menganalisis sejumlah besar data, robot memperoleh kemampuan untuk bergerak secara mandiri. Di sisi lain, robot dan AI dapat saja menciptakan bencana kemanusiaan. Semua informasi pribadi bisa berada dalam bawah kendali terpusat oleh pemerintah.
Namun, Jepang memilih tidak menganggap era digitalisasi secara pesimistis. Jepang memilih mengembangkan konsep masa depan. Transformasi digital didorong untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik dan optimistis. Hal-hal itu menghidupi ide di balik proposal komprehensif yang dibuat dalam mewujudkan Masyarakat 5.0.
Melalui Masyarakat 5.0, Jepang berketetapan membuka pintu yang mengarah ke dunia kemanusiaan yang lebih baik dan lebih inklusif, sebuah dunia tempat setiap individu diidealkan dapat menemukan kebahagiaan sejati. Teknologi dan data akan digunakan untuk menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan sosial.
Atasi tantangan
Terkait isu demografi, Masyarakat 5.0 diproyeksikan dapat menjadi bagian dari upaya Jepang mengatasi isu penurunan populasi yang menua, energi, serta masalah lingkungan.
Dalam hal penuaan masyarakat, misalnya, Jepang menghadapi lonjakan biaya medis dan sosial plus tuntutan keamanan untuk merawat orang tua. Solusinya adalah mengembangkan layanan perawatan medis jarak jauh serta penggunaan AI dan robot di ruang perawatan fasilitas yang diciptakan guna mendukung kemandirian warga.
Dengan menghubungkan dan berbagi data medis yang kini tersebar di berbagai rumah sakit, perawatan medis yang efektif berdasarkan data akan diberikan. Perawatan medis jarak jauh memungkinkan orang lanjut usia tidak lagi harus sering mengunjungi rumah sakit. Warga juga dapat mengukur dan mengelola data kesehatan mereka, misalnya detak jantung saat di rumah. Hal-hal itu secara kumulatif diharapkan dapat memperpanjang harapan hidup warga.
Pemerintah dan para pemimpin bisnis Jepang melihat konsep Masyarakat 5.0 menjadi cara untuk mengatasi beragam persoalan pelik yang mereka hadapi. Profesor Yasushi Sato dari Universitas Niigata mengatakan, melalui Masyarakat 5.0, Jepang—dengan mengandalkan keunggulan dalam bidang teknik mesin dan material—dapat mengembangkan sistem yang canggih. ”Jepang berada dalam posisi membagikan pengalamannya sendiri dengan negara- negara lain di dunia mengingat bahwa negara-negara lain mungkin menghadapi masalah yang sama cepat atau lambat,” kata salah satu penulis Laporan Sains UNESCO 2015 itu.
Namun, di lapangan, upaya untuk mengembangkan gagasan Masyarakat 5.0 sangat dinamis. Beragam tantangan ditemui. Kerap kali diakui bahwa generasi yang lebih tua cenderung berjalan lambat, merasa sudah mapan, dan kurang adaptif dalam merespons perubahan-perubahan. Sebaliknya, generasi yang lebih muda ingin agar segala sesuatu lebih cepat, dinamis, dan suka dengan perubahan.
Dalam dunia usaha, hal itu tampak dari sentralitas kewenangan yang kebanyakan dipegang para pejabat senior, dampaknya respons terhadap permintaan dan solusi menjadi lambat. Dalam konteks lebih besar, situasi serupa membuat Jepang terkesan terlambat dalam merespons perubahan dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya, terutama China.
Selain itu, gagasan Masyarakat 5.0 juga belum menjadi perhatian bersama. Sejumlah sektor industri memang telah memperdalam perdebatan mereka, bahkan hingga ke arah realisasi Masyarakat 5.0, tetapi sejumlah sektor lain belum.
Situasi itu, sebagaimana diakui Keidanren, berbeda dengan situasi di Amerika Serikat. Di negara itu, sebuah ekosistem telah tumbuh di sekitar penciptaan bisnis ventura dan inovasi. Bisnis ventura bermunculan satu demi satu, dan ketika mereka tumbuh, bisnis ventura itu diakuisisi perusahaan besar melalui merger-akuisisi dan sarana lainnya. Para wirausaha keluar dari bisnis ventura untuk memulai menciptakan bisnis baru.
Namun, sistem semacam ini tidak akan mungkin terjadi tanpa mobilitas sumber daya manusia. Sejumlah kalangan bisnis di Jepang mengakui lingkungan di Jepang berbeda dari kondisi di AS. Tidak mudah mengembangkan bisnis ventura di Jepang pada tingkat yang sama seperti di AS. Di tengah bergulirnya evolusi Masyarakat 5.0, Jepang dituntut bergerak dengan lebih cepat. Waktu yang akan menjawab apakah Jepang akan mampu beradaptasi.