Kematian Ternak akibat Demam Babi Afrika Masih Terjadi di Sumut
›
Kematian Ternak akibat Demam...
Iklan
Kematian Ternak akibat Demam Babi Afrika Masih Terjadi di Sumut
Demam babi afrika yang masuk ke Indonesia beberapa bulan ini terus mewabah di 16 kabupaten di Sumatera Utara. Kematian ternak babi sudah lebih dari 23.000 ekor dan hingga kini masih terus berlanjut.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Demam babi Afrika yang masuk ke Indonesia beberapa bulan ini terus mewabah di 16 kabupaten di Sumatera Utara. Kematian ternak babi sudah lebih dari 23.000 ekor dan hingga kini masih terus berlanjut. Hingga kini, belum ada upaya penanggulangan dan pemberantasan penyakit hewan itu. Pengumuman kejadian wabah penyakit pun belum dilakukan pemerintah.
Serangan wabah yang diduga demam babi afrika (african swine fever/ASF) antara lain terjadi di sentra peternakan babi di Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumut. Kematian ternak babi hampir terjadi di seluruh peternakan di wilayah itu yang berjumlah sekitar 700 peternakan rakyat.
”Peternakan babi adalah penopang ekonomi keluarga di desa ini. Kami sangat terpuruk dengan wabah penyakit ini,” kata Andri Siahaan (33), peternak babi di Desa Helvetia.
Menurut Andri, kematian ternak babi yang sangat besar seperti sekarang ini belum pernah menyerang sentra peternakan itu. Para peternak pun tidak tahu harus berbuat apa karena tidak mengenali jenis penyakit itu.
Awalnya, pemerintah menyebut ternak babi di Sumut mati karena penyakit hog cholera. Namun, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan, kematian ternak terindikasi karena virus ASF. Penyakit ASF sampai sekarang belum ada vaksinasi ataupun pengobatannya.
Andri mengatakan, para peternak belum mendapat sosialisasi apa pun tentang penyakit ternak itu. Ternak babi pun masih tampak dibawa keluar dari peternakan itu. Tidak ada pembatasan lalu lintas hewan sama sekali. Menurut peternak, hingga kini belum ada tindakan apa pun yang dilakukan pemerintah terhadap mereka.
Andri mengatakan, peternak yang umumnya memelihara 50 babi per rumah tangga mengalami kerugian sangat besar. Mereka seharusnya menjual ternak itu pada Natal dan Tahun Baru. Dengan harga Rp 30.000 per kilogram, harga babi sekitar Rp 2,5 juta per ekor.
”Sekarang sebagian besar babi mati. Harga babi pun saat ini hanya Rp 10.000 per kilogram. Itu pun tidak laku,” ujarnya.
Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Muhammad Munawaroh mengatakan, Menteri Pertanian seharusnya mengumumkan wabah ASF agar penanganan yang dilakukan bisa maksimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
”Tujuan utama deklarasi wabah penyakit ASF adalah mencegah penularan penyakit semakin luas,” katanya.
Tujuan utama deklarasi wabah penyakit ASF adalah mencegah penularan penyakit semakin luas (Munawaroh).
Munawaroh mengingatkan, pemerintah pernah terlambat mendeklarasikan penyakit flu burung (avian influenza) yang mewabah di Indonesia pada tahun 2003. ”Akibatnya, penyakit flu burung sudah telanjur menyerang semua wilayah Indonesia. Padahal, penyebaran penyakit itu seharusnya bisa ditutup di daerah tertentu saja,” ujarnya.
Menurut Munawaroh, jika ditakutkan akan menghentikan ekspor, deklarasi wabah ASF bisa dilakukan hanya untuk zona Sumatera Utara. Dengan demikian, ternak babi dari wilayah masih bisa diekspor. ”Lalu lintas ternak babi dari Sumut akan ditutup sehingga ASF tidak menyebar ke daerah lain,” ujarnya.
Munawaroh mengatakan, pengumuman kejadian wabah penyakit hewan akan diikuti dengan penutupan daerah tertular, pemberantasan penyakit, pengobatan hewan, pemusnahan hewan tertular, dan pengalokasian dana yang memadai. Pemerintah juga berkewajiban memberikan kompensasi terhadap ternak yang dimusnahkan.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap mengatakan, pengumuman wabah penyakit merupakan wewenang Menteri Pertanian dengan melihat sejumlah kriteria, seperti peningkatan jumlah kematian, penyebaran penyakit, dan hasil pemeriksaan laboratorium.
”Saat ini kasus ASF tidak menyebar lagi dari 16 kabupaten. Jumlah ternak yang mati sekitar 1,9 persen dari populasi 1,2 juta ekor,” kata Azhar.
Azhar mengatakan, pemerintah telah meminta peternak membatasi pengiriman ternak babi antardaerah. Dinas juga membagikan disinfektan kepada peternak untuk meningkatkan biosecurity.