Pelda Mergiyono dan Yuli Mengubah Limbah Kayu Jadi Stik Es Krim
›
Pelda Mergiyono dan Yuli...
Iklan
Pelda Mergiyono dan Yuli Mengubah Limbah Kayu Jadi Stik Es Krim
Limbah kayu pinus dan alba yang terbuang percuma, berubah jadi benda berharga di tangan Pelda Margiyono. Ia menggerakkan ratusan warga Purbalingga untuk mengubahnya jadi stik es krim untuk menambah penghasilan keluarga.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Limbah kayu pinus dan alba yang terbuang percuma, berubah jadi benda berharga di tangan Pelda Margiyono. Bukan itu saja, Margiyono juga melibatkan lebih dari 500 warga Purbalingga membuat stik es krim. Perlahan warga memiliki alternatif penghasilan di luar pekerjaan aslinya sebagai buruh tani.
“Limbah kayu ini dulu hanya dibakar dan menyebabkan polusi. Asapnya hitam dan mengotori jemuran warga di sekitar pabrik,” kata Pembantu Letnan Dua Margiyono (49), Rabu (6/11/2019) di Purbalingga, Jawa Tengah. Sehari-hari Margiyono adalah bintara pembina desa alias babinsa di Purbalingga.
Sekitar tahun 2008, banyak warga yang memprotes keberadaan pabrik kayu, sehingga pihak pabrik kebingungan mencari solusi bagi limbahnya. Margiyono yang kala itu bertugas sebagai Babinsa di Desa Pegandekan, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga mencari akal bagaimana memanfaatkan limbah tersebut.
Suatu ketika, Margiyono bersama keluarga belanja ke Pasar Wage di Purwokerto dan melihat olahan kayu yang dijual di salah satu toko. Olahan kayu itu berupa stik es krim serta mainan anak-anak dari lempengan kayu. Selanjutnya dia pun mencoba membuat stik es krim menggunakan alat sederhana. “Semula alat yang dipakai sederhana, hanya cutter, penggaris, dan kaca sebagai alasnya,” tuturnya.
Didukung sang istri, Yuli Handayani (45), Margiyono membuat stik es krim dan bisa dijual di Purbalingga serta Purwokerto. Saat itu, mereka bisa membuat stik es krim hingga tiga karung. Karena permintaan yang terus meningkat, Margiyono kemudian merangkul sekitar 30 warga di desa untuk bersama-sama membuat stik es krim. “Karena kesulitan memakai cutter dan prosesnya lama, setahun kemudian kami bikin alat potong dan belah kayu untuk stik es krim,” tuturnya.
Margiyono mencoba membuat gambaran alat belah dan potong limbah kayu itu. Dibantu Rahmat seorang tukang kayu di Purbalingga, kemudian terciptalah alat potong dan belah tradisional yang disebut “kuda lumping”. Bentuknya seperti kuda dan bisa ditunggangi.
Sebenarnya dasar alat ini adalah sebuah kursi panjang. Kemudian di salah satu sisinya dipasangi papan yang menyerupai kepala kuda. Pada papan inilah terdapat silet atau pisau lengkap dengan lintasannya sehingga lembaran limbah kayu yang digilas di atasnya bisa segera membentuk stik es krim dengan hasil 4 buah stik sekali gilas.
Satu keping atau lempeng stik berukuran panjang 12 sentimeter (cm), lebar 1 cm, dan ketebalan bervariasi mulai dari 0,2 milimeter hingga 1,2 milimeter. “Untuk stik dengan kualitas bagus berbahan limbah kayu pinus dan dipakai untuk stik es,” kata ayah dari tiga orang putra ini.
Hampir sepuluh tahun berjalan, usaha pembuatan stik es ini telah merengkuh sekitar 500 warga baik di Desa Pegandekan, Kemangkon, dan Kejobong. Warga membuat stik es krim di rumahnya masing-masing dan setelah terkumpul diserahkan ke ketua RT sebagai koordinator per wilayah. Pada setiap lempeng stik es krim, warga mendapat upah Rp 100.
“Awalnya banyak yang mencibir dan menyepelekan uang Rp 100, tapi setelah melihat sendiri hasilnya, makin banyak yang tertarik,” paparnya.
Dijual pabrik
Limbah kayu yang berupa lembaran tipis itu pun kemudian justru dijual oleh pihak pabrik dengan harga Rp 700.000 per truk. Warga membuat stik es krim di rumah masing-masing dan tidak terikat target serta waktu. Pekerjaan ini merupakan sampingan dari warga yang sebagian besar petani dan buruh tani.
“Yang tadinya suka kumpul untuk ngrumpi, jadi bisa menghargai waktu dengan membuat stik es krim. Di rumah, antaranggota keluarga juga semakin dekat karena malam hari mereka bisa ngobrol sambil membuat stik es ini,” kata Margiyono.
Setiap minggu, Margiyono bersama warga bisa memproduksi satu truk stik es atau sedikitnya 6,5 juta lempeng. Setiap satu truk berisi dari 660 dus. Satu dus berisi sebanyak 20 pak. Setiap satu pak berisi 500 lempeng stik es krim. Untuk memproduksi 1 truk stik es krim, dibutuhkan 4 truk limbah kayu. “Satu truk stik es krim harganya sampai Rp 33 juta,” ujarnya.
Distribusi stik es krim asal Purbalingga ini mencapai kota seperti Surabaya, Jakarta, Cirebon, juga Lombok. Adapun bahan baku tidak hanya dari limbah kayu di Purbalingga, tapi juga dari Belik di Kabupaten Pemalang serta Wonogiri. “Kendalanya ada di bahan baku. Kapasitas produksi bisa butuh 4 truk limbah kayu, tapi yang datang hanya 1 truk per hari. Selain itu, saat musim panen, banyak warga yang turun ke sawah sehingga tenaga kerja sedikit,” katanya.
Yuli sang istri pun setia mendampingi suaminya. Dia ikut membantu mengurus bagian pemasaran serta memantau pengemasan. “Ini sebagai bentuk kesetiaan atau loyalitas kepada suami,” tutur Yuli.
Warga mendapatkan penghasilan tambahan mulai dari Rp 500.000 sampai Rp 1 juta sebulan. Amini (51), ibu lima anak ini misalnya yang sehari-hari membuat kue dari pagi hingga siang, bisa membuat stik es krim pada sore atau malam hari. Dalam seminggu dirinya bisa membuat sekitar 1.200 stik “Buatnya mudah. Lumayan ada pemasukan sampai Rp 120.000 seminggu,” kata Amini yang suaminya bekerja sebagai petani.
Tidak hanya menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan perekonomian warga, usaha pembuatan stik es krim yang dirintis Margiyono ini pun berdampak positif bagi kehidupan sosial. “Dulu anak-anak muda sering track-trackan (balapan liar) di jalan. Lihat saya sering bolak-balik di desa, mereka mungkin malu. Lalu ada yang ikut membantu membuat stik dan ikut angkat-angkat,” tutur Margiyono.
Komandan Distrik Militer 0702/Purbalingga Letkol Inf Yudhi Novrizal mengapresiasi kreativitas Margiyono. Sebagai babinsa, Margiyono dinilai mampu dan cermat melihat persoalan, teliti melihat peluang, dan kreatif mencari solusi. “Ini sebagai bentuk dari pembinaan territorial. Jangan biarkan mereka (warga) menganggur,” tutur Yudhi.
Pelda Margiyono
Lahir : Purworejo, 16 Oktober 1970
Penugasan:
1991 masuk TNI AD dan bertugas di Timor-Timur Satuan 401 Raider
1992 Batalyon 406 Purbalingga Candra Kusuma selama 7 tahun (pernah bertugas di Maluku)
2000- sekarang bertugas di Kodim 0702 Purbalingga
Yuli Handayani
Lahir : Solo, 9 Juli 1974
Anak: Bagas Aji Saputro (20), Bagus Adi Laksono (12), dan Latif Abi Sidik (10).