Lukisan Klorofil
Ladang kreativitas seni rupa kontemporer masih terbentang luas. Salah satunya, mengolah dedaunan hijau yang diekstraksi dan dicampurkan dengan bahan dasar cat minyak untuk melukis, jadilah lukisan-lukisan klorofil.
Ada di antaranya salah satu lukisan yang hanya dengan satu warna polos, yaitu warna hijau, dari cat klorofil itu. Karya itu diberi judul ”Lux Lumina” (2017), tertulis dengan media green natural pigment (pigmen hijau alami) di atas kanvas berukuran 172 sentimeter x 150 sentimeter.
Sekilas, itu seperti bidang kanvas kosong yang kebetulan diberi warna dasar hijau. Tetapi, ternyata itu sudah selesai sebagai karya seni rupa kontemporer yang lebih mengutamakan konteks dan gagasan ketimbang eksekusi visualnya.
”Lux Lumina” untuk judul karya lukisan klorofil itu memiliki makna tentang daya pancar cahaya. Cahaya tentu dari matahari yang kemudian dipertautkan dengan fotosintesis tumbuhan.
Perupa asal Sisilia, Italia, Filippo Sciascia, yang kini menetap di Bali sejak 1997, menghadirkan karya itu di dalam pameran tunggalnya, Primitive Mornings. Pameran digelar di galeri Rubanah Underground Hub, Jakarta, berlangsung mulai dari 30 November 2019 hingga 11 Januari 2020.
Belasan karya lain berbasis media kanvas, aluminium, kayu, instalasi lampu, dan video seni. Judul pameran ini, Primitive Mornings, dicuplik dari judul salah satu karya instalatif berbahan resin atau getah alami, bilah-bilah aluminium, dan lampu tabung listrik.
”Filippo berkarya dengan konsep yang dimulai dengan cahaya dan komponen-komponen alam. Pada praktiknya kemudian ia menggabungkan antara sains dan seni,” ujar Akmalia Rizqita selaku Manajer Proyek Rubanah Underground Hub, Selasa (3/12).
Menurut Akmalia, kebetulan kurator secara khusus untuk pameran ini tidak dipersiapkan. Pameran tersebut diselenggarakan Kedutaan Besar Italia dan The Italian Cultural Institute Jakarta untuk peringatan ke-15 Italian Contemporary Art Day.
Pelaksana kegiatan adalah Rubanah Underground Hub bekerja sama dengan Yeo Workshop dan Associazione dei Musei d’Arte Contemporanea Italiani (AMACI). Karya Filippo dengan kekuatan seni rupa kontemporernya tahun ini terpilih untuk dipamerkan.
Seni bertemu sains
Cat klorofil itu ternyata masih dilengkapi dengan taburan bubuk melatonin, yaitu hormon neurotropik dengan gugus antioksidan yang kerap digunakan sebagai bahan obat tidur. Cat ini dituangkan Filippo ke dalam karya lukisan-lukisan lainnya pula.
Judul-judul lukisannya bertalian erat dengan persoalan keilmuan. Filippo berusaha mempertemukan seni dengan sains.
Di antaranya lukisan yang berjudul, ”Phylogenetic” (2019), dengan media papan kayu berukuran 133 sentimeter x 95 sentimeter. Filippo melukis garis-garis putih sebagai jaringan yang bercabang-cabang di atas bidang yang memiliki warna dasar hijau dari cat klorofil itu.
Jaringan yang bercabang-cabang sebagai filogenesis atau hubungan di antara kelompok-kelompok organisme yang dikaitkan dengan proses evolusi.
Kemudian lukisan berjudul ”Interstellar” (2019) dengan media kanvas yang dilekatkan di papan kayu berukuran 77 sentimeter x 75 sentimeter. Ini tak ubahnya seperti lukisan abstrak dengan garis-garis lurus berwarna putih yang saling bersimpangan di atas warna dasar hijau klorofil pula.
Lukisan dengan judul yang sama dengan yang sebelumnya, ”Lux Lumina” (2017), dengan media cat minyak di atas kanvas yang dilekatkan di kayu berukuran 76 sentimeter x 50 sentimeter. Di situ ada garis berbentuk geometris lingkaran dan lonjong yang dituangkan seperti garis lintasan benda-benda kosmis berevolusi atau berputar mengelilingi pusatnya.
Lukisan berjudul ”Lumina Clorofillian” (2018) dengan media cat minyak di atas kanvas dan diaplikasikan di atas papan kayu berukuran 50 sentimeter x 60 sentimeter. Ada dua figur manusia dilukis di situ.
Kedua orang itu sedang menyusuri area dengan banyak tumbuhan. Mereka mengenakan daun hijau berukuran besar sebagai penutup kepala dan bagian pundak.
Mungkin dedaunan itu berfungsi sebagai mantel atau jas hujan. Dari judul ”Lumina Clorofilliana” ini, Filippo bertutur tentang cahaya dan klorofil yang hidup berdampingan bersama.
Lukisan lain ada yang juga memiliki judul sama dengan ”Primitive Mornings”. Lukisan itu dengan media cat minyak di atas kanvas dan dilekatkan di papan kayu berukuran 66,5 sentimeter x 50 sentimeter. Di situ ada gambar sepotong tubuh perempuan tak berbusana pada bagian perut hingga genital. Bagian genital itu tertutup dedaunan hijau berbunga putih.
”Dari lukisan ini Filippo ingin menggambarkan perempuan itu sebagai mother nature (ibu pertiwi),” ujar Akmalia.
Semua lukisan Filippo itu memiliki warna dasar hijau dari cat klorofil. Tetapi, ada satu lukisan yang memiliki warna dasar berbeda, yaitu kuning kecoklat-coklatan.
Di situ ada garis-garis yang menampakkan bekas-bekas sirip daun. Ternyata lukisan itu diciptakan Filippo dengan cara meletakkan jenis daun tertentu di atas kanvas, lalu ditindih dengan papan datar dan dibiarkan selama lima tahun.
Lukisan itu kemudian diberi judul ”Lumina Clorofilliana” (2015). Medianya resin atau getah alami dan dedaunan di atas kanvas berukuran 162 sentimeter x 150 sentimeter.
Judul lukisan ”Lumina Clorfofilliana” sama dengan beberapa lukisan sebelumnya. ”Filippo sengaja memberikan judul-judul yang sama,” ujar Akmalia.
Cahaya dan aluminium
Di lukisan awal yang diberi judul ”Primitive Mornings”, ada elemen cahaya dari lampu tabung listrik, resin alami, dan bilah-bilah aluminium yang disusun membentuk bidang datar. Akmalia menuturkan, Filippo menuturkan bahwa ketiganya mempunyai kaitan satu sama lain.
”Filippo menunjukkan keterkaitannya, di antaranya lewat video seni yang sebagian materinya diambilkan dari badan antariksa NASA Amerika Serikat. Di situ ada bakteri yang mampu memakan elektron dari listrik,” ujar Akmalia.
Lewat karya instalasi yang diberi judul ”Phylogenetic”, sama dengan judul karya sebelumnya, Filippo juga menunjukkan saling keterkaitannya. Karya itu berukuran 170 sentimeter x 152 sentimeter terbagi dua sama besarnya.
Bagian atas dengan media bergambar tumbuh-tumbuhan kecil di atas tanah. Lampu tabung menyala di sebaliknya untuk mengilustrasikan cahaya matahari menembus hingga ke tanah. Bagian bawah instalasi itu dengan media
aluminium yang digambari jaringan filogenesis terhubung dengan lampu tabung di bagian atasnya.
Merujuk muasal aluminium itu dari bijih bauksit yang banyak ditemukan di lapisan tanah dangkal. Di muka bumi bauksit paling banyak ditemukan di wilayah tropis, wilayah yang paling banyak menerima cahaya matahari.
Melalui karya ini, Filippo mengembangkan keterhubungan antara cahaya dan aluminium melalui proses alami tetumbuhan dan tanahnya. Di sini seni dan sains kembali dipertemukan Filippo ke dalam karya seni rupa kontemporer.