Gagasan untuk menjadikan Pilkada serentak 2020 sebagai ajang uji coba penggunaan teknologi pemilu yang sebagian di antaranya berupa rekapitulasi elektronik menguat
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Gagasan untuk menjadikan Pilkada serentak 2020 sebagai ajang uji coba penggunaan teknologi pemilu yang sebagian di antaranya berupa rekapitulasi elektronik menguat. Pada sisi lain upaya formalisasi aturannya dilakukan secara beriringan.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa dalam diskusi peluncuran buku “Panduan Penerapan Teknologi Pungut-Hitung di Pemilu” di Jakarta, Selasa (3/12/2019), mengatakan hal ini menyusul telah berjalannya tahapan Pilkada Serentak 2020. Dengan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) penyelenggaraan Pilkada 2020, yang telah ditandatangani sebagai dasar pengucuran APBD maka akan relatif sulit jika teknologi pemilu berupa rekapitulasi elektronik diterapkan pada Pilkada 2020.
Pasalnya, imbuh Saan, akan ada kewajiban pengembalian dana jika dengan penggunaan teknologi tersebut anggaran yang dibutuhkan lebih kecil. Sebaliknya, jika dana yang dibutuhkan lebih besar maka akan ada konsekuensi untuk meminta tambahan anggaran.
Menurut Saan, uji coba tersebut sebaiknya dilakukan di kota-kota tertentu yang warganya relatif sudah mengakrabi teknologi. Sementara di saat bersamaan, pembuatan undang-undang terkait sama-sama dikawal.
Undang-undang tersebut, imbuh Saan, bisa jadi merupakan penggabungan UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Parpol. Atau dapat pula berupa satu bab berisikan pengaturan penggunaan teknologi dalam pemilu.
“Kita masukkan (usulan undang-undang pemiu yang berisikan penggunaan teknologi) dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2020 supaya (tahun) 2021 selesai,” kata Saan.
Selain Saan, diskusi yang dipandu pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay itu juga menghadirkan anggota Bawaslu Rahmat Bagja dan tenaga ahli KPU Mohamad Fadlillah. Selain itu hadir pula pakar teknologi pemilu dari International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Peter Wolf serta Direktur Asia Pasifik International IDEA Leena Rikkila.
Pada kesempatan itu Rahmat menekankan pentingnya transparansi untuk meningkatkan kepercayaan. Terkait sistem informasi yang dipergunakan, Rahmat menyebutkan pentingnya membuka akses terkait keberadaan dan kemampuuan sistem terkait untuk kepentingan pengawasan.
“Bagaimana mengawasi sistem informasi jika kami tidak boleh masuk,” ujar Rahmat setengah bertanya.
Sementara Fadlillah menanggapi komentar Hadar mengenai sebagian pertanyaan dari sebagian orang dalam kesempatan itu yang belum mengetahui rencana penggunaan rekapitulasi elektronik. Fadlillah mengatakan bahwa hingga saat ini memang belum ada keputusan dan peraturan tentang penggunaan rekapitulasi elektronik dalam Pilkada serentak 2020.
Saat ini, imbuh Fadlillah, KPU tengah melakukan identifikasi mengenai daerah mana saja yang sudah siap menerapkan rekapitulasi elektronik. Ia menambahkan bahwa alur prosesnya tengah disempurnakan dengan kerjasama bersama salah satu institusi perguruan tinggi.
Adapun Peter, dalam kesempatan itu mengatakan bahwa pengalaman Indonesia dalam menerapkan teknologi pemilu sangat berharga dan merupakan studi kasus yang bagus untuk negara lain. Selain itu ratusan ribu jumlah TPS dinilai menjadi solusi pintar dan menarik untuk dipelajari.