Mantan Menteri Lukman Tak Tahu Tujuan Uang dari Haris
Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjadi saksi untuk terdakwa kasus dugaan korupsi mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengakui tetap meloloskan Haris Hasanudin untuk menjabat Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur sekalipun dia pernah dijatuhi sanksi disiplin pegawai negeri sipil.
Lukman juga tak menampik pernah ada uang dari Haris untuk dirinya. Namun, tak jelas tujuan uang diberikan. Uang diserahkan melalui ajudannya.
Setelah mengetahui adanya uang itu, dia mengaku meminta ajudannya untuk segera mengembalikan kepada Haris. Namun, ajudannya disebutnya tak mengembalikan uang itu. Dia baru tahu setelah operasi tangkap tangan terhadap Haris oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah mengetahuinya, dia lantas menginstruksikan ajudannya untuk menyerahkan uang itu ke KPK.
Lukman menyampaikan hal itu saat diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa kasus dugaan korupsi, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy atau Romy.
Sidang ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (4/12/2019).
Selain Lukman, ada empat saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum. Para saksi lainnya ialah tokoh PPP, KH Asep Saleh C; Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Jawa Timur NormanZein Nahdi; Ketua DPW PPP Jawa Timur Musyaffa Noer; dan staf pribadi Romy, Amin Nuryadi.
Dalam berkas dakwaan Romy, Romy bersama dengan Lukman pada periode Januari 2019 sampai Maret 2019 diduga menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp 325 juta dari Haris. Uang diberikan untuk meloloskan Haris dalam seleksi jabatan sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur pada Desember 2018. Haris sudah divonis 2 tahun penjara pada Agustus lalu.
Baca juga : Romy Bersama Menag Didakwa Terima Rp 325 Juta
Dalam sidang, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawan Yunarwanto, menanyakan langsung apa yang menjadi pertimbangan Lukman dalam meloloskan Haris sekalipun dia telah dijatuhi sanksi disiplin pegawai negeri sipil berupa penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Tanya jawab tersebut sebagai berikut:
Tadi, kan, Saudara (Lukman) menerangkan selain track record kepegawaian, tapi juga sosio-kultural. Saudara lebih mementingkan yang mana untuk orang yang menjabat?
Ini satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan secara tegas dan itu juga melihat konteks lokasi dan jabatan yang akan diduduki apakah jabatan itu lebih memerlukan kompetensi manajerial, teknis, atau sosio-kultural.
Jadi itu sangat tergantung situasi dan kondisi di mana lokasi dan apa jabatannya dan siapa orang yang akan mengisinya.
Kalau kita lihat, Haris ini secara kepegawaian pernah terkena sanksi disiplin, kemudian pada waktu proses seleksi ada beberapa calon lain yang tidak pernah terkena sanksi disiplin, apa yang kemudian menjadi pertimbangan saudara, lebih memilih orang yang pernah terkena sanksi disiplin?
Pertama, pertimbangan saya bahwa seseorang yang pernah melakukan sanksi dan sudah menjalani sanksi hukuman, maka ketika dia sudah menjalani hukuman, dia kembali ke keadaan normal. Dalam artian, hak-haknya sama dengan yang tidak pernah melakukan kesalahan atau tidak pernah dihukum. Jadi, statusnya sama saja.
Kedua, pertimbangannya, karena ketika dia (Haris) menjadi Plt (pelaksana tugas), saya tahu kinerja dan kompetensinya dan saya merasa, dibanding calon-calon yang lain, saya melihat dia memiliki kelebihan terkait dengan kompetensi untuk menjabat sebagai Kepala Kanwil Jatim.
Apakah juga karena masukan dari terdakwa (Romy)?
Tidak, bahkan saya ingin mengatakan, terdakwa justru memberikan nama lain, bukan nama Saudara Haris.
Siapa?
Seingat saya, Saudara Amin kalau enggak salah, mungkin nanti bisa ditanyakan langsung. Salah satu calon yang ikut proses, tapi sekadar pandangan terdakwa itu.
Pemberian uang
Lebih lanjut, Lukman tidak menampik bahwa Haris juga memberikan uang kepadanya melalui ajudannya. Namun, Lukman menyatakan telah melaporkan pemberian gratifikasi itu kepada KPK. Berikut petikannya:
Apakah dalam proses kemudian, Haris pernah menyampaikan kepada Saudara bahwa dia sedang dalam proses ikut seleksi dan meminta bantuan kepada Saudara untuk menduduki jabatan tersebut?
Pernah menyampaikan ikut proses, tapi tidak pernah meminta bantuan untuk diloloskan.
Kapan momen itu?
Seingat saya, ketika melakukan kunjungan ke Jawa Timur, kemudian yang bersangkutan menyampaikan dirinya sedang ikut proses seleksi.
Kunjungan ke Tebuireng (Jombang, Jawa Timur), masih ingat tanggalnya?
Saya lupa tanggalnya.
Apakah di momen itu di Tebuireng kemudian ada penyampaian dari Haris terkait yang bersangkutan ikut seleksi?
Seingat saya tidak.
Di Hotel Mercure maupun Tebuireng, apakah Saudara pernah menerima sesuatu dari Haris?
Belakangan saya baru tahu. Jadi, kalau bisa saya ceritakan, pertama yang kasus Tebuireng kejadian itu hari Sabtu kalau saya tidak salah ingat, lalu saya datang pagi bersama-sama dengan Saudara Haris. Lalu, saya pulang sudah menjelang sore, lalu tiba di rumah saya, Jakarta.
Baru pada saat itu, ajudan saya (Heri Purwanto) menyampaikan, dia menerima uang sejumlah Rp 10 juta yang dikatakan oleh ajudan saya dari Saudara Haris.
Saya kemudian bertanya, ini uang apa. Ajudan saya tidak bisa menjawab karena hanya diminta untuk disampaikan kepada Pak Menteri.
Pada saat itu juga, saya meminta kepada ajudan saya untuk membalikkan. Jadi, saya sama sekali tidak pernah menyentuh uang itu. Saya meminta untuk mengembalikan uang itu karena saya merasa tidak berhak menerima uang itu.
Coba Saudara ingat, yang Saudara terima itu nominalnya Rp 10 juta atau Rp 20 juta?
Yang disampaikan oleh Saudara Heri adalah Rp 10 juta karena saya jangankan menghitung, saya memegangnya pun tidak. Saya hanya melihat amplop coklat saja, tidak tahu isinya.
Penyampaian itu sebagai apa, honor tambahankah?
Saudara Heri tidak menjelaskan apa pun. Ia hanya menyatakan, ini dari Pak Haris untuk disampaikan ke Menteri.
Ajudan Saudara apakah menyampaikan uang itu langsung dari Haris atau dari orang lain yang diperintah Haris?
Saudara Heri hanya menyatakan kepada saya, ini ada uang Rp 10 juta dari Pak Haris untuk disampaikan kepada Pak Menteri. Hanya itu saja.
Kemudian, uang tersebut sekarang ada di mana?
Belakangan, saya baru tahu setelah terjadi peristiwa 15 Maret 2019, operasi tangkap tangan, ternyata uang itu belum diserahkan kembali oleh Saudara Heri kepada Saudara Haris. Jadi waktunya tidak sempat menyampaikan itu.
Kemudian saya memerintahkan Saudara Heri untuk melaporkan penerimaan uang itu sebagai gratifikasi untuk dilaporkan kepada KPK dan saya sudah memiliki tanda bukti bahwa ini gratifikasi yang sebagai penyelenggara negara, saya tidak berhak menerimanya.
Jadi, atas laporan itu Rp 10 juta, ya, karena kalau kita cross check dengan keterangan Haris itu berbeda, yaitu Rp 20 juta. Maka ini mau mencoba memastikan, Rp 10 juta atau Rp 20 juta?
Saudara Heri menyampaikan kepada saya Rp 10 juta dan memang saya tidak pernah menghitung berapa jumlahnya. Saya hanya berdasarkan laporan ajudan saya.
Apakah dalam kunjungan Saudara ke Jawa Timur, pernah menerima yang lainnya dari Haris?
Tidak.
Ada sebesar pemberian Rp 50 juta kepada Saudara?
Tidak pernah.
Atau mungkin melalui ajudan?
Sama sekali (tidak). Kedua ajudan saya (Heri dan Mukmin Timoro) berkali-kali saya tanya apakah pernah menerima, keduanya menyatakan tidak pernah menerima.
Tidak tunduk
Dalam sidang, Lukman juga menyatakan, dirinya dan Romy memang berasal dari partai yang sama, yaitu PPP. Namun, Lukman menegaskan, dirinya tidak tunduk kepada Romy yang merupakan mantan Ketua Umum PPP. Hal ini disampaikannya saat ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri.
Secara organisasi, dengan Romy terikat ikatan organisasi semacam partai politik?
Iya.
Apakah tunduk?
Tidak. Secara hierarki, Romy adalah ketua umum, saya ketua majelis pakar. Ketua majelis pakar itu tidak tunduk dan tidak berada secara hierarki di bawah ketua umum. Pimpinan majelis bisa minta keterangan terkait kebijakan ketua umum.
Sebagai kader, pernah menolak permintaan dari ketua umum?
Pernah, beberapa kali. Seperti biasa, saya minta pandangan beliau, ketua umum partai, terhadap beberapa lowongan jabatan, sekadar ingin mengetahui karena ketua umum partai punya relasi hubungan luas. Saya ingin dapat masukan soal kompetensi sosio-kultural.
Untuk Yang Mulia ketahui bahwa untuk menduduki jabatan strategis, seseorang tidak hanya punya kompetensi teknis, manajerial, tapi sosio-kultural. Artinya, bagaimana pandangan sekeliling, tentu salah satu yang saya mintai masukan adalah ketua umum saya dan pandangan jawaban beliau tidak selalu sama dengan saya karena saya tentu punya pertimbangan lain yang penting untuk dipertimbangkan.