Merakit Indonesia Emas
Guna menggali proyeksi dan rencana-rencana pemerintah menuju Indonesia emas, Kompas mewawancarai Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Indonesia adalah sejarah bangsa yang telah menyia-nyiakan kesempatan emas di abad 19 dan 20. Ini bukan sekadar kesimpulan agitative Guru Besar Emeritus Bidang Ekonomi , SOAS University of London, Inggris, Anne Booth dalam salah satu bukunya. Ini empirik yang satir.
Di era 1980-an, Indonesia digelontor surplus migas besar-besaran. Di era 1990-an, Indonesia diberkahi ledakan harga komoditas. Dan di era 2000-an, Indonesia kebanjiran arus modal. Namun setelah lebih dari 30 tahun, Indonesia masih berkutat di negara berpendapatan menengah.
Kata orang bijak, kesempatan tidak datang dua kali. Namun khusus Indonesia, agaknya kesempatan itu datang beberapa kali. Dan jika sekarang Indonesia diberi satu kali lagi anugerah berupa bonus demografi, tak ada kata lain kecuali harus sukses.
Sukses harus direncanakan. Untuk itu, tak ada lembaga yang lebih bertanggung-jawab ketimbang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dan satu mata Bappenas sudah meneropong ke 2045 yang bukan tahun biasa.
Pada tahun itu, Indonesia akan merayakan ulang kemerdekaannya yang ke-100. Di usia emas itu, tak ada kado yang lebih layak untuk nusantara ketimbang menggenapkan visi para pendiri bangsa, yakni Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Guna menggali proyeksi dan rencana-rencana pemerintah menuju Indonesia emas, Kompas mewawancarai Kepala Bappenas Suharso Monoarfa di Kantor Bappenas, Jumat (29/11/2019). Wawancara berlangsung sekitar 1,5 jam. Berikut petikannya.
Ada pesan khusus dari Presiden untuk Bappenas?
Pertama, mengembalikan peran dan fungsi Bappenas sebagai clearing house. Dan itu ditekankan lagi oleh Presiden waktu di sidang kabinet.
Bappenas harus mampu menjadi dirigen yang baik dan mampu mengkonvergensi seluruh kegiatan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, agar semua usaha mengarah ke satu tujuan yang sama sesuai visi Presiden. Ini sekaligus penting agar dengan anggaran terbatas, pembangunan yang dilakukan bisa berjalan efisien dan efektif.
Yang kedua, bagaimana mengantar Indonesia keluar dari negara berpendapatan menengah ke negara berpendapatan tinggi. Harapannya, 2020, kita bisa naik dari negara berpendapatan menengah-bawah ke menengah-atas.
Dan kira-kira pada 2035, kita sudah bisa lolos ke negara berpendapatan tinggi (maju). Saat itu, pendapatan per kapita Indonesia diperkirakan sekitar 12.000-13.000 dollar AS. Saat ini, kita sekitar 4.000 dollar AS per kapita.
Apa syaratnya untuk menuju ke sana?
Untuk mencapai itu, perlu pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,4-6 persen per tahun. Berdasarkan simulasi Bappenas, dari sisi input, upayanya adalah dengan meningkatkan peran manufaktur. Saat ini, sumbangan manufaktur terhadap PDB kurang dari 20 persen. Dengan sejumlah kebijakan yang akan dilakukan, kita berharap posisinya naik menjadi 21-23 persen. Kita pernah 29 persen. Untuk itu, manufaktur harus tumbuh rara-rata 7 persen per tahun.
Kedua, konstruksi. Pertahankan pertumbuhan yang ada saat ini, yakni 6,1 persen. Itu sudah bagus. Dua hal ini jadi pendorong dari sisi input.
Dari sisi ouput?
Daya beli masyarakat. Konsumsi harus bisa dipertahankan 55 persen terhadap PDB. Pertumbuhannya harus dijaga rata-rata 5 persen per tahun.
Lalu investasi harus tumbuh tinggi, sekitar 7 persen per tahun. Dalam lima tahun ke depan, saya cenderung mendorong investasi terlebih dahulu. Investasi ini untuk meningkatkan industri manufaktur dan subsitutusi impor sekaligus untuk mengurangi defisit transaksi berjalan.
Jika skenario ini berjalan, 2035 kita menjadi negara berpendapatan tinggi (maju) dan pada 2045, pendapatan per kapita Indonesia diperkirakan akan mencapai 23.000 dollar AS.
Negara maju seperti apa?
Seperti Indonesia. Enggak ada contohnya. Kita kaya akan sumber daya alam, terlambat meningkatkan kualitas SDM, tapi kemudian kita membayar keterlambatan itu dengan memanfaatkan teknologi-teknologi canggih.
Pada titik itu nanti, setelah 2035, baru akan datang inovasi-inovasi dari Indonesia. Karena kita negara kepulauan, maritim, maka kita harusnya ahli di bidang teknologi pangan, terutama pangan yang bersumber dari kekayaan maritim. Termasuk di dalamnya adalah Indonesia harus ahli di bidang tekonologi energi dan air. Kita harus bisa jago di situ.
Indonesia bisa ambil peluang sebagai negara yang ahli di bidang teknologi maritim. Potensi maritim Indonesia sangat besar melebihi Jepang. Karena itu, penguasaan teknologi di bidang perkapalan, perikanan, dan kelautan menjadi keniscayaan.
Indonesia juga berpotensi unggul di bidang transportasi udara mengingat bentang wilayah yang luas dan kepulauan. Industri pesawat terbang harus dikembangkan kembali, terutama pesawat jarak pendek dan menengah. Untuk mencapai itu, kualitas sumber daya manusia dan sistem pendidikan harus diperbaiki dengan pendekatan ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika (STEM).
Apa agenda perencanaan Bappenas?
Bappenas pada lima tahun ini memiliki dua agenda besar, menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2019-2024 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045. Artinya, lima tahun ini akan menjadi dasar bagi Indonesia untuk melompat menjadi negara maju.
Bagaimana dengan wacana GBHN?
Jika ingin menggunakan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), susahnya harus mengubah Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Paling memungkinkan GBHN, tetapi dalam bentuk undang-undang. Jadi undang-undang tentang GBHN.
Jadi hanya judulnya saja yang berubah (dari sebelumnya UU RPJP). Sementara isinya tetap arah pembangunan jangka panjang, menengah, dan segmen waktunya.
Sebagai perbandingan, saat ini AS dan negara-negara maju tidak lagi memiliki buku tebal berisi perencanaan jangka panjang. Mereka hanya menetapkan fokus tertentu pada jangka panjang. Perencanaan bergerak dinamis mengikuti perkembangan dan perubahan zaman.
Bagaimana Bappenas melihat perubahan?
Bappenas tak sekadar merencanakan pembangunan, tetapi juga akan mengubah cara kerja birokrasi. Perkembangan teknologi menuntut birokrat adaptif terhadap perubahan.
Karena itu, pada 2020, internal Bappenas akan melakukan uji coba pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan untuk kerja birokrasi. Seluruh aktivitas aparatur sipil negara (ASN) bisa dikerjakan melalui aplikasi berbasis sistem komputasi awan (cloud). Waktu dan lokasi kerja lebih fleksibel, tetapi terukur. Hasil uji coba akan diserahkan ke Presiden dan diaplikasikan secara nasional.
Nantinya, pemerintah akan memiliki sistem cloud nasional dengan bandwidth yang besar dan firewall paling efektif. Sistem cloud juga terintegrasi dengan program satu data dan satu peta. Penggunaan sistem cloud memungkinkan beberapa kantor direktorat jenderal kementerian pindah ke lokasi yang terkait langsung dengan bidang kerjanya, terutama pertambangan, perkebunan, dan perikanan. Dengan demikian, tidak semua unsur dalam kementerian/lembaga akan dipindahkan ke ibu kota negara baru.
Bagaimana dengan sumber daya manusia?
SD Inpres (masa Orde Baru) adalah kebijakan yang tidak biasa. Itu mengubah Indonesia, terutama sosok tenaga kerjanya sekaligus pertumbuhan Indonesia tinggi saat itu. Meskipun tidak sampai double digit, tetapi tinggi.
Saat ini, struktur pendidikan kita masih piramida. Semakin ke atas hirarki pendidikan, semakin sedikit generasi Indonesia yang masuk. Kita sekarang sudah wajib belajar 12 tahun. Ini harus terus dilanjutkan sehingga SD, SMP dan SMA, dan perguruan tinggi relatif sama banyaknya sehingga bukan lagi piramida tetapi pipa bentuknya. Itu akan dahsyat. Pokoknya orang didorong masuk SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi.