Sulteng Harus Kembangkan Mesin Ekonomi Selain Tambang
›
Sulteng Harus Kembangkan Mesin...
Iklan
Sulteng Harus Kembangkan Mesin Ekonomi Selain Tambang
Pertambangan menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Sulteng. Namun, dengan karakter sektor pertambangan yang fluktuatif, Sulteng didorong mengembangkan sumber pertumbuhan ekonomi lain, terutama pariwisata.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah selalu di atas rata-rata nasional, termasuk pada saat daerah itu dilanda bencana 14 bulan lalu. Pertambangan menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan. Namun, dengan karakter sektor pertambangan yang fluktuatif, Sulteng didorong mengembangkan sumber pertumbuhan ekonomi lain, terutama pariwisata.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulteng Abdul Majid Ikram dalam acara pertemuan tahunan Bank Indonesia di Palu, Sulteng, Kamis (5/12/2019).
Tetapi, pertambangan itu bisa fluktuatif. Ini yang perlu diperhatikan.
Abdul menyampaikan kontribusi sektor pertambangan dan industri turunannya di Kabupaten Morowali dan Banggai setidaknya 30 persen untuk pertumbuhan ekonomi Sulteng pada 2019. Pada triwulan I, pertumbuhan ekonomi Sulteng 6,7 persen, triwulan II (6,4 persen), dan triwulan III (6,7 persen).
Abdul mengatakan, porsi tersebut diperkirakan tak berubah untuk 2020, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi hingga 6,4 persen. ”Tetapi, pertambangan itu bisa fluktuatif. Ini yang perlu diperhatikan,” katanya.
Pada 2018, pertumbuhan ekonomi Sulteng 6,3 persen dari sebelumnya mencapai 7,14 persen. Pertumbuhan itu selalu di atas rata-rata nasional yang berturut-turut 5,15 persen (2017) dan 5,07 persen (2018). Tahun 2019 ini pun, pertumbuhan ekonomi Sulteng diperkirakan masih di atas angka pertumbuhan nasional becermin pada angka pertumbuhan tiga triwulan terakhir.
Sektor pertambangan dan industri turunannya di Sulteng berpusat di Morowali dan Banggai. Di Morowali terdapat PT Indonesia Morowali Industrial Park, pengelola kawasan industri pertambangan dan produk turunannya. Mineral utamanya nikel yang harganya di pasar global sedang naik. Di Banggai, ada penambangan gas di sektor hulu dan pengolahan untuk ekspor gas alam cair di sektor hilir.
Menurut Abdul, Sulteng memiliki potensi sumber ekonomi lain, yakni pariwisata. Namun, sumbangan sektor wisata untuk pertumbuhan ekonomi saat ini tak lebih dari 5 persen.
Pemangku kepentingan harus mengembangkan sektor pariwisata karena punya efek domino yang besar.
Padahal, Sulteng memiliki dua destinasi unggulan, yakni Taman Nasional Kepulauan Togean di Tojo Una-Una dan Taman Nasional Lore Lindu serta sekitarnya di Poso. Pemangku kepentingan harus mengembangkan sektor pariwisata karena sektor ini mempunyai efek domino yang besar, seperti penciptaan usaha kecil dan menengah.
Langkah yang bisa ditempuh, antara lain, menjalin interkoneksi dengan Bali. Wisatawan mancanegara bisa transit di Ampana, ibu kota Kabupaten Tojo Una-Una. Ini peluang karena pariwisata Bali juga saat ini berada pada titik jenuh.
Sumber pertumbuhan lainnya, lanjut Abdul, adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu. Realisasi investasi di KEK Palu harus dipercepat karena hampir semua fasilitas pendukung sudah tersedia, terutama pelabuhan.
Sejauh ini, perusahaan yang beroperasi di KEK Palu tak lebih dari lima perusahaan. Salah satunya perusahaan pengolah getah pinus yang sudah mengeskpor produknya. KEK Palu ditargetkan bisa menggaet 50 perusahaan berbasis manufaktur.
Khusus untuk 2020, Abdul menyatakan, konsumsi rumah tangga perlu didorong karena selama 2019 belum maksimal. Salah satu faktor pendorongnya nanti adalah realisasi proyek-proyek infrastruktur besar, seperti jalan dan hunian tetap untuk penyintas bencana yang dipastikan menyerap banyak tenaga kerja.
Asisten Bidang Administrasi Umum dan Hukum Sekretariat Daerah Sulteng Mulyono menyatakan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulteng merupakan advisor pemerintah daerah dalam mengembangkan ekonomi. Sinergi, transformasi, dan inovasi para pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk memperkuat tonggak ekonomi daerah.
Mulyono menegaskan, Sulteng pernah mengalami masa sulit karena bencana pada 28 September 2018 dan kondisi itu dilalui dengan cukup baik. Pada 2018, inflasi mencapai 7 persen. Saat ini, inflasi sudah membaik di angka 2,8 persen. Ini jadi modal utama dalam mengelola ekonomi yang kokoh demi ketahanan ekonomi nasional.
Terkait pengembangan wisata, Kepala Dinas Pariwisata Sulteng I Nyoman Sariadijaya, beberapa waktu lalu, menyatakan, pihaknya akan menggenjot promosi wisata unggulan Sulteng, termasuk TN Kepulauan Togean. Atraksi wisata juga akan mulai banyak digelar pada 2020 setelah nyaris kosong pada 2019. Kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulteng rata-rata per tahun 15.000 orang. Sementara kunjungan wisatawan domestik sekitar 3 juta orang.