Perangkat Desa di Kulonprogo Diduga Korupsi hingga Rp 1,15 Miliar
›
Perangkat Desa di Kulonprogo...
Iklan
Perangkat Desa di Kulonprogo Diduga Korupsi hingga Rp 1,15 Miliar
Dua perangkat desa di Desa Banguncipto, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, DIY diduga melakukan korupsi dana desa dan anggaran dana desa hingga Rp 1,15 milyar. Korupsi dilakukan sejak 2014.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
KULON PROGO, KOMPAS—Dua perangkat desa, di Desa Banguncipto, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, diduga melakukan korupsi dana desa dan anggaran dana desa yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 1,15 miliar. Terduga pelaku berinisial HS (55) yang menjabat sebagai kepala desa dan SM (60) sebagai bendahara desa diduga melakukan korupsi sejak 2014-2018.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kulon Progo Widagdo Mulyono Petrus mengatakan, kasus terungkap bermula dari laporan masyarakat November lalu. Selanjutnya, penyelidikan dilakukan dan diperoleh temuan adanya dugaan perbuatan yang merugikan negara. HS dan SM telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Penyidikan masih terus berjalan. Sekarang, kedua tersangka ditahan di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Mereka ditahan mulai Selasa kemarin,” kata Widagdo, saat ditemui, di kantornya, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (6/12/2019). Hal itu dilakukan untuk mencegah adanya upaya perusakan barang bukti.
Widagdo menjelaskan, modus yang dilakukan tersangka berupa rekayasa laporan pertanggungjawaban atau surat pertanggungjawaban kegiatan pembangunan desa. Biaya yang tertulis dalam laporan tidak sesuai dengan realisasi penggunaan anggaran.
Adapun kegiatan pembangunan yang dilakukan diantaranya pembuatan jalan desa, gorong-gorong atau saluran air hujan, dan pasar desa. HS dan SM diduga menyelewengkan sebagian anggaran pembangunan desa tersebut untuk kepentingan pribadi.
HS dan SM diduga menyelewengkan sebagian anggaran pembangunan desa tersebut untuk kepentingan pribadi.
Penyelewengan dilakukan dengan memperpanjang waktu pengerjaan proyek. Widagdo mencontohkan, sebuah proyek pengerjaan jalan yang seharusnya hanya dilakukan selama dua pekan, dilaporkan dikerjakan selama tiga pekan. Selisih anggaran selama satu pekan diduga diselewengkan oleh dua oknum tersebut.
Anggaran yang diselewengkan itu berasal dari anggaran dana desa (ADD) yang diberikan pemerintah daerah dan dana desa yang dikucurkan langsung oleh pemerintah pusat. Hal itu berlangsung sejak tahun 2014 hingga 2018. “Ini dilakukan bertahun-tahun hingga terakumulasi sejumlah Rp 1,15 miliar itu,” ujar Widagdo.
Rabu (4/12), tim penyidik dari Kejari Kulon Progo telah melakukan penggeledahan di Kantor Kepala Desa Banguncipto. Ruang yang digeledah meliputi ruang kepala desa, ruang bendahara, ruang kepala seksi pemerintahan, dan ruang kepala seksi pembangunan. Tim penyidik membawa sejumlah dokumen yang berkaitan dengan penggunaan anggaran pembangunan desa pada periode 2014-2018.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kulon Progo Noviana Permanasari mengungkapkan kerugian negara sebesar Rp 1,15 miliar itu telah dikembalikan pelaku sebesar Rp 227 juta ke kas desa. Pengembalian dilakukan pada bulan Oktober dan November 2019.
Uang tersebut telah disita sebagai barang bukti oleh kejaksaan. Penyitaan dilakukan pada Jumat (6/12). Uang kemudian dititipkan ke rekening penampung titipan perkara tindak pidana korupsi.
“Mereka tidak terus terang (uang yang diselewengkan) itu digunakan untuk apa. Yang jelas, itu digunakan untuk kepentingan di luar (kepentingan) dari desa itu. Dari keterangannya, uang itu dipinjam untuk keperluan pribadi,” kata Noviana.
Ditemui terpisah, Kepala Inspektorat Daerah Kulon Progo Riyadi Sunarto mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum dugaan korupsi itu pada kejaksaan. Pada prinsipnya, pihaknya telah melakukan pemeriksaan rutin seluruh lembaga pemerintahan hingga ke tingkat desa.
“Pesan saya, hati-hati kepada siapapun yang mempunyai dana, baik itu dana desa atau dana pemerintah lainnya. Hati-hati dan jangan main-main. Karena, itu adalah uang rakyat,” kata Riyadi.
Riyadi mengatakan pihaknya sempat menemukan kejanggalan pada administrasi keuangan di Desa Banguncipto pada tahun 2018. Ia menyebut kejanggalan itu dengan istilah “lebih bayar”. Ada pengerjaan pembangunan tertentu yang dibayarkan lebih besar dari standar yang ditetapkan. Namun, Riyadi enggan menyebutkan besaran nilai rupiah atas pengerjaan yang mengalami “lebih bayar” itu.
Atas kejanggalan itu, Riyadi mengungkapkan, pihaknya telah memberikan rekomendasi agar dana "lebih bayar" itu dikembalikan. Rekomendasi harus ditindaklanjuti dalam waktu 60 hari usai menerima rekomendasi. "Anggaran lebih bayar itu sudah dikembalikan oleh pemerintah desa," kata Riyadi.
Sekretaris Desa Banguncipto Syaiful Anwar enggan memberikan komentar terkait kasus dugaan korupsi itu. Ia menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang berjalan kepada pihak berwajib.
Syaiful mengatakan HS menjabat sebagai kepala desa sejak 2014. Jabatan itu akan berakhir pada Januari 2020. Sebelum menjabat sebagai kepala desa, HS sempat menjadi kepala bagian pembangunan di desa tersebut. Namun, ia tidak tahu pasti sejak tahun berapa jabatan tersebut dipegangnya.
Adapun SM juga sudah lama bekerja sebagai perangkat desa. Tahun 2019, SM menjabat sebagai kepala seksi pemerintahan. Sementara, jabatan bendahara disandang SM pada tahun 2015-2018.