Ternak babi di Sulawesi Utara dipastikan bebas dari virus demam babi afrika. Pemerintah pun menjamin ketersediaan daging babi yang bebas penyakit menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2020.
Oleh
Kristian Oka Prasetyadi
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Ternak babi di Sulawesi Utara dipastikan bebas dari virus demam babi afrika. Selama beberapa bulan terakhir, pintu impor terhadap babi maupun produk daging babi dari Filipina telah ditutup. Pemerintah pun menjamin ketersediaan daging babi yang bebas penyakit menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2020.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut Henny Kambey, Senin (9/12/2019), ketika dihubungi dari Manado. Tim dari dinas telah mengawasi peternakan-peternakan babi di Sulut sembari menyosialisasikan cara mencegah penularan virus demam babi afrika (ASF) jika ada ternak yang terjangkit. “Kami terus memantau dan ternyata masih aman. Nol kasus, belum ditemukan sama sekali,” kata Henny.
Selama pemantauan, kata Henny, memang ditemukan babi-babi ternak yang terkena penyakit. Namun, hasil uji laboratorium memastikan penyakit itu adalah hog cholera atau demam babi klasik, bukan ASF. Temuan itu ditindaklanjuti dengan pembatasan pemindahan babi ke peternakan lain untuk mencegah virus menyebar lebih luas.
Balai Karantina sudah membatasi masuknya produk-produk ini di bandara maupun pelabuhan. Hasilnya cukup efektif.
Menurut data Kementerian Pertanian, populasi babi di Sulut terus meningkat setiap tahun, dari 411.792 ekor pada 2016; 414.653 pada 2017; dan mencapai 418.803 ekor pada 2018. Minahasa adalah kabupaten dengan populasi babi terbesar di Sulut, yaitu 126.157 ekor pada 2017.
Dokter Hewan Dinas Pertanian Minahasa drh Lucy Kumaunang mengatakan, dinasnya juga telah memantau peternakan-peternakan babi dan tidak menemukan satu pun kasus ASF. Kasus yang ditemukan lebih banyak mengindikasikan hog cholera atau penyakit akibat bakteri.
“ASF ini ditularkan melalui babi hidup, daging babi, maupun pakan turunan dari daging babi. Balai Karantina sudah membatasi masuknya produk-produk ini di bandara maupun pelabuhan. Hasilnya cukup efektif,” katanya.
Lucy mengatakan, pemantauan akan terus dilanjutkan. Jika ditemukan kasus ASF, pihaknya akan segera mengisolasi peternakan dan membatasi arus masuk-keluar babi hidup maupun produk dagingnya.
“Selain itu, biosecurity juga akan ditingkatkan. Kami sudah sosialisasikan, pekerja di peternakan harus mengenakan pakaian dan alas kaki khusus untuk masuk di kandang babi yang terjangkit dan tidak boleh memakai pakaian yang sama di kandang lainnya. Prinsipnya adalah mencegah kuman masuk, berkembang, dan keluar,” kata Lucy.
Itu tidak bisa ditawar-tawar. Sebab, tingkat virulensi dari ASF ini bisa mencapai 100 persen kalau masuk ke wilayah tertentu.
Sementara itu, Kepala Balai Karantina Pertanian Manado Junaedi mengatakan, Sulut telah menutup pintu impor produk-produk daging dan sosis babi dari negara-negara yang terjangkit ASF, seperti Filipina dan Timor Leste. ASF telah menjadi penyakit endemis di dua negara tersebut sesuai pernyataan Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE).
“Itu tidak bisa ditawar-tawar. Sebab, tingkat virulensi dari ASF ini bisa mencapai 100 persen kalau masuk ke wilayah tertentu. Tugas kami menjaga wilayah RI dari penyakit itu,” katanya.
China juga dinyatakan sebagai negara yang terjangkit ASF. Junaedi mengatakan, sampah-sampah makanan dari pesawat yang datang dari China tidak boleh sampai keluar dari area Bandara Sam Ratulangi. Ia khawatir, sampah makanan yang mengandung babi akan digunakan peternak sebagai pakan.
“Kalau pun ada, kami sudah sosialisasikan agar sampah itu dipanaskan dulu pada suhu 80-90 derajat celsius,” kata Junaedi.
Dengan populasi sebesar 418.803 ekor pada 2018, total daging babi yang diproduksi di Sulut mencapai 25.194 ton. Artinya, Sulut menghasilkan sekitar 2.100 ton daging babi setiap bulan sepanjang 2018.
Tanpa satu pun kasus ASF, Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut Henny Kambey pun menjamin ketersediaan daging babi di Sulut menjelang Natal dan Tahun Baru 2020. Perhitungan Dinas Pertanian dan Peternakan, kebutuhan berbagai jenis daging di Sulut untuk perayaan akhir tahun mencapai 2.193 ton. Pasokan daging babi diperkirakan cukup.
Hingga kini, kabar tentang ASF tidak memengaruhi konsumsi babi di masyarakat. Michael Kaeng (40), pemilik Rumah Makan Florencia di Jalan Sam Ratulangi, Manado, menyatakan, konsumen daging babi terus berdatangan setiap hari. Daging babi pun terus dijual di pasar.
Putu Yanti (47), pemilik Rumah Makan Babi Putar Bethesda di Jalan Bethesda, Manado, mengatakan, permintaan babi putar bahkan mulai meningkat. “Seminggu selalu ada yang pesan empat sampai lima ekor. Nanti di atas tanggal 20 Desember, pesanan akan lebih banyak lagi,” katanya.
Dokter Hewan Dinas Pertanian Minhasa, drh Lucy, mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir akan pengaruh ASF pada kesehatan manusia. “ASF itu tidak menyebabkan penyakit zoonotik. Hanya babi yang bisa terjangkit,” katanya.