Geliat Kreatif di Kediri
Kreativitas berdenyut di Kota Kediri, Jawa Timur. Karsa berkreasi merebak hingga ke pelosok-pelosok kampung. Ragam pergelaran mengasah estetika, ditampilkan seiring dengan tingginya antusiasme masyarakat untuk berkarya.
Hutan Kota Joyoboyo meriah dengan aneka busana eksotis. Desainer kondang Didiet Maulana, Priyo Oktaviano, dan Samira M Bafagih menampilkan koleksi terbarunya menggunakan tenun ikat. Ribuan pengunjung berkerumun di ruang terbuka hijau (RTH) yang teduh di Kota Kediri itu, Kamis (5/12/2019).
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Timur Arumi Bachsin menyempatkan untuk mengungkapkan kekagumannya sejenak terhadap Hutan Kota Joyoboyo. ”Suasananya enak sekali. Adem dan terawat. Hebat,” ujarnya di hadapan undangan.
Masyarakat bergembira menyaksikan The 5th Dhoho Street Fashion, peragaan busana bertema ”Pride of Jayabaya”. Permainan masif transparan kreasi Didiet, pakaian bergaya energik dan muda karya Priyo, atau perpaduan busana warna kontras dengan bordir dari Samira, semua sama-sama memukau.
Perpaduan kasual dan berani ekspresi desainer Kota Kediri, Desty Rachmaning Caesar, Ahmad Qosim, Nunung Wiwin Ariyanti, dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Kediri, tak kalah memikat. Sejumlah remaja sesekali menjerit histeris merespons lalu lalang peragawan dan peragawati berparas rupawan. Selama sekitar dua jam hingga pukul 12.00, warga disuguhi peragaan busana yang dirintis sejak 2015 itu.
Suasananya enak sekali. Adem dan terawat.
Semangat kreatif merebak. Dhoho Street Fashion telah memasuki masa mapan sebagai ikon Kota Kediri. Setiap tahun, perancang-perancang busana digamit untuk mempromosikan tenun ikat, wastra adiluhung khas Kediri. Tenun ikat telah diketahui keberadaannya paling tidak sejak tahun 1910 dengan lembaran yang tersimpan di Tropenmuseum, Amsterdam, Belanda.
Pertunjukan perdana diinisiasi di Jalan Dhoho, jalur di pusat bisnis Kota Kediri hingga nama itu tetap digunakan meski lokasinya kini berbeda. Kesamaannya, Dhoho Street Fashion senantiasa diadakan terbuka di ruang-ruang publik.
”Supaya natural. Saya malah kurang minat di gedung. Hutan Kota Joyoboyo dipilih untuk mengeksplorasi RTH,” ujar Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Silviana Abu Bakar.
Taman itu pula yang mewadahi semangat mewujudkan kreativitas. Hutan Kota Joyoboyo direvitalisasi dengan menggandeng Yu Sing, pendiri firma arsitektur Studio Akanoma yang menaruh perhatian terhadap isu lingkungan hidup.
”Dulu, di Hutan Kota Joyoboyo sampah bertebaran. Itu tempat jin buang anak,” gurau Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar. Taman itu dibenahi tahun 2017 hingga asri dan tertata. Flamboyan, kakao, dan sukun menjadi penaung warga yang bercengkerama. Saat malam, taman itu terang dengan pendar cahaya lampu.
Hingga kampung
Kediri juga mengaktualisasi identitasnya sebagai kota kreatif dengan menyelenggarakan Jazz Brantas, Sabtu (23/11). Festival jaz yang dicetuskan Chevy Ning Suyudi itu menampilkan 11 musisi seperti Idang Rasjidi, Calvin Jeremy, dan Yuri Mahatma. Jazz Brantas 2019 dihadiri sekitar 2.000 pengunjung. ”Jumlah itu melampaui perkiraan awal sekitar 1.000 orang,” ujar Chevy yang juga Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Kediri itu.
Kediri yang berada di jantung Jatim itu tengah menyeruak dengan beragam agenda daya cipta di antara kilau kota-kota besar. Bukan hanya pemerintah kota, masyarakatnya turut aktif menggiatkan kreativitas. Industri kreatif pun menggeliat dengan riuh rendahnya yang meramaikan hingga jauh ke kampung.
Di sanggar kerja tenun ikat Medali Mas, Kelurahan Bandarkidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Selasa (3/12), alat tenun bukan mesin (ATBM) tak henti berderak pada pukul 08.00-16.00. Di ruang pamernya, pemilik Medali Mas, Siti Ruqoyah, sibuk melayani tamu-tamu yang menanyakan harga. Kain katun dengan lebar 90 sentimeter dan panjang 2,5 meter dijual Rp 175.000. Tenun ikat bisa diolah antara lain menjadi pakaian, sepatu, dan sarung.
Saya mau menjaga tenun yang sarat historis itu.
”Sejak 1989, saya membuat tenun ikat. Sekarang, saya punya dua sanggar kerja. Ada 74 ATBM yang digunakan,” ujar Siti. Medali Mas mempekerjakan 138 orang. Di Bandarkidul terdapat 12 usaha tenun ikat yang menyerap sekitar 500 tenaga kerja.
”Ada warga yang tadinya punya dua ATBM sekarang punya empat unit. Ketika pertama kali membuka usaha, saya hanya punya dua ATBM,” ucap Siti. Ia meneguhkan niat untuk melestarikan warisan budaya.
Ikhtiar Siti dilatarbelakangi pendidikannya. ”Saya mau menjaga tenun yang sarat historis itu,” kata lulusan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa Surabaya, Jatim, itu. Tenun ikat pun mencoba bertahan di tengah gerusan mesin modern. Orisinalitas membentengi wastra khas Kediri itu dari kemusnahan.
”Konsumen sudah paham kalau cari kain yang dibuat mesin modern sudah banyak di pasar. Mereka cari yang tradisional,” ujar Siti.
Gim video
Sektor kreatif lain dilakoni sejumlah pegiat gim video dari Kediri yang merobohkan keterbatasan fasilitas dan kendala jarak dari pusat digitalisasi global. Mereka yang tergabung dalam Komunitas Developer Kadiri (Kodeka) itu menggondol sejumlah penghargaan internasional.
Gim-gim video hanya dibuat di studio ala kadarnya. Tahoe Games, misalnya, berkreasi di ruang dengan panjang 6 meter dan lebar 2,5 meter. Tidak ada peralatan teramat mutakhir. Dinding studio itu kotor dengan beberapa sarang laba-laba. Pintu bercat hijau pastel terlihat sudah pudar dan bercelah.
Robertus Rahardian Harisman, pendiri Tahoe Games, tampak serius menggarap gim video bersama pemrogram Hermawan Andika dan artis Litong Akbar. Mereka berkarya di rumah orangtua Harisman. Beranjak dari kamar itu, Harisman dan rekan-rekannya bepergian antara lain ke Jakarta dan Surabaya hingga ke Korea Selatan dan Jepang.
Hayo, kota mana lagi yang mau menyusul Kediri?
Tahoe Games dengan gim nya, Bomb Raider, meraih juara Indonesia Indie Game Festival di Yogyakarta tahun 2016. Gim lain, Rising Hell, memperoleh penghargaan Official Selection the Mix Asian Game Showcase di Amerika Serikat, Maret 2019. Grafis Bomb Raider dan Rising Hell tidak kalah mentereng dibandingkan dengan gim-gim dunia lain.
Menurut Kepala Seksi Industri Aneka Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Kediri Salim Darmawan, industri kreatif di Kota Kediri makin menunjukkan kinerja yang menggembirakan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Kediri, industri kreatif belum disusun sebagai bidang yang spesifik. Namun, berbagai lapangan usaha yang berkembang, termasuk industri kreatif, ditunjukkan dengan peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Kediri tahun 2018 sebesar Rp 128 triliun dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar Rp 116 triliun.
”Tentunya sektor ekonomi kreatif diharapkan terus maju sehingga berimplikasi pada peningkatan PDRB Kota Kediri,” ujar Salim.
Hayo, kota mana lagi yang mau menyusul Kediri?