Korupsi belum juga berkurang. Kucuran dana desa di Sulawesi Utara yang semestinya mampu menekan kemiskinan di perdesaan, justru menambah besar peluang korupsi.
Oleh
Kristian Oka Prasetyadi
·2 menit baca
MANADO, KOMPAS - Kucuran dana desa di Sulawesi Utara diklaim menekan kemiskinan di perdesaan, setidaknya tiga tahun terakhir. Namun, peruntukan dana yang masih terpusat pada pembangunan infrastruktur membuka peluang korupsi.
Sepanjang tahun 2019, Pengadilan Negeri Manado memutus tiga perkara korupsi dana desa dengan kerugian negara Rp 584,4 juta, meningkat dari masing-masing satu kasus pada 2018 dan 2017 dengan total kerugian negara Rp 227 juta. Semua korupsi dilakukan perangkat desa antara 2015-2016.
Kelima kasus itu melibatkan korupsi dana desa untuk pembangunan infrastruktur desa. Di Desa Kalama, Tatoareng, Kepulauan Sangihe, misalnya, kepala desa menyelewengkan Rp 215,6 juta untuk pembangunan jalan setapak, penyiraman aspal, talud penahan tanah, dan drainase.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Toar Palilingan, Kamis (5/12/2019), mengatakan, peluang korupsi dana desa besar karena rendahnya kemampuan sumber daya manusia mengelola keuangan. Selain itu, penggunaan dana desa yang melibatkan pengadaan barang untuk infrastruktur desa melibatkan pihak ketiga. ”Biasanya, ada pelaku bisnis yang ingin memborong semua proyek pengadaan barang di desa-desa. Risiko korupsi semakin besar,” katanya.
Data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sulut, terdapat 1.507 desa di 140 kecamatan. Desa-desa tersebar di 11 kabupaten dan satu kota. Sejak 2015-2019, dana desa Rp 4,75 triliun disalurkan ke Sulut. Selama lima tahun, kucuran dana desa meningkat tiga kali lipat dari Rp 402,5 miliar pada 2015 menjadi Rp 1,21 triliun pada 2019.
Tidak sedikit cerita manis karena dana desa yang dimanfaatkan secara baik. ”Penyaluran dana cukup membantu sebagai intervensi kemiskinan,” kata Kepala Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut Dendi Handiyatmo.
Berdasarkan data BPS Sulut, jumlah penduduk miskin di desa per Maret 2017 mencapai 139.050 jiwa lalu turun jadi 129.430 pada Maret 2018. Jumlah penduduk miskin turun lagi ke 126.020 pada Maret 2019. Dana desa yang menyuntikkan modal ke BUMDes turut membuka lapangan kerja.