Banyak Kasus Tak Tuntas, Publik Kecewa dengan Komnas HAM
›
Banyak Kasus Tak Tuntas,...
Iklan
Banyak Kasus Tak Tuntas, Publik Kecewa dengan Komnas HAM
Jajak pendapat Litbang Kompas memperlihatkan publik tak puas dengan kinerja Komnas HAM. Salah satunya karena tak kunjung tuntasnya penyelesaian kasus HAM berat masa lalu. Kewenangan Komnas HAM yang terbatas jadi problem.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas masyarakat tidak puas atas kinerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Salah satunya karena tak kunjung tuntasnya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu.
Berangkat dari hal itu, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam memandang perlu untuk memperkuat kewenangan Komnas HAM. Bagi Choirul, Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM tidak memberikan kewenangan yang cukup besar untuk Komnas HAM.
”Rekomendasi Komnas HAM tidak mengikat. Tidak ada sanksi dan tak ada beban moral bagi yang tak melaksanakan. Ini kan berbahaya. UU No 39/1999 harus direvisi agar rekomendasinya bisa mengikat,” kata Choirul, di Jakarta, Senin (9/12/2019).
Ketidakpuasan publik itu tecermin dari hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas selama 12 pekan sejak September hingga November 2019. Survei bertujuan mengevaluasi penilaian publik terhadap UU 39/1999. Kajian dilakukan di 34 provinsi di Indonesia dan melibatkan 1.200 responden dengan ambang batas kesalahan lebih kurang 2,8 persen.
Pada indikator tingkat kepuasan terhadap kinerja Komnas HAM, sebanyak 62 persen responden menyatakan tidak puas. Jumlah itu tidak setinggi lembaga nonstruktural lainnya, seperti Komisi Nasional Perempuan (70,4 persen), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (70,3 persen), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (63,9 persen).
Ada setidaknya dua alasan ketidakpuasan publik, yaitu kinerja Komnas HAM yang tidak maksimal (12,7 persen) dan kasus yang tidak selesai (8,4 persen).
Menanggapi hasil survei itu, Choirul mengatakan, masyarakat punya harapan yang tinggi terhadap Komnas HAM. Namun, di sisi lain, pengetahuan masyarakat tentang kewenangan dan tugas Komnas HAM masih terbatas. Survei Litbang Kompas menunjukkan, 35,7 persen masyarakat masih tidak mengetahui tugas utama Komnas HAM.
”Ketika harapan yang besar, tetapi tak sesuai dengan kenyataan karena ketidaktahuan terhadap kewenangan Komnas HAM yang terbatas. Padahal, harapannya lebih dari itu. Maka banyak responden yang menyatakan kinerja Komnas HAM tidak maksimal,” katanya.
Terkait kasus yang tidak selesai, Choirul mengakuinya. Banyak kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum tuntas.
Salah satunya, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Domain penanganan kasus itu ada di kepolisian. Komnas HAM bisa saja membuat pengusutan kasus itu lebih cepat. Namun, lagi-lagi karena kewenangan yang terbatas, rekomendasi Komnas HAM bakal dianggap angin lalu.
Di luar kasus Munir, banyak kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terkendala proses di Kejaksaan Agung (Kejagung). Penyelidikan banyak kasus sudah dilimpahkan ke Kejagung, tetapi instansi penegak hukum itu menilai barang bukti tidak cukup. Akibatnya, penyelidikan tak kunjung naik statusnya menjadi penyidikan, apalagi sampai dilimpahkan ke pengadilan.
Berangkat dari tak tuntasnya kasus-kasus itu, Choirul Anam menekankan pentingnya revisi UU 39/1999.
Revisi salah satunya harus mengubah hasil penyelidikan Komnas HAM tak lagi sebatas rekomendasi bagi instansi pemerintah atau lembaga penegak hukum. Lebih dari itu, yang dikeluarkan Komnas HAM punya kekuatan mengikat sehingga sifatnya harus dilaksanakan.
Tak sebatas itu, revisi harus memasukkan sanksi yang bisa dijatuhkan kepada pejabat yang tak melaksanakan keputusan Komnas HAM.
”Cara yang paling instan bisa saja dengan Presiden menerbitkan keputusan presiden (keppres). Kalau revisi UU No 39/1999 saya rasa akan makan waktu lama,” ujarnya.
Keinginan Komnas HAM ini selaras dengan keinginan publik. Survei Litbang Kompas menunjukkan sebanyak 75,9 persen responden mendukung kewenangan Komnas HAM diperkuat. Masyarakat mendukung Komnas HAM diberi kewenangan penyelidikan dan penindakan.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, kewenangan Komnas HAM yang sebatas memberikan rekomendasi kepada presiden atau kementerian dan lembaga amat lemah.
Hal itulah yang menyebabkan publik melihat kinerja Komnas HAM seolah tidak optimal. Usman berpendapat, keberlangsungan revisi UU No 39/1999 sangat bergantung pada kemauan politik dari pemerintah dan DPR.
”Kalau rekomendasi Komnas HAM dibuat lebih mengikat, itu akan mampu memberikan manfaat kepada masyarakat yang membutuhkan fungsi Komnas HAM,” ujarnya.
Dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 yang belum lama ini ditetapkan pemerintah bersama Badan Legislasi DPR, revisi Undang-Undang No 39/1999 termasuk di dalamnya. Dengan demikian, ada kemungkinan revisi akan dilakukan. Seperti diketahui, syarat undang-undang direvisi atau melahirkan undang-undang baru, rancangan undang-undang tersebut harus terlebih dulu masuk dalam prolegnas.