Inggris Tawarkan Bantuan untuk Restorasi Gambut dan Transisi Energi
›
Inggris Tawarkan Bantuan untuk...
Iklan
Inggris Tawarkan Bantuan untuk Restorasi Gambut dan Transisi Energi
Pemerintah Inggris menawarkan bantuan teknis dan keuangan untuk merestorasi gambut dan melakukan transisi energi dari batubara ke energi baru dan terbarukan.
Oleh
Ahmad Arif dari Madrid, Spanyol
·3 menit baca
MADRID, KOMPAS — Pemerintah Inggris mendukung upaya Indonesia mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca. Mereka menawarkan bantuan teknis dan keuangan untuk merestorasi gambut dan melakukan transisi energi dari batubara ke energi baru dan terbarukan.
Hal ini disampaikan calon presiden Konferensi Tingkat Tinggi-Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC-COP 26) Claire O’Neill Perry dalam pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong pada Jumat (6/12/2019) di sela-sela COP 25 di Madrid, Spanyol. Inggris akan menjadi tuan rumah COP 26 yang akan digelar di Glasgow pada 9-19 November 2020.
”Saya, atas nama Pemerintah Inggris, sangat mengapresiasi upaya Indonesia merestorasi dan merehabilitasi gambut serta upaya untuk mencapai pengelolaan sawit berkelanjutan dalam rangka penurunan emisi dari sektor lahan,” ujar O’Neill.
Sebagai Presiden COP 26, Inggris akan menggelar acara Pre-COP dan mengundang negara-negara yang memiliki ambisi besar dalam menurunkan emisi, termasuk Indonesia. Terkait dengan upaya penurunan emisi (national determined contribution/NDC) di sektor lahan dan energi, Inggris menawarkan bantuan teknis dan keuangan ke Indonesia untuk merestorasi gambut dan melakukan transisi energi dari penggunaan batubara ke energi baru dan terbarukan.
Inggris menawarkan bantuan teknis dan keuangan ke Indonesia untuk merestorasi gambut dan melakukan transisi energi dari penggunaan batubara ke energi baru dan terbarukan.
Alue Dohong menyambut baik tawaran ini dan akan menggunakan kesempatan kolaboratif ini untuk meningkatkan capaian NDC Indonesia. ”Indonesia yang memiliki lahan gambut tropis terbesar di dunia sangat berkepentingan dengan kelestarian pengelolaannya dan gambut menjadi faktor penting dalam upaya pencapaian dan peningkatan NDC,” katanya.
Alue optimistis negara-negara berkembang akan dapat mencapai NDC-nya, terutama jika mendapatkan bantuan dari negara-negara maju. Sesuai dengan NDC, Indonesia berkomitmen untuk mereduksi emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan hingga 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
Ia menambahkan, saat ini telah dibentuk International Tropical Peatland Center (ITPC) di Indonesia, salah satunya untuk menurunkan emisi dari sektor lahan. Untuk itu, Indonesia mengundang Inggris untuk dapat berpartisipasi dalam mendukung keberadaan ITPC tersebut. Inggris menyambut baik tawaran Indonesia karena memang akan membantu Indonesia dalam upaya penyelamatan gambut.
Dalam pertemuan ini, Pemerintah Inggris juga menyambut baik usulan Indonesia menjadikan COP 26 sebagai ajang untuk membahas lebih lanjut isu blue carbon mengingat COP 25 saat ini dinyatakan sebagai Blue COP oleh Pemerintah Chile sebagai presiden.
Transisi energi
Terkait dengan penurunan emisi di bidang energi, Pemerintah Inggris menawarkan bantuan untuk proses transisi Indonesia dari batubara ke energi baru dan terbarukan. Inggris menyatakan, proses transisi yang dilakukan oleh negaranya menuju zero-coal energy generation merupakan proses yang sangat berat.
Pemerintah Inggris menawarkan bantuan untuk proses transisi Indonesia dari batubara ke energi baru dan terbarukan.
Berkaca dari pengalaman Jerman, Claire O’Neill yang juga mantan Menteri Energi menyatakan, proses-proses transisi energi menuju energi bersih pada umumnya memerlukan proses yang panjang dan berliku. Meski demikian, Inggris ingin menularkan pengalamannya, dan juga pengalaman negara lain di Eropa, kepada Indonesia agar Indonesia dapat melakukan transisi ke energi baru dan terbarukan dengan lebih baik.
Alue menyambut baik tawaran Inggris dan menyatakan siap untuk bekerja sama dalam melakukan transisi tersebut. Lebih lanjut wakil menteri itu menyebutkan, Indonesia telah memiliki Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang juga memuat langkah-langkah transisi energi tersebut.
Pencapaian NDC oleh setiap negara menjadi sangat penting untuk menjaga agar suhu global tidak bertambah lebih dari 2 derajat celsius dibandingkan dengan pra-Revolusi Industri tahun 1800-an. Laporan dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) pada akhir November 2019 ini menyebutkan, sebagian besar emisi global disumbangkan oleh negara-negara anggota G-20, Indonesia menjadi salah satunya.
Laporan ini juga menyebutkan, tujuh negara G-20 yang dinilai melenceng dari target penurunan gas rumah kaca sesuai target 2020 antara lain Kanada, Indonesia, Meksiko, Republik Korea, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. Tiga negara bahkan belum membuat komitmen, yakni Argentina, Arab Saudi, dan Turki.