Penemuan dan penggalian terhadap struktur susunan bata yakni talud di Situs Kumitir, Mojokerto, Jawa Timur, menggairahkan kembali penelitian tentang Kerajaan Majapahit.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
MOJOKERTO, KOMPAS – Penemuan diikuti penggalian terhadap struktur tanggul dari bata di Kumitir, Mojokerto, Jawa Timur, membangkitkan gairah untuk penelitian kembali tentang Kerajaan Majapahit. Bahkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana mengadakan ekskavasi skala besar di Kumitir paling lambat April 2020 dengan melibatkan 11 Balai Pelestarian Cagar Budaya dan 6 kampus dalam Penelitian Arkeologi Terpadu Indonesia.
Selasa (3/12/2019), tidak ada aktivitas kearkeologian di lokasi yang berada di kawasan pembuatan bata depan pemakaman Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.
Kami dijanjikan diberi kompensasi sehingga kami juga akan bertanggungjawab terhadap keamanan di wilayah situs ini, ujar Tono,
Ekskavasi tahap pertama sudah dilaksanakan dan berakhir pada pekan pertama bulan lalu. Struktur berupa talud sepanjang 200 meter dari susunan bata merah kini diberi penaung sementara dari tiang bambu dan terpal.
BPCB Jatim dan Pemerintah Kabupaten Mojokerto sedang menyelesaikan pemberian kompensasi kepada pengusaha bata yang wilayahnya terdampak ekskavasi. Produksi bata tetap berlanjut. Pemilik lahan dan buruh bata berkomtmen tidak akan mengambil bata kuno atau merusak struktur yang telah digali sampai ada penggalian besar tahun depan.
“Kami dijanjikan diberi kompensasi sehingga kami juga akan bertanggungjawab terhadap keamanan di wilayah situs ini,” ujar Tono, salah satu pengusaha bata di Kumitir saat ditemui pada Selasa siang.
Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi yang sempat ditemui sebelumnya di tempat terpisah mengatakan, mendukung upaya pelestarian situs-situs purbakala di wilayah tersebut. Apalagi terkait dengan Majapahit. Untuk Kumitir, pemerintah akan menyelesaikan seluruh kompensasi pada tahun depan sesuai pos anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Tanggul
Struktur yang telah digali itu adalah talud atau tanggul yang membentang dari utara ke selatan sepanjang 200 meter, lebar 1,4 meter, dan tinggi 1,2 meter. Di ujung selatan, tanggul membentuk siku lalu ada penggalan struktur ke arah barat. Ini mengindikasikan struktur berupa segi empat. Namun, siku di ujung utara belum ditemukan sehingga panjang struktur ini belum bisa dipastikan.
Penguat tanah disusun dari bata-bata merah. Bahan bangunan itu masing-masing berdimensi panjang 32 cm, lebar 18 cm, dan tinggi 6 cm. Ukuran ini sama persis dengan susunan bata peninggalan di Majapahit di Trowulan dan Jatirejo. Untuk itu, bisa diyakini bahwa talud di Kumitir merupakan peninggalan era kerajaan tersebut.
Apa fungsinya? Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho selaku ketua tim eksvakasi situs itu mengatakan, kemungkinan besar adalah talud untuk mencegah banjir dari Sungai Brangkal (dahulu disebut Pikatan) yang ada di sisi timur sejauh 2-3 Km. “Kami menduga Pikatan dulunya tidak jauh di sisi timur talud ini,” katanya.
Penemuan tanggul di Kumitir seakan mengonfirmasi besarnya kompleks kota raja Majapahit. Sejauh ini belum ada petunjuk kuat seberapa luas batas kota raja. Temuan di Kumitir, lanjut Wicaksono, bisa dianggap sebagai batas timur yang berjarak sekitar 4 Km di sisi timur situs kedaton atau sumur upas di, Sidodadi, Trowulan yang diduga sebagai letak keraton. Kumitir berjarak 2 Km di sisi timur Candi Tikus yang merupakan petirtaan atau pemandian.
Kami menduga Pikatan dulunya tidak jauh di sisi timur talud ini, kataWicaksono
Fungsi situs Kumitir juga tak bisa dilepaskan dari keberadaan reruntuhan bata dalam kompleks makam Dusun Bendo itu. Sekitar 100 meter di selatan makam terdapat stupa yang sudah rusak. Menurut kalangan warga, stupa itu dirusak saat ada geger PKI antara tahun 1966-1968.
Mintadin (57), warga Kumitir, saat ditemui Kompas sedang menjaga makam mengatakan, masih ingat cerita ayahanda bernama Karimin bahwa sebelum ada geger PKI, reruntuhan bata di makam adalah candi tetapi sudah rubuh berserakan. “Kata bapak saya, candi itu sudah ada lama sekali tetapi juga tidak diurus waktu zaman Belanda,” katanya.
Wicaksono mengatakan, keterangan Mintadin dan keberadaan stupa mengindikasikan fungsi penting Kumitir. Nagarakretagama yang menceritakan Majapahit memuat nama Kumitir sebagai tempat pendarmaan Narasinghamurti.
Pararaton yang mengisahkan Singhasari juga menceritakan tempat bernama Kumeter yang merupakan lokasi pendarmaan Narasinghamurti. “Ada keselarasan dari dua kitab itu tentang Kumitir,” katanya.
Narasinghamurti, keturunan Ken Arok dan Ken Dedes, diyakini sebagai pemimpin atau penasihat utama Raja Tumapel Wisnuwardhana, keturunan Ken Dedes dan Tunggul Ametung. Sejarah telah menceritakan polemik perebutan kekuasaan Tumapel ketika Ken Arok membunuh Tunggul Ametung.
Kepemimpinan Wisnuwardhana bersama Narasinghamurti menandakan berakhirnya konflik keluarga tersebut. Narasinghamurti yang juga dikenal dengan nama Mahisa Cempaka selanjutnya berketurunan sampai Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Wisnuwardhana menurunkan Gayatri yang tak lain adalah salah satu istri Raden Wijaya.
Wicaksono cukup yakin, sosok Narasinghamurti dan Wisnuwardhana amat dihormati oleh para keturunannya yang kemudian mendirikan dan membesarkan Majapahapit. Itulah mengapa dibangun pendarmaan yang berupa kompleks percandian di Kumitir.
Raja Majapahit Hayam Wuruk kemudian memugar dan memperindah kompleks Kumitir sebagai penghormatan kepada leluhurnya. “Hayam Wuruk merupakan raja Majapahit yang dikenal banyak memugar tinggalan kerajaan terdahulu,” katanya.