Jelajah Pengembangan Nuklir di Indonesia
Selama 61 tahun, Indonesia sudah mampu mengelola dan memanfaatkan teknologi tenaga nuklir. Fungsi riset dan pengembangan menjadi tugas Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Sejak 1958, Indonesia sudah mengelola dan memanfaatkan teknologi tenaga nuklir melalui Badan Tenaga Nuklir Nasional. Fokusnya, sebagai lembaga penelitian dan pengembangan yang mengurusi masalah nuklir dari hulu hingga hilir.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) genap berusia 61 tahun pada 5 Desember 2019. Lembaga yang semula bernama Badan Tenaga Atom Nasional ini lahir dari geopolitik persaingan pengembangan nuklir global.
Linimasa Batan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi nuklir dunia saat itu. Pada akhir 1950-an negara adidaya dunia kerap melakukan uji bom beradiasi radioaktif. Salah satunya Amerika Serikat yang secara konstan menguji bom hidrogen dan nuklir di wilayah Pasifik.
Maret hingga Mei 1954, Komisi Energi Atom (AEC) Amerika Serikat melakukan enam percobaan bom hidrogen di Pulau Karang Bikini, Kepulauan Marshall, Laut Pasifik. Setahun kemudian, Mei 1955 Amerika Serikat kembali melakukan percobaan bom nuklir di kedalaman Samudra Pasifik. Lagi, tahun 1956, AS menguji bom hidrogen yang dijatuhkan dari pesawat berlokasi di Pulau Karang.
Rangkaian uji coba nuklir Amerika Serikat di kawasan pasifik membuat gundah Indonesia. Presiden Soekarno merasa perlu dilakukan survei untuk melihat sejauh mana dampak pencemaran radioaktif di wilayah Indonesia.
Presiden Soekarno kemudian menetapkan Keppres Nomor 230 Tahun 1954 guna membentuk Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitas yang ditugaskan menyelidiki radiasi radioaktif. Panitia ini diketuai Gerrit Augustinus (GA) Siwabessy, pakar bidang atom yang juga pendiri Lembaga Tenaga Atom.
Panitia Penyelidikan kemudian mengirim tim ke wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Samudra Pasifik untuk menyelidiki dampak pencemaran radioaktif. Survei digelar di Manado, Ambon, dan Papua.
Hasil pengukuran kadar radiasi dilakukan dengan obyek sampel air laut, daun, tanaman, dan rumput. Hasilnya tidak ditemukan pencemaran radioaktif di wilayah Indonesia.
Tapak awal
Walau dinyatakan aman dari radiasi nuklir, Presiden Soekarno melihat pentingnya Indonesia ikut menguasai teknologi atom. Keinginan Bung Karno tergambar pada pidato kenegaraan memperingati hari kemerdekaan, Agustus 1956.
Bung Karno menekankan perihal pengembangan tenaga atom. Setidaknya terdapat sepuluh kali Presiden Soekarno ucapkan kata ”atom” yang terkait dengan energi atom dan bom atom.
Bung Karno mengajak masyarakat Indonesia menyongsong era atom yang damai dan bertujuan menyejahterakan umat manusia. Pemerintah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1958 tentang Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom. Regulasi yang ditetapkan pada 5 Desember 1958 tersebut menandai hari lahir Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).
Keinginan Bung Karno ditindaklanjuti dengan komitmen pembangunan reaktor atom. Pada 9 April 1961, Presiden Soekarno memimpin peletakan batu pertama pembangunan Reaktor TRIGA Mark II di Bandung. TRIGA adalah singkatan dari ”Training, Research, Isotopes, General Atomics”.
Reaktor ini memang didesain untuk wahana pelatihan dan penelitian. Empat tahun lamanya dibangun reaktor ini. Diresmikan oleh Presiden Soekarno sendiri pada Desember 1965.
Pada kesempatan peresmian, Soekarno menyampaikan pidatonya. Sepenggal ucapannya berbunyi, ”Teknologi nuklir dan ruang angkasa merupakan dua hal yang harus dikuasai sebagai kebanggaan sekaligus agar disegani negara lain.” Penguasaan teknologi atom atau nuklir dipandang sebagai jalan menuju negara modern sekaligus negara yang terpandang di mata dunia.
Berakhirnya era pemerintahan Orde Lama, pengembangan atom tetap menjadi perhatian pemerintah. Sepuluh tahun berselang, Presiden Soeharto membentuk Dewan Tenaga Atom yang langsung bertanggung jawab kepada presiden. Sepaket dengan pembentukan formasi Dewan Tenaga Atom, Presiden Soeharto melakukan reorganisasi tubuh Batan.
Lembaga ini ditugasi melakukan penelitian serta pendayagunaan tenaga atom dalam bidang kesehatan, pertanian, dan perdamaian (Kompas, 28/10/1968).
Saat ini, terdapat tiga reaktor nuklir di Indonesia yang dikelola Batan. Ketiganya adalah Reaktor TRIGA Mark II yang kini berganti nama TRIGA 2000 di Bandung, Reaktor Kartini yang ada di Yogyakarta, dan Reaktor Serba Guna GA Siwabessy di Serpong.
Nuklir damai
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran mengamanatkan Batan bertugas melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Batan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan, eksplorasi bahan galian nuklir, produksi bahan baku untuk pembuatan bahan bakar nuklir, produksi radioisotop untuk keperluan penelitian, serta pengelolaan limbah radioaktif.
Ragam riset dilakukan Batan dalam kerangka mengembangkan nuklir damai. Penelitian nuklir dikembangkan untuk berbagai fungsi, seperti lingkungan hidup, energi, dan pertanian.
Di bidang lingkungan, nuklir dikaji untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, Batan mengembangkan varietas unggul tanaman pangan yang memiliki produktivitas tinggi, tahan hama, dan disukai warga.
Selain itu, Batan membantu negara-negara Pasifik belajar memakai radioisotop untuk mengetahui sejarah kenaikan permukaan laut dan memprediksi laju kenaikan permukaan laut.
Di bidang energi, Batan mengembangkan reaktor berpendingin gas suhu tinggi skala riset untuk mengurangi pemakaian sumber energi fosil yang mempercepat pemanasan global.
Batan juga mengembangkan varietas tanaman tahan perubahan iklim. Contohnya, varietas tanaman tahan kekeringan karena banyak tanah lebih kering dan tanaman padi tahan genangan air bagi area rawan banjir.
Tantangan
Penguasaan teknologi nuklir untuk maksud damai telah dirintis Indonesia sejak 1958. Selama 61 tahun, Batan sudah memberikan bukti kemampuan pemanfaatan teknologi nuklir.
Kontribusi ini sudah diakui dunia. Pada 2017, Batan ditunjuk IAEA sebagai pusat pelatihan pemuliaan tanaman pangan bagi negara-negara di Asia Pasifik dan Afrika dalam meningkatkan kapasitas teknologi nuklir di bidang pemuliaan tanaman.
Batan dinilai berhasil menciptakan banyak varietas unggul tanaman, seperti padi, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, sorgum, dan gandum. Berbagai varietas yang ditanam dengan teknik iradiasi ini sudah ditanam di sejumlah daerah. Batan juga menghasilkan sejumlah radiofarmaka yang digunakan untuk diagnosis dan terapi sejumlah penyakit kanker di Indonesia.
Linimasa pengembangan teknologi nuklir yang dilakukan Batan menggambarkan kemampuan pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai di berbagai sektor. Kontribusinya juga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tantangannya, kurangnya komunikasi kepada masyarakat tentang pentingnya nuklir dalam kehidupan, membuat pemanfaatan nuklir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kurang maksimal.
Melibatkan kerja sama dengan mitra penelitian dan pengembangan di kalangan akademisi atau universitas, swasta, kementerian, baik nasional maupun luar negeri dapat mengakselerasi pengembangan teknologi nuklir damai Indonesia. (LITBANG KOMPAS)