Sayangnya, tak semua kader Partai Keadilan Rakyat (PKR) mendukung Anwar Ibrahim menjadi PM Malaysia. Faksi Wakil Ketua Umum PKR, Azmin Ali, dan faksi Anwar terlibat perseteruan sengit sepanjang kongres PKR, pekan lalu.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
MELAKA, SENIN -- Pimpinan Partai Keadilan Rakyat (PKR), partai terbesar di koalisi yang saat ini memerintah Malaysia, kembali mendesak penyerahan kursi Perdana Menteri Malaysia kepada Anwar Ibrahim, Ketua PKR. Sayangnya, tidak semua elite Partai Keadilan Rakyat sepenuhnya mendukung Anwar.
"Sejauh yang saya tahu, itu (penyerahan jabatan PM) sudah jelas. Hanya soal waktu,” ujar Anwar mengenai isu transfer jabatan PM itu pada sela penutupan kongres Partai Keadilan Rakyat (PKR), Minggu (8/12/2019), di Melaka, sekitar 150 kilometer tenggara Kuala Lumpur, Malaysia.
"Sekarang, mari membahas mekanisme yang bisa diterima semua pihak sehingga peralihan mulus dan tertib,” ujar Anwar di hadapan kader PKR yang mengusung poster "Anwar PM-8".
“Ini bukan rapat tahunan biasa. Ini pelantar penting bagi Anwar untuk mengesahkan posisinya sebagai pengganti Mahathir. Dia memenangi kursi ketua partai tahun lalu. Tahun ini, dia harus menunjukkan masih mengendalikan partai,” kata Adib Zalkapli, analis pada Bower Group, lembaga konsultan risiko politik di Malaysia.
Anwar Ibrahim sudah digadang jadi PM sejak 1995. Perselisihannya dengan Mahathir Mohammad, PM Malaysia periode 1981-2003, membuatnya bolak-balik dipenjara sejak 1997 hingga 2018. Rangkaian penjara menjauhkannya dari kursi PM. Di penjara, ia keluar dari Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang dipimpin Mahathir, lalu membentuk PKR.
PKR dibentuk, 20 tahun silam, untuk mengusung agenda reformasi Anwar setelah ia dipenjara untuk pertama kali dalam kasus--menurut Anwar--rekayasa dakwaan korupsi dan sodomi. Anwar kembali dipenjara untuk kedua kali dalam kasus dakwaan sodomi yang kedua pada 2015. Ia mendapat pengampunan kerajaan, bulan Mei lalu.
PKR dibentuk, 20 tahun silam, untuk mengusung agenda reformasi Anwar.
Pada sisi lain, Mahathir juga berselisih dengan Najib Razak, Ketua dan PM Malaysia periode 2009-2018, mendorong Mahathir keluar dari UMNO. Ia membentuk Partai Pribumi Bersatu Malaysia dan berkoalisi dengan Anwar dalam payung Pakatan Harapan.
Koalisi itu memenangi pemilu Malaysia pada Mei 2018. Karena kala itu Anwar masih dipenjara, Mahathir kembali jadi PM. Mahathir menyatakan akan menjadi PM selama dua tahun demi membereskan kekacauan yang ditimbulkan PM Malaysia periode 2009-2018, Najib Razak.
Belakangan, Mahathir menyatakan membutuhkan lebih banyak waktu untuk membenahi Malaysia. Pernyataan itu memicu kegelisahan para pendukung Anwar di PKR, pemilik 50 dari 129 kursi PH di parlemen Malaysia.
Perpecahan
Sayangnya, tidak semua kader PKR mendukung Anwar menjadi PM. Faksi Wakil Ketua Umum PKR, Azmin Ali, dan faksi Anwar terlibat perseteruan sengit sepanjang kongres di Malaysia. Bahkan, pendukung kedua kubu baku pukul pada Rabu lalu. Selanjutnya, Azmin dan para pendukungnya meninggalkan lokasi kongres pada Jumat malam.
Wakil Ketua PKR, Tian Chua, mengingatkan agar kader partai itu tidak jadi penjilat dan mengubah partai jadi kumpulan penggemar fanatik seseorang. “Ini bukan PM ke-8, PM ke-9, atau PM ke-10," kata dia.
"Kita akan melihat kader lebih ekstrem dan obsesif, ini bahaya. Kami tidak mau partai ini berubah menjadi partai dengan tujuan tunggal, menjadikan pemimpinnya sebagai penguasa,” ujar Tian Chua, salah satu pendukung Azmin itu, sebagaimana dikutip Malay Mail.
Selain Anwar, Azmin digadang menjadi calon pengganti Mahathir. Persaingan Anwar-Azmin semakin keras sejak akhir 2018. Selama kongres di Malaka, sejumlah pendukung Anwar menuding Azmin sebagai pengkhianat. Sebab, Azmin dinilai terlalu dekat dengan Mahathir. Azmin membalasnya dengan menyatakan dirinya salah satu pembentuk dan pengurus PKR sejak 20 tahun lalu. (REUTERS)