Peternak Bali Hindari Pakan Sisa Katering Pesawat dan Kapal Laut
›
Peternak Bali Hindari Pakan...
Iklan
Peternak Bali Hindari Pakan Sisa Katering Pesawat dan Kapal Laut
Wilayah Provinsi Bali dinyatakan masih terbebas dari virus demam babi Afrika. Upaya menjaga kesehatan ternak, peternak antara lain menghindari pakan sisa katering pesawat dan kapal laut.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Wilayah Provinsi Bali dinyatakan masih terbebas dari virus demam babi Afrika. Upaya menjaga keamanan kesehatan ternak babi, antara lain, dilakukan melalui pemberian vaksin kolera babi, pembersihan peternakan, dan larangan pemanfaatan sisa makanan dari katering pesawat ataupun kapal laut.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali I Wayan Mardiana menyatakan, pihaknya sudah mengantisipasi wabah demam babi Afrika melalui sejumlah langkah, di antaranya mengadakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memetakan risiko penyebaran penyakit itu.
”Hingga saat ini belum ada temuan atas demam babi Afrika di Bali,” kata Mardiana, Senin (9/12/2019).
Peternak babi di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, I Made Agustina (60), mengatakan, seluruh ternak babinya masih sehat. Agustina mengatakan rutin membersihkan kandang dan menjaga kebersihan kandang serta babinya. Ia memiliki dua lokasi peternakan dan memelihara lebih dari 70 babi, termasuk 14 babi muda (bibit).
”Saya khawatir dengan adanya berita demam babi Afrika sudah masuk Indonesia. Hingga sekarang belum ada pemberitahuan dari dinas mengenai penyakit itu,” ujar Agustina ketika ditemui di peternakan babinya di Banjar Sedang Kelod, Desa Sedang, Kecamatan Abiansemal, Badung.
Mardiana menambahkan, dari pertemuan dengan dinas peternakan kabupaten/kota, pengelola maskapai penerbangan, otoritas bandara dan pelabuhan, serta pengusaha jasa katering pesawat ataupun kapal laut, disepakati untuk tidak memanfaatkan sisa makanan dari pesawat atau kapal sebagai pakan ternak.
”Terutama pada sisa katering dari pesawat atau kapal laut yang pernah singgah di negara-negara yang sudah terjangkit wabah demam babi Afrika,” ujarnya.
Langkah lain adalah menugaskan tim dari dinas peternakan bersama kalangan dokter hewan untuk memberikan sosialisasi tentang wabah ASF beserta upaya pencegahan. Di antaranya menjaga kebersihan, menjalankan pengamanan untuk mencegah masuknya penyakit (biosecurity), dan pemberian vaksin kolera. Mardiana menambahkan, pihaknya juga memetakan risiko penyebaran penyakit itu pada 25 lokasi peternakan di Bali.
Secara terpisah, Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi (Gupbi) Provinsi Bali I Ketut Hari Suyasa menyatakan, Gupbi Bali mendesak Menteri Pertanian segera mendeklarasikan wabah demam babi Afrika (ASF) untuk mencegah penularan penyakit itu ke sejumlah daerah, termasuk Bali. Ia mengatakan, pengumuman dari pemerintah itu dibutuhkan agar pemerintah daerah dan peternak babi di Bali atau daerah lain lebih waspada.
”Jangan sampai terlambat mengambil tindakan karena ribuan peternak babi menggantungkan nasibnya,” kata Suyasa.
Ia menambahkan, Gupbi Bali menaungi sekitar 3.000 peternak babi, mulai peternak tradisional yang memelihara kurang dari 10 babi hingga peternak babi berskala besar dengan jumlah ternak di atas 100 ekor.
Suyasa mengungkapkan, masyarakat di Bali memanfaatkan babi tidak hanya untuk kepentingan ekonomi atau diperdagangkan dan dikonsumsi, tetapi juga keperluan upacara ritual. ”Babi di Bali bukan hanya sebagai produk ekonomi saja. Babi juga menyangkut kepentingan budaya dalam upacara agama ataupun adat,” katanya.