Penumpukan pasokan yang mengakibatkan rusaknya 20.000 ton cadangan beras pemerintah menunjukkan buruknya tata kelola. Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya segera membenahi pengelolaan.
Oleh
Anita Yossihara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penumpukan pasokan yang mengakibatkan rusaknya 20.000 ton cadangan beras pemerintah menunjukkan buruknya tata kelola. Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya membenahi tata kelola agar kasus serupa tidak terulang.
Presiden menyampaikan perintah itu saat memberikan pidato pengantar rapat terbatas tentang pengelolaan cadangan beras pemerintah di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (4/12/2019) sore. Rapat digelar karena Presiden melihat ada kesalahan dalam tata kelola cadangan beras pemerintah selama ini.
Hal itu setidaknya tecermin dari rusaknya 20.000 ton stok cadangan beras pemerintah di gudang Bulog. Beras yang semestinya digunakan untuk kondisi darurat, bencana alam, operasi pasar, dan bantuan sosial, seperti program Beras Sejahtera (Rastra), itu turun kualitasnya karena terlalu lama disimpan. Pemerintah berpotensi rugi Rp 160 miliar.
Presiden meminta penumpukan beras pemerintah yang tak tersalurkan segera diatasi. Jangan sampai kebingungan serupa terulang. Sebab, selain menambah biaya perawatan, kualitas beras yang lama tersimpan akan turun.
”Saya minta regulasi dan manajemennya segera diselesaikan dan dibereskan serta dibuat pola-pola baru sehingga tidak justru jadi beban bagi Bulog,” ujar Presiden dalam rapat yang juga dihadiri Wakil Presiden Ma’ruf Amin serta sejumlah menteri dan kepala lembaga terkait.
Seusai rapat, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, salah satu upaya untuk mengantisipasi penumpukan stok cadangan beras pemerintah adalah meningkatkan koordinasi antarkementerian dan lembaga. Sebab, rusaknya 20.000 ton cadangan beras pemerintah juga terjadi lantaran kurangnya koordinasi antarkementerian dan lembaga dalam melaksanakan program-program pemerintah.
Sesuai peraturan, cadangan beras pemerintah hanya bisa disalurkan untuk bantuan sosial, stabilisasi harga melalui operasi pasar, serta penanganan tanggap darurat bencana. Sementara pada 2017, bantuan sosial melalui program Rastra dihentikan dan diganti dengan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Sejak saat itu, bantuan sosial tidak lagi dibagikan dalam bentuk beras, tetapi dalam bentuk dana yang ditransfer langsung ke rekening keluarga sasaran untuk membeli bahan pangan. ”Kami sudah telanjur menyalurkan beras ke daerah-daerah untuk program Rastra, tetapi ternyata dihentikan. Kami tak bisa menarik lagi beras itu karena sudah dikemas dan butuh biaya tinggi untuk menariknya. Dari tahun 2017 ke 2019, kan, sudah dua tahun, mutunya tentu menurun,” tutur Budi.
Selain meningkatkan koordinasi, pemerintah juga berencana mengubah regulasi yang mengatur pemanfaatan cadangan beras pemerintah. Revisi salah satunya dilakukan untuk mengatur mekanisme penjualan cadangan beras pemerintah secara komersil pada kondisi tertentu.
Selain meningkatkan koordinasi, pemerintah juga berencana mengubah regulasi yang mengatur pemanfaatan cadangan beras pemerintah.
”Kami akan mengeluarkan penyesuaian peraturan bahwa cadangan beras pemerintah bisa dijual dalam kondisi tertentu. Bukan artinya semua bisa dijual, melainkan sesuai dengan kebutuhan, misalnya karena ada kelebihan pasokan,” kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Penjualan cadangan beras pemerintah dilakukan berdasarkan permohonan dari Bulog.
Sementara itu, terkait 20.000 ton cadangan beras pemerintah, Bulog mengusulkan untuk dilelang karena kualitasnya sudah menurun. Sebab, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah, beras cadangan harus dibuang jika sudah melampaui batas simpan paling sedikit empat bulan atau berpotensi mengalami penurunan mutu.
Saat ini Bulog masih menunggu penetapan nilai lelang beras dari Kementerian Keuangan. Selain itu, Bulog juga masih menunggu hasil pemeriksaan dari laboratorium, termasuk BPOM. ”Sekarang masih dilihat lagi oleh Menteri Keuangan untuk menetapkan berapa nilainya, serta rekomendasi berkaitan dengan selisih harga cadangan beras pemerintah,” kata Budi.
Cadangan beras pemerintah itu semestinya dijual dengan harga Rp 8.000 per kilogram. Namun, karena kualitas beras turun, harga jual pun bisa turun hingga Rp 5.000, bahkan Rp 1.800 per kilogram. Kementerian Keuangan akan menetapkan cara untuk menutup selisih harga cadangan beras pemerintah yang rusak tersebut.