Pulau Kalawasan di Teluk Balikpapan Jadi Suaka Orangutan
›
Pulau Kalawasan di Teluk...
Iklan
Pulau Kalawasan di Teluk Balikpapan Jadi Suaka Orangutan
Pulau Kalawasan di Teluk Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur disiapkan menjadi lokasi suaka bagi orangutan yang sudah tidak dapat dilepasliarkan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
PENAJAM, KOMPAS — Pulau Kalawasan di Teluk Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur disiapkan menjadi lokasi suaka bagi orangutan yang sudah tidak dapat dilepasliarkan. Dua orangutan yang berhasil diselamatkan dari Sulawesi Utara, Iskandar dan Bento, akan dirawat di sana.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (BKSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno saat peresmian Pusat Suaka Orangutan Arsari, Senin (2/11/2019), di area hak guna bangunan PT ITCI, Kelurahan Maridan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.
”Saat ini masih dalam proses penelitian sebagai rekomendasi pengelolaan pulau itu. Secepatnya jika sudah selesai, rekomendasi akan kami berikan,” kata Wiratno.
Pulau Kalawasan seluas 253 hektar itu akan dikelola Pusat Suaka Orangutan Arsari di bawah Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) milik keluarga Hashim Djojohadikusumo. Letaknya di Teluk Balikpapan bagian utara. Jika ditempuh menggunakan perahu cepat dari Pelabuhan Semayang, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit ke pulau itu.
Wiratno mengatakan, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi KSDA tengah membuat kajian untuk memberikan rekomendasi pengelolaan pulau tersebut. Ia mengatakan, bagian luar pulau dikelilingi pohon bakau, sedangkan di bagian dalam tumbuh berbagai tumbuhan, seperti cempedak dan beringin.
Saat ini, Pulau Kalawasan masuk wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara. Adapun pengelolaan pulau perlu mendapat rekomendasi Direktorat Jenderal BKSDAE.
Direktur Eksekutif YAD Catrini Kubontubuh mengatakan, persiapan tempat suaka itu sudah dilakukan sejak 2016. Pulau itu dinilai cocok sebab jauh dari jangkauan dunia luar. Di sana, orangutan yang sudah tidak mungkin dilepasliarkan akan dibiarkan hidup di alam bebas. Mereka akan diawasi dengan berbagai kamera dan diberi makan di banyak titik.
Saat ini, dua orangutan tengah disiapkan untuk dirawat di Pulau Kalawasan, yakni Bento dan Iskandar. Bento adalah orangutan jantan yang diselamatkan dari orang yang memelihara secara ilegal di sebuah rumah di Manado, Sulawesi Utara, pada 8 September 2005. Adapun Iskandar diselamatkan dari perdagangan ilegal untuk diselundupkan ke Filipina pada 30 Oktober 2004.
Setelah dirawat oleh BKSDA Sulawesi Utara, keduanya dipulangkan ke Kalimantan Timur pada 3 Oktober. Saat ini, Bento dan Iskandar dirawat di kandang karantina PSO ARSARI yang berada di area hak guna bangunan PT ITCI di Kelurahan Maridan, Kecamatan Sepaku. Kesehatan dan perkembangan mereka dipantau berkala.
”Mereka sudah terlalu lama dipelihara dan di dalam kandang sehingga tak mungkin dilepasliarkan. Untuk itu, mereka akan dirawat di pulau suaka yang tengah dalam proses perizinan agar merasakan hidup di alam. Semakin cepat prosesnya, akan semakin baik,” kata Catrini.
Selain Pulau Kalawasan, lahan hak guna bangunan PT ITCI seluas 19.000 hektar di Kelurahan Maridan akan dikembangkan untuk suaka berbagai satwa endemik Kalimantan yang tak bisa dilepasliarkan, seperti beruang madu dan bekantan. Ketua YAD Hashim Djojohadikusumo mengatakan, pohon-pohon di lahan itu tak akan ditebang agar satwa bisa hidup seperti di alam bebas.
Hashim mengatakan, satwa yang akan dirawat di suaka ini adalah yang nyaris seumur hidup tinggal di dalam kandang sehingga tak mungkin hidup di alam liar. Selain itu, orangutan tua di sejumlah negara juga akan ditampung untuk dirawat di luar kandang sampai mati.
”Targetnya adalah satwa yang dipelihara manusia secara tidak legal, disita dari perdagangan satwa ilegal sejak bayi, alasan kesehatan, dan kondisi lain yang tidak memungkinkan dilepasliarkan ke alam. Jika tidak ada intervensi, mereka bisa seumur hidup di dalam penjara,” kata Hashim.
Ia mengatakan, pusat suaka itu berada sekitar 10 kilometer dari kawasan calon ibu kota negara di Kecamatan Sepaku. Kondisi itu diharapkan bisa membuat banyak pihak, termasuk tamu negara, semakin peduli terhadap kesejahteraan satwa endemik Kalimantan. Dia mengatakan, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan/Bappenas terkait hal itu.