Lantunan suara merdu menggema di Gedung Kesenian Soetedja, Purwokerto, Banyumas, Kamis (5/12/2019) malam. Sebanyak 40 siswa-siswi SMA N 5 Purwokerto yang tergabung dalam Smalachoir memadukan suara dalam satu harmoni.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
Lantunan suara merdu menggema di Gedung Kesenian Soetedja, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (5/12/2019) malam. Sebanyak 40 siswa-siswi SMAN 5 Purwokerto yang tergabung dalam Smalachoir memadukan suara untuk menyiapkan diri menyambut Choral Orchestra Folklore Festival yang akan dilaksanakan di Yogyakarta, 17-20 Desember mendatang.
Ada 40 orang dari berbagai latar belakang keluarga yang berpadu dalam kelompok Smalachoir tersebut. Laki-laki dan perempuan dengan warna suaranya masing-masing yang juga berbeda, mulai dari bas, alto, tenor, dan sopran, melebur dalam harmoni nan indah. Di bawah bimbingan Oktaf Indah sebagai pembina paduan suara dan dengan iringan pianis Surya Manggala Hutama, mereka siap berkompetisi untuk menjadi yang terbaik di Yogyakarta.
Tema yang diangkat pada konser prakompetisi adalah ”Apti Nispatti Asmara”. Kata-kata dari bahasa Sansekerta itu berarti ”kembali meraih prestasi dengan cinta”. ”Kami membawakan lagu-lagu cinta,” kata Oktaf.
Smalachoir membawakan empat lagu, yaitu ”Bahasa Kalbu” aransemen Dinar Primasti, ”Flight Song” aransemen Kim Andre Arnesen, ”Anoman Obong” aransemen V Mangunsongs, dan ”Cikala Le Pongpong” aransemen Ken Steven.
Dengan masa latihan selamat tiga bulan pasca-kompetisi Festival Paduan Suara Internasional Bali (Bali International Choir Festival/BICF) pada 23-27 Juli lalu dengan perolehan 3 medali emas, anggota paduan suara bersemangat menyiapkan diri untuk ajang kompetisi di Yogyakarta.
Melalui kedisiplinan dan ketekunan melatih olah vokal, Oktaf ingin menanamkan semangat kerja sama dan kebersamaan di dalam diri murid-muridnya. ”Yang utama ingin kami tanamkan lewat kegiatan paduan suara adalah harmonisasi yang terbangun itu bisa muncul jika ada kebersamaan, kesatuan hati, dan kesamaan tujuan,” kata Oktaf.
Oktaf mengatakan, ketika para murid bisa menyanyikan aransemen suatu lagu, mereka menyadari bahwa keindahan musik itu terjadi ketika mereka bisa membawakan setiap nada dan melodi dengan benar. Hal ini bisa diterapkan dalam kehidupan bahwa keharmonisasian dalam kehidupan itu akan bisa muncul ketika masing-masing menyadari tugasnya dan melakukan apa yang menjadi tugasnya.
Siswi kelas XI IPA, Elisabet Uli (16), salah satu anggota paduan suara dari kelompok suara sopran mengatakan, dirinya berlatih mengendalikan egoisme pribadi karena terbiasa bernyanyi solo.
”Tantangannya, saya biasa solo vocal, itu kan egoisnya tinggi buat nyanyi dan improvisasi. Tapi kalau di paduan suara itu harus nge-blend-in suara, benar-benar tidak egois muncul sendiri suaranya. Ikut sesuai partitur, tidak improvisasi,” kata Uli yang sudah bernyanyi sejak TK.
Kepala SMAN 5 Purwokerto Siti Isbandiyah mengatakan, para murid dalam paduan suara Smalachoir menunjukkan kecerdasan lain selain kecerdasan akademik. ”Kecerdasan di dalam seni adalah kecerdasan yang luar biasa. Kecerdasan yang bisa mengimbangi antara otak kiri dan otak kanan. Ini adalah karunia Tuhan,” kata Siti.
Kepala Seksi Pembinaan SMA Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X Jateng Yuniarso mengapresiasi pergelaran konser prakompetisi SMAN 5 Purwokerto tersebut. ”Dengan seni, otak kiri dan otak kanan berjalan seimbang,” ucapnya.
Yuniarso menyebutkan, biasanya orang-orang yang berkecimpung di bidang kesenian juga berhasil dalam tugas apa pun. ”Karena memang dengan seni, mereka punya harmonisasi. Dengan seni, mereka punya sentuhan-sentuhan nurani. Dengan seni, mereka bisa berkreasi. Tetapi, orang tanpa seni, kaku hati, putus hati, dan mudah marah hati. Maka, hal-hal seperti ini merupakan suatu kebanggaan,” kata Yuniarso.