Langkah DPR Amerika Serikat menyetujui undang-undang agar Pemerintah AS bersikap keras dalam isu Uighur di China berpotensi mengganggu kesepakatan dagang kedua negara.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
BEIJING, RABU —Beijing berang dengan langkah DPR AS yang menyetujui UU menyangkut isu Uighur. Hal itu semakin memanaskan dinamika negosiasi AS-China guna mencapai kesepakatan pertama terkait perang dagang kedua negara. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menimbang kemungkinan kesepakatan dengan Beijing akan menunggu hingga November 2020.
Beberapa sumber yang mengetahui sikap Beijing, Rabu (4/12/2019), mengatakan, meningkatnya ketegangan, dipicu UU itu dapat membahayakan apa yang disebut sebagai kesepakatan fase satu. Dalam prosesnya, fase ini telah diwarnai negosiasi alot. Alih-alih kesepakatan itu tercapai, justru kini yang menyeruak adalah kemungkinan penerapan tarif impor baru oleh AS terhadap barang-barang dari China yang dijadwalkan mulai berlaku kurang dua pekan lagi.
Sumber lain dari kalangan pejabat Pemerintah China menyebutkan mungkin perlu waktu yang sangat lama bagi Washington dan Beijing untuk mencapai kesepakatan jika mereka tidak dapat menemukan cara untuk mencapai kesepakatan tersebut. Sejauh ini, kedua pihak dilaporkan masih sama-sama bergeming.
Bursa saham merespons negatif perkembangan negosiasi dagang AS-China itu. Berita soal UU terkait Uighur menambah sentimen negatif yang sebelumnya muncul dari pernyataan Trump kepada pers di London pada Selasa.
Untuk semua tindakan dan kata-kata yang salah, maka ada harga yang pantas harus dibayar.
”Dalam beberapa hal, saya menyukai gagasan menunggu sampai pemilihan (Presiden AS) usai terkait kesepakatan dengan China. Namun, mereka ingin membuat kesepakatan sekarang dan kita akan melihat apakah kesepakatan itu adalah sesuatu yang benar,” kata Trump.
China memperingatkan bahwa ada harga yang harus dibayar atas disetujuinya UU itu. Beijing tidak suka dengan materi UU itu yang dinilai mencari-cari peluang penerapan sanksi terhadap para pejabat senior China atas tindakan keras Beijing terhadap sebagian besar Muslim Uighur di wilayah Xinjiang.
”Untuk semua tindakan dan kata-kata yang salah, maka ada harga yang pantas harus dibayar,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, dalam jumpa pers reguler di Beijing.
Ketika ditanya apakah pengesahan UU tersebut akan berdampak pada negosiasi kedua pihak guna mencapai kesepakatan perdagangan tahap pertama, Hua tidak secara langsung menjawab pertanyaan itu. Secara diplomatis dirinya mengatakan bahwa tidak mungkin hal itu tidak berdampak pada hubungan China-AS serta kerja sama di bidang-bidang penting kedua negara.
Para negosiator kedua negara terus menegosiasikan sejumlah hal guna mencapai kata sepakat. Menurut sumber-sumber yang mengetahui perundingan, kedua belah pihak masih bekerja terkait detail serta bernegosiasi tentang perincian termasuk apakah tarif AS yang ada pada barang-barang China akan dihapus dan berapa banyak tambahan produk pertanian AS yang akan dibeli China.
Bloomberg melaporkan bahwa AS dan China tampak lebih dekat dalam upaya mencapai kesepakatan berapa banyak tarif yang akan dibatalkan dalam kesepakatan perdagangan fase satu. Hal itu terlepas dari masalah Hong Kong dan Xinjiang.
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross kepada CNBC mengungkapkan, negosiasi perdagangan tingkat staf dengan China terus berlanjut, tetapi tidak ada pembicaraan perdagangan tingkat tinggi yang dijadwalkan. Dia pun memastikan tarif yang direncanakan untuk sisa impor China akan berlaku pada 15 Desember jika tidak ada kemajuan signifikan dalam pembicaraan atau kesepakatan kedua negara.
Hua mengatakan, China tak akan menetapkan batas waktu untuk mencapai kesepakatan perdagangan. Beijing akan membalas sebagai upaya untuk mempertahankan kepentingannya jika proteksionisme Washington berlanjut. (AFP/REUTERS)