Pergeseran tanah berakibat longsor kembali terjadi di Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten. Akibatnya, seorang warga tewas dan seorang lainnya terluka setelah tertimpa amblesan tembok penyokong atau turap.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pergeseran tanah berakibat longsor kembali terjadi di Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten. Akibatnya, seorang warga tewas dan seorang lainnya terluka setelah tertimpa amblesan tembok penyokong atau turap.
Berdasarkan pengamatan dan pengukuran potensi pergerakan tanah oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kecamatan Setu masuk dalam area rawan longsor. Artinya, daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir/terjal, tebing jalan, dan lereng rentan longsor ketika curah hujan tinggi.
Sebulan terakhir setidaknya tujuh rumah warga dan satu sekolah rusak akibat pergeseran tanah di Kecamatan Setu. Bangunan-bangunan yang berdiri di bantaran sungai dan tebing aliran Sungai Cisadane itu mengalami retak di dinding, miring karena amblesan tanah hingga roboh.
Senin (2/12/2019) sore, Anggi Febriyanti (26) dan Z (3) tertimpa longsoran turap di Kampung Kademangan, Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan. Turap setinggi 4 meter dengan panjang 8 meter dan tanpa tiang penyokong atau penahan itu roboh seusai hujan deras di sejumlah wilayah Jabodetabek.
Material yang terdiri dari batu dan tanah urukan pun meluncur menimpa keduanya serta menutup jalan di kampung itu. Anggi tewas di lokasi, sedangkan Z luka ringan karena dilindungi oleh tubuh ibunya.
Sampai Selasa (3/12/2019) sore, petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tangerang Selatan, satuan polisi pamong praja, dan relawan masih mengevakuasi material longsor menggunakan satu ekskavator.
Areal longsor merupakan lahan kosong milik seorang warga. Lahan itu sedang dalam proses pengurukan tanah untuk pembangunan rumah. ”Di situ sudah dua kali longsor. Turapnya tidak ada penyokong sehingga mudah ambles. Padahal, setiap ketinggian 2 meter harus ada penahan turap,” ujar Dicky Maulana, seorang petugas.
Rawan
Lokasi longsor di Kampung Kademangan tergolong rawan. Sebab, wilayah itu terdiri atas tebing yang terjal. Banyak rumah warga berdiri di atas tanah urukan dekat tebing ataupun di bawah tebing.
Mirisnya turap dibangun seadanya. Bahkan, ada bagian tebing yang belum diturap. Padahal, di situ ada dua jalan kampung yang dilalui banyak pengguna kendaraan dan warga.
Salah satu kontrakan di dekat areal longsor, misalnya. Turap kontrakan 10 pintu itu mulai retak dan pecah. Sejumlah bagian turap pun tampak menggelembung.
”Sudah diimbau, tetapi lahan milik pribadi sehingga tetap tinggal. Setiap ada pembangunan atau pengerjaan bangunan, disarankan perhatikan struktur tanah dan bangunan,” katanya.
Selain itu, setidaknya ada enam rumah warga yang berdiri di bawah tebing. Tebing itu belum sepenuhnya diturap karena sedang dalam proses pengerjaan berupa galian dan penumpukan batu.
Hassanudin Macing (40), warga sekitar, mengatakan, fondasi rumah warga dan tebing harus diturap. Sebab, ketiadaan saluran air membuat air hujan langsung mengalir ke tebing sehingga rawan longsor.
Nasihin (47), warga lainnya, menambahkan, pemerintah harus memasang plang peringatan area rawan longsor di sekitar lokasi. ”Harus ada plang peringatan agar warga berhati-hati,” ucapnya.