Korporasi yang Tetap Ekspansif Akan Sukses Lewati Krisis
›
Korporasi yang Tetap Ekspansif...
Iklan
Korporasi yang Tetap Ekspansif Akan Sukses Lewati Krisis
Perusahaan-perusahaan di Indonesia diharapkan melakukan aksi korporasi yang tepat guna mencegah keterpurukan di tengah ancaman resesi global 2020.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan-perusahaan di Indonesia diharapkan melakukan aksi korporasi yang tepat guna mencegah keterpurukan di tengah ancaman resesi global 2020. Fokus meningkatkan produktivitas perusahaan, tidak memangkas belanja modal, dan tetap gencar berpromosi secara digital merupakan cara-cara yang terbukti menyelamatkan sejumlah perusahaan dari krisis global sebelumnya.
Penelitian baru yang dilakukan perusahaan konsultan manajemen Bain & Company di Asia Tenggara menunjukkan, 77 persen pemimpin perusahaan memprediksi adanya penurunan ekonomi yang buruk pada tahun mendatang. Sayangnya, hanya 20 persen yang benar-benar siap menghadapi risiko tersebut.
Principal Bain & Company SE Asia Tanguy Morin, Kamis (5/12/2019), mengatakan, perusahaan yang tidak siap menghadapi resesi cenderung menahan diri dan memilih bersikap menunggu dan melihat situasi. Sikap itu cenderung membuat mereka enggan berinvestasi atau melakukan akuisisi, diikuti dengan pemangkasan biaya untuk kepentingan eskalasi bisnis.
”Sementara berdasarkan pengalaman mereka yang berhasil melewati krisis, peningkatan produktivitas usaha dijadikan fokus perusahaan. Hal itu dilakukan dengan memperluas pangsa pasar. Mereka pun memilih menghabiskan banyak pengeluaran untuk promosi, khususnya lewat kanal digital,” tuturnya dalam diskusi bersama media di Jakarta.
Pada acara yang sama, Partner PT Bain Indonesia Nader Stefano Elkhweet, berpendapat, langkah-langkah ekspansif sebelum resesi global yang diperkirakan terjadi tahun depan harus segera dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Apalagi pertumbuhan Indonesia tidak terpuruk seperti negara-negara lain di dunia.
”Tahun ini, perusahaan-perusahaan di Indonesia harus lebih lagi mempersiapkan diri karena kemungkinan dampaknya lebih besar. Seberapa besar risiko memang sulit dievaluasi, tetapi kemungkinan lebih parah daripada siklus krisis sebelumnya,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi dalam negeri akan tumbuh 5,2 persen pada 2019 dan 2020. Angka pertumbuhan itu lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi saat krisis global pada 2009, yakni 4-4,5 persen.
Sebaliknya, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2019 dan 2020, lebih rendah daripada nilai pertumbuhan di 2009, yaitu masing-masing sebesar 3,2 persen dan 3,5 persen.
Buruknya ancaman krisis periode ini telah ditandai dengan melambatnya kinerja ekspor dan investasi, yang ditengarai akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang tak berkesudahan. Sejumlah negara pun telah alami resesi, seperti Meksiko, Turki, dan Hong Kong.
Analisis Bain & Company menemukan bahwa sebanyak 88 persen dari 200 perusahaan publik di Asia Tenggara yang rata-rata membukukan pertumbuhan pendapatan dua digit pada 2007, terpuruk saat krisis 2009.
Sebanyak 12 persen perusahaan yang berhasil melawan krisis mampu tumbuh rata-rata 7 persen per tahun sejak 2012-2017. Sementara mereka yang terpuruk rata-rata mencatatkan pertumbuhan negatif 3 persen per tahun sampai 2017.
Sejumlah perusahaan Indonesia yang berhasil melalui krisis global 2009, menurut Nader, antara lain PT Mayora Indah Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk, dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Perusahaan lain yang dinilai kuat saat ini, antara lain, adalah PT Paragon Technology and Innovation dengan merek kosmetik Wardah hingga PT Bank Central Tbk.
”Perusahaan-perusahaan itu bisa sukses karena mereka punya rencana dalam menghadapi krisis, mau berinovasi dan berinvestasi untuk memperluas pasar, serta fokus memikirkan pertumbuhan jangka panjang,” tuturnya.
Investasi
Terkait investasi, Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan ketertarikan pelaku usaha di bidang itu guna menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia juga sudah memetakan beberapa sektor yang akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi ke depan (Kompas, 27/8/2019).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebutkan, sektor pertama adalah infrastruktur yang mendorong kawasan industri dan kawasan pariwisata. Kedua, sektor manufaktur, seperti industri otomotif, garmen, alas kaki, makanan dan minuman, elektronika, serta industri hilir di sejumlah daerah.
Adapun sektor ketiga adalah pariwisata. Keempat, perikanan, dan kelima terkait keuangan digital yang dinilai BI bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.