Pemerintah menjamin warga dalam menggunakan hak pilihnya saat pemilihan kepala daerah serentak 2020. Penyempurnaan Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum menjadi instrumen awal.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menjamin warga dalam menggunakan hak pilihnya saat pemilihan kepala daerah serentak 2020. Hal itu diatur dalam Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum.
Komisi II DPR, Senin (2/12/2019), mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
RDP membahas perubahan rancangan peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Komisioner KPU memaparkan sejumlah poin perubahan dalam PKPU Nomor 2 Tahun 2017. Salah satu isu strategis yang dibahas adalah memastikan warga yang sama sekali tak memiliki dokumen kependudukan agar bisa tetap menggunakan hak pilihnya.
”Bagi masyarakat yang belum punya dokumen kependudukan sama sekali, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) bisa membantu mengurus surat keterangan (suket) agar bisa memilih,” ujar Komisioner KPU Viryan Azis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
KPU mengevaluasi pelaksanaan Pilkada 2015 dan 2018 untuk mempersiapkan Pilkada 2020. Pada perhelatan pilkada sebelumnya, ada warga yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena namanya dicoret dari DPT.
Pencoretan dilakukan karena warga tersebut tidak berada di kediamannya saat KPU melaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit). ”Pada hari pencoblosan, warga tersebut datang. Ternyata dia sehari-hari tidak berada di rumah karena harus bekerja sedari subuh dan pulang larut malam,” kata Viryan.
Pasal 11 PKPU Nomor 2 Tahun 2017 memang memungkinkan petugas untuk langsung mencoret data pemilih setelah memastikan keberadaannya tidak ada. Agar hal serupa tidak terulang, KPU menambahkan satu klausul yang mengharuskan petugas coklit untuk mengkonfirmasi terlebih dahulu keberadaan pemilih dengan menanyakan kepada keluarga, tetangga atau pengurus rukun tetangga atau rukun warga. Bila keberadaan pemilih benar-benar bisa dipastikan tidak ada, barulah petugas bisa mencoret namanya dari DPT.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, menyampaikan, Kemendagri menerima penambahan klausul tersebut. Namun, Bahtiar menilai perlu lebih dipastikan frasa ”tidak ada keberadaannya” agar tak multitafsir pada saat coklit di lapangan.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi II DPR Arief Wibowo mengingatkan KPU dan Kemendagri untuk membela hak politik warga agar jangan sampai diabaikan. Selain itu, KPU diminta benar-benar menyusun DPT secara rapi sehingga tidak ada daftar pemilih ganda.
Adapun Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil I Gede Suratha memaparkan, saat ini sebanyak 98,79 persen penduduk telah melakukan perekaman KTP-elektronik. Jika warga telah melakukan perekaman, tapi belum mendapatkan KTP-elektronik, warga bisa menggunakan hak pilih menggunakan suket yang diterbitkan Disdukcapil setempat.