Hingga kini belum ada pengumuman atas apa yang sebenarnya terjadi pada ribuan ternak babi yang mati di 16 kabupaten di Sumut. Desakan pengumuman atas keberadaan wabah demam babi Afrika pun dilontarkan.
Oleh
Nikson Sinaga
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS— Kematian ternak babi di 16 kabupaten di Sumatera Utara yang belum terhentikan membingungkan peternak. Hingga kini, diperkirakan sudah 23.000 ekor babi mati dan terus bertambah.
Para peternak kebingungan dengan kejadian yang belum pernah mereka alami itu. ”Kami tidak tahu harus bagaimana,” kata Andri Siahaan (33), peternak babi di Desa Helvetia, Kabupaten Deli Serdang, Sabtu (7/12/2019).
Para peternak pun belum mendapat sosialisasi apa pun tentang penyakit ternak itu. Babi-babi masih terus dibawa keluar dari peternakan, tidak ada pembatasan lalu lintas hewan sama sekali.
Hingga kini pun belum ada tindakan apa pun dari pemerintah terhadap mereka. Yang pasti, kata Andri, wabah ini merugikan peternak.
Peternak yang umumnya memelihara 50 ekor babi per keluarga rugi sangat besar. Seharusnya, menjelang Natal dan Tahun Baru, para peternak babi meraup untung dari penjualan babi.
Dengan harga Rp 30.000 per kilogram, harga babi sekitar Rp 2,5 juta per ekor. ”Sekarang sebagian besar babi mati. Harga babi pun saat ini hanya Rp 10.000 per kilogram. Itu pun tidak laku,” ujarnya.
Penyakit ASF sampai sekarang belum ada vaksin ataupun obatnya.
Peternakan babi merupakan penopang utama keluarga peternak, seperti di Deli Serdang dan sentra ternak lain.
Awalnya, kematian ternak babi diduga terkait penyakit hog cholera. Namun, dugaan itu dinilai tidak tepat karena tenak-ternak yang sudah divaksin pun banyak yang mati. Hasil uji laboratorium Balai Veteriner Medan menunjukkan, sejumlah sampel babi di Sumut positif mengalami demam babi Afrika (african swine fever/ASF).
Penyakit ASF sampai sekarang belum ada vaksin ataupun obatnya. Hal itu kian menimbulkan kepanikan.
Serangan wabah yang diduga ASF itulah yang antara lain merebak di sentra peternakan babi di Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Kematian babi hampir terjadi di seluruh peternakan di wilayah itu yang berjumlah sekitar 700 peternakan rakyat.
Tanpa pengumuman
Hingga kini belum ada upaya penanggulangan dan pemberantasan penyakit hewan itu. Pengumuman kejadian wabah penyakit pun belum dilakukan pemerintah.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap mengatakan, pengumuman wabah penyakit merupakan wewenang Menteri Pertanian dengan melihat sejumlah kriteria, seperti peningkatan jumlah kematian, penyebaran penyakit, dan hasil pemeriksaan laboratorium.
”Saat ini kasus ASF tidak menyebar lagi dari 16 kabupaten. Jumlah ternak yang mati sekitar 1,9 persen dari populasi 1,2 juta ekor,” kata Azhar. Pemerintah pun mengklaim telah meminta peternak membatasi pengiriman ternak babi antardaerah. Desinfektan juga dibagikan ke peternak.
Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Muhammad Munawaroh mengatakan, Menteri Pertanian seharusnya mengumumkan wabah ASF agar penanganan yang dilakukan bisa maksimal, seperti diatur dalam UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. ”Tujuan utama deklarasi wabah penyakit ASF adalah mencegah penularan penyakit kian luas,” katanya.
Saat ini kasus ASF tidak menyebar lagi dari 16 kabupaten
Munawaroh mengingatkan, pemerintah pernah terlambat mendeklarasikan penyakit flu burung (avian influenza) yang mewabah di Indonesia pada 2003. Akibatnya, flu burung telanjur menyerang semua wilayah Indonesia. ”Padahal, penyakit itu seharusnya bisa ditutup penyebarannya di daerah tertentu saja,” katanya.
Jika dikhawatirkan menghentikan ekspor, menurut Munawaroh, deklarasi wabah ASF bisa dilakukan untuk zona Sumut saja sehingga ternak babi dari wilayah lain masih bisa diekspor. ”Namun, lalu lintas ternak babi dari Sumut akan ditutup sehingga ASF tidak menyebar ke daerah lain,” ujarnya.
Ia mengatakan, pengumuman kejadian wabah penyakit hewan akan diikuti penutupan daerah tertular, pemberantasan penyakit, pengobatan hewan, pemusnahan hewan tertular, dan alokasi dana yang memadai. Pemerintah juga wajib memberi kompensasi atas ternak yang dimusnahkan. (NSA)