Meretas Peta Jalan Prestasi
Penampilan atlet-atlet muda Indonesia di SEA Games 2019 seperti cahaya di ujung lorong temaram prestasi nasional di level dunia. Semangat dan talenta mereka perlu dirawat hingga menjadi atlet-atlet elite.
MANILA, KOMPAS – Penampilan atlet-atlet muda di SEA Games 2019 menegaskan bahwa, Indonesia memiliki modal awal yang kuat untuk menaikkan kelas ke level Asia dan dunia. Performa talenta-talenta muda di Filipina bisa menjadi titik awal meniti peta jalan prestasi olahraga nasional dengan muara di Olimpiade.
Lifter Windy Cantika Aisah dan petenis Priska Madelyn Nugroho menjadi bukti nyata hasil proses regenerasi atlet Indonesia. Keduanya masih berusia 16 tahun, memiliki bakat olahraga istimewa, ulet, disiplin, pekerja keras, dan punya kemauan kuat untuk berprestas. Mereka ditempa dalam kejuaraan internasional yang kompetitif.
Dalam debutnya di SEA Games ini, Windy mempersembahkan medali emas angkat besi kelas 49 kg. ”Medali ini saya persembahkan untuk ayah yang pada hari ini menjalani operasi (jantung) di RSPAD Jakarta,” kata Windy di Stadion Ninoy Aquino, Manila, Senin (2/12).
Windy juga merasa sangat bangga dan bahagia bisa mempersembahkan medali emas pada penampilan perdana di SEA Games 2019. “Windy berterima kasih kepada Allah, terima kasih ke ayah, ibu, pelatih, dan rakyat Indonesia,” ujarnya.
Adapun Priska, juga debutan SEA Games, mencapai semifinal setelah mengalahkan unggulan pertama, Peangtarn Plipuech (Thailand) di perempat final dengan skor 6-1, 6-4.
Tiara Andika Prastika atlet balap sepeda downhill putri juga menunjukkan kegigihannya. Dia menjalani final dengan tulang kelingking tangan kirinya patah. Tim dokter merekomendasikan agar Tiara tidak berlomba. Namun, Tiara memilih melawan rasa sakit. Pengorbanan itu membuahkan medali perak dengan catatan waktu 3 menit 16,9 detik. Seusai lomba tangan kiri Tiara bengkak.
Atlet-atlet muda itu ibarat permata kasar yang masih perlu dipoles supaya bersinar. Mereka tidak boleh berhenti di level Asia Tenggara, tetapi didorong masuk ke level elite Asia bahkan dunia. Ajang SEA Games mendatang, selayaknya jadi panggung bagi adik-adik mereka dalam piramida pembinaan prestasi.
Pelatih angkat besi Indonesia Muhammad Rusli mengatakan, perjalanan atlet-atlet muda ini menuju panggung dunia masih panjang. Perlu ada pendampingan khusus untuk memastikan latihan berkelanjutan.
Munculnya atlet-atlet yunior itu tidak terlepas dari upaya Kemenpora menjadikan SEA Games 2019 sebagai ajang regenerasi. Langkah itu diwujudkan dengan mendorong cabang-cabang mengirimkan lebih banyak atlet muda atau yunior, mencapai 50 hingga 60 persen dari total kontingen.
”Awalnya, kebijakan ini terlihat seperti gambling (perjudian). Tidak sedikit cabang olahraga yang sempat keberatan. Atlet-atlet yunior pun dilihat sebelah mata. Namun, mereka menepis keraguan dengan prestasi di Filipina. Kami, Kemenpora, puas dengan prestasi mereka sejauh ini,” ujar Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto di Jakarta.
Gatot pun berharap, upaya menyiapkan atlet-atlet nasional masa depan itu bisa dilanjutkan cabang-cabang di ajang single event internasional. ”Sangat banyak single event yang bisa menjadi panggung lanjutan (atlet muda). Jika harus menunggu SEA Games berikutnya (2021, di Vietnam), itu terlalu lama,” tegasnya.
PB Pelti pun berusaha memfasilitasi atlet-atlet yuniornya untuk mematangkan diri di turnamen internasional. Pada SEA Games ini, tenis mengirimkan tiga debutan, yaitu Priska, M Rifqi Fitriadi, dan Ari Fahrezi. Kemarin Rifqi kalah dari Hoang Nam Ly (Vietnam) 1-6, 1-6. Sedangkan Ari tersingkir pada laga Minggu.
”Untuk Priska, kami sudah menyiapkan program khusus mengingat dia merupakan pemain yang potensial dan telah banyak menorehkan prestasi. Program khusus itu dengan memberikan dukungan turnamen. Kami akan bicara dengan Priska dan pelatih untuk membicarakan mana saja turnamen-turnamen yang bisa kami dukung menjelang Priska memasuki level senior,” ujar Ketua PP Pelti Rildo Ananda Anwar.
Priska merupakan contoh atlet yang ditempa dalam berbagai kejuaraan internasional. Atmosfer kompetitif membuat petenis asal Surabaya itu mampu mengatasi tekanan, juga mengasah teknik. Sepanjang tahun ini, Priska merasakan tampil pada empat kejuaraan tenis dengan level tertinggi, yaitu Grand Slam, di kategori tunggal putri yunior di Australia Terbuka, Perancis, Wimbledon, dan Amerika Serikat.
Empat Grand Slam itu menjadi bagian dari 16 turnamen yang dia ikuti pada 2019. Priska mendapat hasil baik di Wimbledon dan AS Terbuka ketika lolos hingga perempat final.
Priska mengaku tampil tanpa beban di SEA Games karena bukan pemain yang diunggulkan. Namun, ia tetap melakukan yang terbaik. ”Mengalahkan unggulan pertama menjadi salah satu buktinya,” ujarnya.
Priska juga sangat bangga bisa tampil di SEA Games 2019. “Tentunya saya merasa sangat bangga. Apalagi, saya masih pemain yunior tetapi bisa berlaga di level senior. Selain itu, atmosfer pertandingan seru karena saya berangkat bersama tim yang saling dukung,” ujar atlet asal Surabaya, Jawa Timur itu.
Target Olimpiade
Bagi Windy, ajang SEA Games ini menjadi salah satu batu loncatan menuju target besarnya, tampil di Olimpiade Tokyo 2020. Dia tidak mau terlena oleh kilau emas SEA Games. ”Setelah ini saya harus fokus persiapan agar bisa lolos ke Olimpiade. Yang jelas, persiapan dan latihan harus lebih baik, istirahat lebih baik, dan harus nurut pelatih.” ujarnya.
Di Filipina, Windy mengukir total angkatan 190 kg (snatch 86 kg, clean and jerk 104 kg). Itu hanya selisih 2 kg dari total angkatan lifter putri Sri Wahyuni Agustiani saat meraih perak kelas 48 kg di Olimpiade 2016 dengan 192 kg (snatch 85 kg, clean and jerk 107 kg).
Kemarin, mengalahkan Phyo Pyae Pyae (Myanmar) dengan total angkatan 180 kg. Lifter Vietnam, Ngo Thi Quyen (Vietnam) meraih perunggu dengan total angkatan 172 kg. Windy juga mempertajam rekor dunia remaja atas namanya untuk angkatan snatch dari 84 kg menjadi 86 kg, dan clean and jerk dari 102 menjadi 104 kg.
Jumlah angkatan Windy di Filipina lebih baik dari penampilan terakhirnya di Kejuaraan Asia Remaja, dengan total angkatan 186 kg, terdiri dari snatch 82 kg dan clean and jerk 186 kg.
Hasil itu membuka peluang Windy tampil di Tokyo 2020 karena termasuk dalam kualifikasi Olimpiade. Windy diharapkan bisa mengikuti jejak Sri Wahyuni untuk tampil di pesta olahraga dunia.
Berdasarkan sistem peringkat Federasi Angkat Besi Dunia (IWF), saat ini Windy di posisi ke-12. Dalam waktu sekitar enam bulan, Windy diharapkan bisa menembus peringkat delapan besar dunia, yang menjadi syarat tampil di Tokyo 2020.
Putri mantan atlet angkat besi nasional peraih perak Kejuaraan Dunia 1988 Siti Aisah itu, semakin matang seiring makin sering tampil di kejuaraan-kejuaraan internasional. Dia pun bisa mengatasi rasa gugup saat berlomba.
”Saya sudah terbiasa menghadapi tantangan hidup. Ketika masih berusia 4 tahun, ibu saya sakit kanker sehingga saya harus ikut bolak-balik ke rumah sakit. Ayah juga sakit jantung dan hari ingin menjalani operasi. Jadi, Windy sudah terbiasa menghadapi tantangan-tantangan hidup,” ujar Windy.
Rusli mengatakan, Windy mempunyai bakat istimewa sebagai juara atlet angkat besi. Selain itu, Windy juga pekerja keras, disiplin, ulet, dan tidak pernah mengeluh. “Saat akhir pekan, Windy sering minta latihan tambahan untuk memperkuat kaki dan tangannya. Padahal, kebanyakan atlet lain menggunakan akhir pekan untuk berlibur,” ujarnya.
Lahirnya Windy telah membuka harapan regenerasi atlet angkat besi Indonesia. Apalagi, Indonesia sempat khawatir regenerasi atlet angkat besi terutama di kategori putri akan habis setelah atlet peraih perak Olimpiade 2016 dan Asian Games 2018 Sri Wahyuni Agustiani absen dari pelatnas karena mengandung dan melahirkan.
Selain itu, lifter Acchedya Jagaddhita dinyatakan gagal dalam tes doping sehingga harus keluar dari pelatnas. “Dengan hadirnya Windy, kita tidak lagi khawatir Indonesia akan kehabisan lifter putri. Windy menjadi harapan baru angkat besi,” kata Rusli.
Rusli mengatakan, mendampingi atlet-atlet muda tak mudah. Lifter remaja dan yunior tidak bisa diberi beban latihan yang terlalu berat karena mereka masih dalam masa pertumbuhan. Latihan harus difokuskan untuk melatih teknik dan mempertajam mental.
Dalam kejuaraan, atlet tidak bisa diberi beban terlalu tinggi karena dapat merusak mental dan semangat mereka. Selain itu, atlet-atlet muda juga menghadapi tantangan seperti suasana hati mudah berubah-ubah saat berlatih apabila ada masalah pribadi. Untuk mengatasi hal ini, biasanya pelatih mengajak atlet menjalani penyegaran.
“Kalau mereka mau curhat, ya curhat, saya dengarkan. Kalau enggak, diajak jalan-jalan saja biar senang lagi. Sebagai pelatih, saya bertugas sekaligus sebagai kakak, orang tua, dan teman mereka,” kata Rusli.
(Yulia Sapthiani/Yulvianus Harjono/Herpin Dewanto Putro)