Musim Hujan Tiba, Sidoarjo Siapkan 200 Sukarelawan Tanggap Bencana
›
Musim Hujan Tiba, Sidoarjo...
Iklan
Musim Hujan Tiba, Sidoarjo Siapkan 200 Sukarelawan Tanggap Bencana
Sedikitnya 200 sukarelawan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, bersiaga tanggap bencana seiring datangnya musim hujan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Sedikitnya 200 sukarelawan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, bersiaga tanggap bencana seiring datangnya musim hujan. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi dampak bencana hidrometeorologi dan memberikan perlindungan maksimal kepada masyarakat.
Kesiapsiagaan menghadapi bencana diawali dengan menggelar Apel Siaga Tanggap Bencana di Alun-alun Sidoarjo, Rabu (4/12/2019). Selain sukarelawan, kesiapsiagaan sarana dan prasarana untuk penanganan bencana juga ditampilkan dan diperiksa ulang.
”Hal itu untuk memastikan para sukarelawan maupun sarana dan prasarana penanganan bencana berfungsi maksimal pada saat diperlukan,” ujar Kepala BPBD Sidoarjo Dwijo Prawiro.
Adapun sarana dan prasarana penanganan bencana yang disiagakan antara lain ambulans, kendaraan dapur umum, perahu karet, serta tenda darurat untuk posko bencana dan pengungsi korban bencana. Selain itu, ada pula kendaraan dan sepeda motor untuk evakuasi atau penyelamatan saat bencana.
Hal itu untuk memastikan para sukarelawan maupun sarana dan prasarana penanganan bencana berfungsi maksimal pada saat diperlukan.
Dwijo mengatakan, potensi bencana hidrometeorologi di Sidoarjo sangat tinggi. Bencana datang seiring musim pancaroba atau peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan. Pada saat seperti itu biasanya terjadi angin kencang atau angin puting beliung. Adapun daerah rawan bencana angin kencang ini tersebar merata di 18 kecamatan di Sidoarjo.
Berdasarkan data BPBD Sidoarjo, selama tahun 2019 terjadi 10 bencana angin puting beliung yang menyebabkan kerusakan material, seperti rusaknya bangunan rumah warga, gedung sekolah dan perkantoran, serta fasilitas ibadah. Dari 18 kecamatan, yang paling rawan bencana angin kencang adalah Kecamatan Sedati, Waru, dan Tulangan.
Selain bencana angin kencang, Sidoarjo juga rawan bencana banjir. Bencana banjir itu salah satunya disebabkan sungai yang meluap karena tidak mampu menampung air hujan. Luapan terjadi karena kondisi sungai dangkal. Hal itu karena sedimentasi di dasar sungai tinggi.
Kondisi sungai di Sidoarjo diperparah dengan banyaknya eceng gondok sehingga menghambat laju aliran air. Laju aliran air ini penting karena secara geografis, Kabupaten Sidoarjo berada di daerah hilir sehingga sungai-sungainya menerima aliran air dari daerah hulu, seperti Mojokerto.
Faktor lain penyebab banjir adalah saluran pembuangan atau drainase permukiman yang tidak berfungsi maksimal. Hal itu terjadi karena minimnya perawatan saluran drainase sehingga menjadi dangkal. Bahkan, saluran pembuangan kerap dijadikan tempat pembuangan sampah.
Perawatan saluran drainase ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga masyarakat. Pekerjaan perawatan saluran drainase bisa dikerjakan bersama-sama di bawah koordinasi pemerintah desa atau kelurahan. Pekerjaannya juga bisa dilakukan secara gotong royong atau diswakelolakan.
Tanggul lumpur
Bencana hidrometeorologi di Sidoarjo tidak hanya angin kencang dan banjir. Ada juga bencana longsor pada tanggul penahan kolam penampungan lumpur Lapindo. Longsornya tanggul akan mengakibatkan terjadinya aliran lumpur ke permukiman warga di sekitarnya atau fasilitas umum, seperti infrastruktur jalan.
Semburan lumpur Lapindo terjadi sejak 2006 di Desa Porong, Kecamatan Porong. Semburan itu aktif hingga sekarang atau berusia lebih dari 13 tahun meskipun volume material yang keluar cenderung berkurang.
Material lumpur ini sebagian ditampung di kolam-kolam dan sebagian dialirkan ke Sungai Porong. Luas kawasan yang terendam lumpur mencapai 671 hektar, tersebar di 19 desa dan tiga kecamatan, yakni Tanggulangin, Porong, dan Jabon.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah mengatakan, tingginya potensi bencana di wilayahnya menuntut upaya maksimal dalam penanganan. Hal itu penting guna meminimalkan dampak bencana dan memaksimalkan penanganan terhadap masyarakat yang terdampak. Alasannya, bencana berpotensi menurunkan kualitas hidup masyarakat, bahkan bisa membuat warga menjadi jatuh miskin.
Oleh karena itu, agar penanganan bencana bisa dilakukan secara maksimal, pihaknya meminta seluruh pihak terlibat. Artinya, bencana bukan hanya tanggung jawab BPBD, melainkan seluruh masyarakat dan instansi terkait, seperti dinas kesehatan dan dinas sosial.
”Saya mengajak semua institusi merapatkan barisan, meningkatkan koordinasi secara terencana dan berkesinambungan dengan semangat gotong royong yang tinggi,” ucap Saiful Ilah.