Potensi pelambatan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 menjadi perhatian serius praktisi pemasaran. Kondisi itu diantisipasi dengan tidak menambah bujet pemasaran.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi pelambatan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 menjadi perhatian serius praktisi pemasaran. Kondisi itu diantisipasi dengan tidak menambah bujet pemasaran.
Head (Country Director) ADA Reach Indonesia Yogi Triharso menyebutkan, sebanyak 46,1 persen dari sekitar 200 praktisi pemasaran yang disurvei di Asia Tenggara mengaku jumlah pelanggan baru suatu produk atau layanan akan tumbuh melambat pada 2020. Sekitar 30,1 persen responden malah memperkirakan tidak ada penambahan jumlah pelanggan baru.
”Responden praktisi pemasaran yang kami survei mulai dari level manajer hingga chief marketing officer memprediksi, baik ekonomi maupun pertumbuhan pelanggan baru akan mengalami pelambatan. Mereka tidak khawatir adanya pemotongan besar pada anggaran pemasaran. Mereka menciptakan anggaran dengan pendekatan cukup dan mereka mungkin harus membuat pengurangan pada beberapa kegiatan,” kata Yogi di Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Sekitar 68 persen dari responden mengungkapkan, anggaran pemasaran dibuat cukup, tetapi mereka siap mengurangi lagi jika dibutuhkan, seperti untuk urusan kegiatan memberikan kesadaran atas merek. Pemasar tidak akan merasa repot memotong anggaran kegiatan itu jika diperlukan.
Pemasar akan selalu mencari hikmah di balik situasi perekonomian tahun 2020 yang dianggap menantang. Pemilik merek yang memahami konsumen akan menggunakan data berukuran besar dan dikolaborasikan dengan strategi yang tepat agar kegiatan pemasaran tetap mencuri perhatian konsumen. Bagi perusahaan yang ”mengencangkan ikat pinggang”, anggaran pemasaran akan mencari cara agar produknya tetap berdaya saing.
Country Director ADA Agency Indonesia Faradi Bachri menjelaskan, pemilik merek kemungkinan besar akan mempertahan nilai anggaran pemasaran secara total tahun 2020 sama dengan sebelumnya. Untuk alokasi pemasaran digital, mereka akan menambah dari 20-25 persen menjadi sekitar 30-35 persen. Hal tersebut dilakukan agar memperoleh pengukuran lebih detail.
Pemilik merek barang konsumsi bergerak cepat diperkirakan mempertahankan nilai anggaran pemasaran tahun 2020. Sementara pemilik merek layanan perdagangan secara elektronik atau e-dagang, teknologi finansial, dan ponsel pintar diperkirakan menambah anggaran.
”Televisi akan masih jadi penerbit yang menerima pemasangan iklan besar pada tahun 2020,” tutur Faradi.
ADA merupakan agensi pemasaran digital bagian dari Axiata Group. ADA fokus melayani solusi analisis, data, dan periklanan yang dibutuhkan pemilik merek ketika melakukan pemasaran digital. ADA beroperasi di sembilan negara Asia. Selain Axiata, investor lainnya adalah Sumitomo Corporation dan Mitsui Group.
Bank Dunia dalam ”Laporan Perekonomian Kawasan Asia Timur dan Pasifik: Risiko Pelapukan Meningkat”, yang dirilis pada Kamis (10/10/2019), memperkirakan, pertumbuhan ekonomi kawasan ini 5,8 persen pada 2019 melambat dibandingkan 2018 yang sebesar 6,3 persen. Pelambatan pertumbuhan akan berlanjut pada tahun 2020 dan 2021, masing-masing 5,7 persen dan 5,6 persen.
Kontraksi ekonomi di kawasan juga berdampak terhadap ekonomi domestik. Bank Dunia untuk kedua kalinya merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 menjadi 5 persen dari sebelumnya 5,2 persen. Perekonomian Indonesia diperkirakan kembali tumbuh 5,1 persen pada 2020 dan 5,2 persen pada 2021 (Kompas, 11/10/2019).
Secara terpisah, Pendiri dan Chairman MarkPlus Inc Hermawan Kartajaya, di acara MarkPlus Conference 2020, mengatakan, generasi muda lebih memilih membelanjakan pendapatan untuk menyantap kuliner dan bepergian. Kebiasaan ini setidaknya tergambar dalam masih tingginya tingkat okupansi kamar hotel yang rata-rata mencapai 60 persen.
Generasi muda lebih memilih membelanjakan pendapatan untuk menyantap kuliner dan bepergian.
Di luar itu, dia memandang, industri tetap harus tumbuh. Dengan kondisi ketidakpastian perekonomian seperti sekarang, Hermawan berpendapat, pemerintah jangan mempertakut pengusaha.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Stefanus Ridwan mengemukakan, pada 2019 ada beberapa pusat perbelanjaan atau mal yang mengalami penurunan okupansi hingga sekitar 50 persen. Namun, ada pula yang justru mengecap kenaikan okupansi sekitar 20 persen. Dengan kata lain, situasinya sekarang tergantung sejauh mana pengelola mau berinovasi atau tidak untuk menggaet kunjungan.