Potensi pasar di Indonesia besar. Usaha rintisan di bidang perdagangan secara elektronik berupaya menjaga pertumbuhan bisnis berkelanjutan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Kendati pasar potensi Indonesia cukup besar, namun tidak mudah mengembangkan layanan di sektor ekonomi digital. Upaya itu memerlukan strategi yang mampu menjaga pertumbuhan bisnis secara berkelanjutan.
Di Indonesia, berdasarkan data startupranking.com, jumlah usaha rintisan terbanyak ada di Amerika Serikat, yakni 47.529 unit. Adapun di Indonesia sebanyak 2.164 unit. Tidak semuanya berupa layanan perdagangan elektronik dan tidak semuanya bergerak di layanan teknologi finansial.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara berpendapat, salah satu persoalan yang dihadapi industri layanan perdagangan secara elektronik atau e-dagang adalah kompetisi dalam pemberian subsidi dari pemain yang skala usahanya relatif besar kepada konsumen. Dalam ilmu ekonomi, subsidi -antara lain berupa bebas ongkos kirim dan imbal tunai- tersebut menghalangi pemain berskala usaha lebih kecil atau pendatang baru untuk berkembang.
"Fenomena itu menciptakan industri tumbuh tidak sehat. Hal ini sebenarnya sudah pernah terjadi di industri transportasi umum berbasis aplikasi sekitar 2-3 tahun lalu," ujar Bhima di sela-sela seminar "Telco Outlook 2020", Senin (2/12/2019), di Jakarta.
Menurut Bhima, penyebab utama usaha rintisan bidang teknologi layanan e-dagang banyak berdiri di Indonesia bukan karena latah. Menurut dia, pasar e-dagang Indonesia mempunyai permintaan besar yang harus dipenuhi.
Di Amerika Serikat, Amazon dan eBay menjadi pemain dominan di industri e-dagang.
Nilai ekonomi internet di Asia Tenggara, berdasarkan laporan studi ”e-Economy SEA 2019”, diperkirakan 100 miliar dollar AS pada 2019. Nilai ekonomi digital Indonesia sekitar 40 miliar dollar AS pada 2019.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan, perusahaan rintisan bidang e-dagang mengejar pertumbuhan. idEA saat ini beranggotakan 220 perusahaan. Sebelumnya, anggotanya pernah 347 perusahaan.
Chief Marketing Officer PT Global Digital Prima (GDP) Venture Danny Oei Wirianto berpendapat, mendirikan dan mengembangkan perusahaan e-dagang bukan hal sederhana. Pendiri harus mempunyai tim serta akses atau sumber pendanaan yang kuat.
Sebagai investor, Danny mencermati, ada sejumlah usaha rintisan bidang teknologi yang menciptakan solusi atau inovasi sekadar menyenangkan untuk diakses konsumen. Inovasi yang ditawarkan bukan yang dibutuhkan konsumen. Padahal, seperti bisnis pada umumnya, perusahaan rintisan juga harus memikirkan strategi pertumbuhan berkelanjutan.
ada sejumlah usaha rintisan bidang teknologi yang menciptakan solusi atau inovasi sekadar menyenangkan untuk diakses konsumen
"Sebagai investor, kami dituntut mempunyai kemampuan memproyeksi solusi teknologi yang dibutuhkan pada masa depan dan bisa tumbuh jangka panjang. Terkait benda terhubung internet (IoT), misalnya, kami telah berinvestasi enam tahun lalu. Saat kami terlibat dalam putaran pendanaan, kami bukan hanya memikirkan produk laku di Indonesia, melainkan juga pasar global," ujar Danny.
Tidak mudah
Pendiri dan CEO Bhinneka.com Hendrik Tio yang dihubungi terpisah mengemukakan, membesarkan perusahaan teknologi hingga berusia di atas 10 tahun bukan persoalan mudah. Bhinneka.com meyakini, di balik inovasi teknologi harus ada layanan yang kuat. Perusahaan juga mempunyai pekerja kompeten.
Saat ini, Bhinneka.com bergerak di bisnis dalam jaringan ke luar jaringan yang berusaha menyediakan produk sesuai segmentasi konsumen. Bhinneka.com memiliki tim penjualan yang mampu menangani lebih dari 500.000 klien korporat. Ada juga tim layanan konsumen yang siap membantu pelanggan mulai dari segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga korporat.
Founder dan CEO Ralali, Joseph Aditya, berpendapat, secara makro, kondisi pelambatan perekonomian global memengaruhi perkembangan usaha rintisan bidang teknologi di Indonesia, terutama dari sisi aliran permodalan. Ia mencontohkan, suntikan investasi baru kemungkinan menurun karena investor dan pemodal ventura usaha rintisan kebanyakan berasal dari luar negeri.
Deputy Chief Marketing Officer Blibli.com Andy Adrian mengatakan, sebagai perusahaan e-dagang dalam negeri. Blibli.com didukung investor lokal yang memiliki komitmen jangka panjang.
Sementara, CEO Tokopedia William Tanuwijaya masih melihat peluang besar bagi industri e-dagang untuk tumbuh. Tokopedia memiliki 6,8 juta mitra penjual pada Oktober 2019.
Tahun ini, Tokopedia berusia 10 tahun. Pihaknya fokus meningkatkan kinerja sehingga berharap membukukan keuntungan pada 2020. (MED)