Pemerintah Gulirkan Wacana Reformasi Belanja Negara Tahun 2021
›
Pemerintah Gulirkan Wacana...
Iklan
Pemerintah Gulirkan Wacana Reformasi Belanja Negara Tahun 2021
Kementerian Keuangan akan menetapkan standar harga satuan untuk jenis kegiatan tertentu. Tujuannya agar kementerian/lembaga dan pemda tidak lagi mengalokasikan anggaran belanja lebih tinggi dari seharusnya.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menggulirkan wacana reformasi belanja negara yang akan dilaksanakan mulai tahun 2021. Sistem penganggaran akan diubah dan disinkronkan antara pusat dan daerah untuk meningkatkan kualitas belanja.
Dalam delapan tahun terakhir, peningkatan anggaran belanja negara belum optimal mendorong pertumbuhan ekonomi. Rendahnya kualitas belanja negara, antara lain, disebabkan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran dan tumpang tindih program.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini belanja negara dikelola tiga entitas berbeda, yaitu bendahara umum negara; kementerian/lembaga; serta pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten. Alokasi anggaran belanja belum tersinkronisasi, bahkan acap kali terdeviasi dari agenda prioritas pembangunan.
”Setiap institusi dan pemerintah daerah belanjanya rutin saja, tahun lalu dan tahun ini sama. Padahal, tantangan dan prioritas pembangunan berubah,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Mengutip data Bappenas, grafik pertumbuhan ekonomi dan belanja negara periode 2011-2018 membentuk kurva U. Belanja negara meningkat 75,34 persen dari Rp 1.294 triliun tahun 2011 menjadi Rp 2.269 triliun tahun 2018. Namun, pertumbuhan ekonomi cenderung melambat dari 6,16 persen pada 2011 menjadi 5,17 persen pada 2018.
Dari hasil kajian Bappenas, setiap 1 persen kenaikan belanja kementerian/lembaga memiliki andil terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,06 persen. Sementara setiap 1 persen kenaikan transfer dana ke daerah secara agregat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah 0,016 persen.
Namun, nyatanya, kenaikan belanja negara belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal. Pada 2017-2018, misalnya, kenaikan belanja negara sebesar 11 persen hanya memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,24 persen dari semestinya 0,66 persen.
”Reformasi belanja negara harus dilakukan agar alokasi lebih tepat sasaran dan konsisten dengan prioritas Presiden,” kata Menkeu.
Menurut Sri Mulyani, reformasi belanja negara mendesak dilakukan. Tujuannya agar belanja negara tidak sekadar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi mengurangi kemiskinan dan mengatasi kesenjangan. Belanja negara ke depan akan diarahkan berbasis kinerja dari kementerian/lembaga dan pemda.
Kemenkeu dan Bappenas kini tengah menyusun skema perbaikan sistem penganggaran. Pada dasarnya, alokasi anggaran belanja di tingkat pusat dan daerah harus sesuai dengan rencana kerja pemerintah dan agenda prioritas pembangunan. Tumpang tindih program diminimalkan agar penyaluran anggaran lebih efisien.
Secara terpisah, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menuturkan, Bappenas akan menjadi penentu program yang bisa dan tidak bisa dijalankan kementerian/lembaga. Program yang sudah dikurasi akan disinergikan dari tingkat pusat ke daerah. Dengan demikian, alokasi dan penyaluran anggaran akan lebih efektif.
”Bappenas melakukan konfigurasi dan penajaman program bersama kementerian/lembaga sebelum alokasi anggaran belanja ditetapkan,” ujar Suharso.
Implementasi 2021
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, paling tidak ada empat fokus reformasi belanja negara, yakni penajaman program dan output kegiatan, perbaikan koordinasi pusat dan daerah, penyederhanaan sistem penganggaran, serta perubahan sumber belanja. Detail perubahan belum bisa dipublikasikan.
”Skema reformasi belanja negara masih akan disiapkan tahun 2020 kemudian ditargetkan bisa terlaksana penuh tahun 2021,” kata Askolani.
Selain itu, Kemenkeu akan menetapkan standar harga satuan untuk jenis kegiatan tertentu. Tujuannya agar kementerian/lembaga dan pemda tidak lagi mengalokasikan anggaran belanja lebih tinggi dari seharusnya. Dengan demikian, efisiensi belanja bisa ditingkatkan dan potensi korupsi diperkecil.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Ahmad Akbar Susamto, berpendapat, pemerintah harus memprioritaskan belanja-belanja yang berdampak langsung bagi perekonomian, seperti belanja bantuan sosial dan belanja modal. Penyerapan belanja juga harus dikendalikan agar tidak terkonsentrasi pada akhir tahun.
Belanja yang terserap pada akhir tahun tidak berdampak optimal bagi pertumbuhan ekonomi. Belanja yang sifatnya langsung harus disalurkan secara bertahap sejak awal tahun. Salah satunya, dengan mempercepat penyerahan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) ke kementerian/lembaga dan pemda.
”Percepatan penyerahan DIPA akan mempercepat eksekusi belanja modal. Kementerian/lembaga dan pemda bisa melakukan tender dan lelang proyek sebelum 1 Januari,” ujar Ahmad.
Ia menekankan, di tengah ketidakpastian ekonomi, penggunaan anggaran yang tepat guna menjadi keniscayaan. Tata kelola anggaran yang buruk hanya akan menambah masalah negara. Perbaikan sistem penganggaran sudah dilakukan pemerintah, tetapi harus dilanjutkan dan dievaluasi secara konsisten.