Berdemokrasi, Generasi Muda Perlu Aktif di Dunia Nyata
›
Berdemokrasi, Generasi Muda...
Iklan
Berdemokrasi, Generasi Muda Perlu Aktif di Dunia Nyata
Perkembangan teknologi digital membuat generasi muda kebanyakan berdemokrasi melalui dunia maya. Keterlibatan anak muda secara nyata ditunggu. Apalagi, mereka adalah elemen penting yang membentuk masa depan demokrasi.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS — Perkembangan teknologi digital membuat generasi muda kebanyakan berdemokrasi melalui dunia maya. Keterlibatan anak muda secara nyata ditunggu. Apalagi, mereka merupakan elemen penting yang membentuk masa depan demokrasi suatu bangsa.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan, dalam era Revolusi Industri 4.0, teknologi digital menjadi platform baru bagi masyarakat untuk menyuarakan demokrasi atau berkomunikasi dengan pemerintah. Saluran ini banyak digunakan oleh anak muda.
”Namun, generasi muda mulai mengabaikan pentingnya berkomunikasi dalam dua saluran, yakni secara digital dan secara konvensional atau dengan kata lain berinteraksi secara langsung. Akibatnya, mereka kerap melewati kesempatan untuk terlibat dalam pembuatan keputusan,” kata Mahendra, dalam Bali Democracy Students Conference (BDSC), di Nusa Dua, Bali, Rabu (4/12/2019).
BDSC merupakan salah satu rangkaian acara dari Bali Democracy Forum (BDF) ke-12 yang digelar selama 5-6 Desember 2019 di Bali. BDSC menghadirkan 113 anak muda dari sekitar 50 negara untuk berdiskusi mengenai peran anak muda dalam demokrasi.
Mahendra menyebutkan isu Brexit di Inggris sebagai contoh kasus mengenai pentingnya berdemokrasi melalui dua saluran. Anak muda Inggris aktif menyuarakan penolakan Inggris keluar dari Uni Eropa. Namun, mayoritas pemilih muda justru tidak hadir ketika referendum terkait Brexit digelar pada 2016. Inggris akhirnya diputuskan tetap keluar dari UE.
”Generasi muda harus ingat bahwa merekalah yang akan merasakan dampak keputusan yang diambil saat ini, bukan generasi lama. Di Indonesia, anak muda mulai sadar pentingnya terlibat dalam mengambil keputusan karena tingkat partisipasi dalam Pilpres 2019 mencapai di atas 80 persen,” tuturnya.
Penggunaan medsos
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyampaikan, tidak bisa dimungkiri anak muda memiliki peran yang penting dalam berdemokrasi. Demokrasi merupakan elemen penting dalam sebuah komunitas dan bangsa karena mengedepankan hak seluruh warga.
”Kami ingin agar kepiawaian anak menggunakan media sosial dipakai untuk menyebarkan hal yang positif dan baik bagi bangsa. Dengan demikian, jika semua sama-sama melakukan hal itu, maka akan menjadi lebih baik,” ujar Retno.
Mahendra menambahkan, anak muda yang memiliki banyak pengikut di media sosial secara tidak langsung menjadi pemimpin yang lebih efektif memengaruhi orang lain ketimbang politisi. Namun, anak muda juga perlu menyadari bahwa diri mereka menjadi penyaring utama dalam menyebarkan informasi di media sosial, terlepas dari upaya pemerintah untuk mengatasi hoaks dan berita palsu.
Rediet Getahun (26), peserta BDSC dari Etiopia, ingin mempelajari upaya yang dilakukan oleh anak muda Indonesia dalam menjaga demokrasi. Sama seperti Indonesia, Etiopia juga dihantam oleh hoaks dan berita palsu menjelang pemilihan perdana menteri baru.
”Berita hoaks dan palsu di media sosial muncul begitu banyak sehingga menimbulkan keresahan. Pemerintah juga kewalahan untuk mengonfirmasi berita-berita tersebut. Untuk itu, saya pikir anak muda Etiopia, terutama mahasiswa, dapat mengisi celah itu,” kata Getahun, mahasiswa di Addis Ababa University.