Harga Garam di Cirebon Rp 100 per Kg, Produksi Anjlok
›
Harga Garam di Cirebon Rp 100 ...
Iklan
Harga Garam di Cirebon Rp 100 per Kg, Produksi Anjlok
Harga garam rakyat di tingkat petani Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menyentuh Rp 100 per kilogram. Harga ini terendah dalam empat tahun terakhir. Petani pun memilih meninggalkan tambaknya
Oleh
abdullah fikri ashri
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS - Harga garam rakyat di tingkat petani Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menyentuh Rp 100 per kilogram. Harga ini terendah dalam empat tahun terakhir. Petani pun memilih meninggalkan tambaknya. Akibatnya, produksi di sentra garam nasional itu anjlok.
Kondisi tambak garam yang dibiarkan terbengkalai tampak di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kamis (5/12/2019). Sebagian kincir angin petani yang biasanya mengalirkan air kini tak berputar. Tambaknya mengering.
Di sekitar tambak, ribuan ton garam menumpuk. Hanya terpal yang melindunginya dari hujan dan terik matahari. Tumpukan garam juga tampak di gudang bahkan pinggir jalan pantai utara Cirebon bagian timur.
"Sekarang, petani mencoba bertahan saja, yang penting bisa makan. Sudah lebih dari sebulan harga garam Rp 100 per kilogram. Kenapa enggak gratis saja sekalian," ujar Tohari (45), petani garam setempat.
Harga itu merupakan yang terendah dalam empat tahun terakhir. Ketika kemarau panjang 2015, harga garam di tingkat petani paling rendah Rp 200 per kg. Pada pertengahan 2017, harga garam di Cirebon sempat menyentuh Rp 3.000 per kg karena stok menipis. Tahun selanjutnya, harga garam berangsur turun menjadi Rp 1.000 per kg. Pertengahan tahun ini, harganya berkisar Rp 500 per kg.
Harga garam Rp 100 per kg saat ini sama saja dengan ongkos angkut garam. Sebagai gambaran, Tohari kemarin menjual 38 karung dan meraup Rp 180.000. Setiap karung berisi 40 sampai 50 kilogram. Jika menggunakan kuli angkut ia harus mengeluarkan Rp 4.000 per karung atau sedikitnya Rp 152.000. Setelah dikurangi ongkos angkut, ia hanya mendapatkan Rp 28.000. "Makanya, 38 karung itu saya angkut sendiri," ucapnya.
Menurut dia, harga garam tidak hanya jatuh tetapi nyaris tidak laku. Ia pun hanya menyimpan sekitar 100 ton hasil panen di lahan 7.000 meter persegi. Biasanya, setiap akhir tahun, ia hanya menyimpan 40 ton garam untuk dijual saat musim hujan, ketika petani tidak lagi memproduksi garam.
Suka (45), pedagang garam di Pangenan mengakui, permintaan garam dari pabrik bumbu masakan dan ikan asin di Bandung, Jabar, berkurang. "Biasanya saya mengirim garam 50 ton per hari. Sekarang, hanya 5 ton. Katanya, pabrik dapat garam dari pedagang lain yang harganya lebih murah," katanya.
Suka pun hanya membiarkan 500 ton garamnya menumpuk di gudang dan sekitar tambak. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5 persen dipastikan susut atau rusak. "Semoga pemerintah bisa memberikan solusi, seperti membeli garam petani dengan harga bagus," ujarnya.
Semoga pemerintah bisa memberikan solusi, seperti membeli garam petani dengan harga bagus (Suka)
Kepala Seksi Pengembangan Usaha Laut dan Perikanan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon Yuliah Harwati mengatakan, harga garam yang rendah membuat petani tidak menggarap lahannya. Luas lahan yang digunakan saat ini hanya 1.557 hektar. Padahal, total lahan garam 2.666 hektar.
"Akibatnya, produksi dari Januari hingga Desember ini hanya 28.436 ton," ucapnya. Padahal, tahun lalu, produksi garam mencapai sekitar 483.000 ton, salah satu yang terbesar secara nasional.