Pengeroyokan Siswa Menambah Daftar Kekerasan Anak di Cirebon
›
Pengeroyokan Siswa Menambah...
Iklan
Pengeroyokan Siswa Menambah Daftar Kekerasan Anak di Cirebon
Siswa kelas 7B Madrasah Tsanawiyah As-Sunnah, Kota Cirebon, Jawa Barat, berinisial KM (13) diduga dikeroyok oleh kakak kelasnya hingga terluka. Kejadian ini menambah daftar kekerasan terhadap anak di ”Kota Wali”.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Siswa kelas 7B Madrasah Tsanawiyah As-Sunnah, Kota Cirebon, Jawa Barat, berinisial KM (13) diduga dikeroyok oleh kakak kelasnya hingga terluka. Kejadian ini menambah daftar kekerasan terhadap anak di ”Kota Wali”.
Muntaha Farhan (51), ayah korban, mengatakan, kasus tersebut bermula ketika anaknya dibawa oleh sekitar 10 kakak kelasnya di sebuah ruangan sekolah, Sabtu (7/12/2019). ”Anak kami dipukuli pakai sabuk dan raket. Dia disekap dua jam,” kata Farhan setelah melaporkan kejadian itu kepada Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DSPPPA) Kota Cirebon, Senin (9/12/2019).
Anak kami dipukuli pakai sabuk dan raket. Dia disekap dua jam.
Farhan mengatakan, dari pengakuan anaknya, pemukulan itu merupakan imbas dari tindakan anaknya melaporkan kakak kelasnya yang menggunakan rokok elektrik. Akibat kejadian itu, KM dirawat intensif di Rumah Sakit Pelabuhan. Wajahnya lebam dan darah mengucur dari hidungnya. Kasus tersebut juga telah dilaporkan kepada Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cirebon Kota.
Pihaknya berharap polisi dapat mengusut tuntas kasus tersebut. ”Apalagi, mayoritas yang melakukan eksekusi merupakan pengurus OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Kami tidak niat menjatuhkan sekolah, tetapi ini bukti lemahnya monitoring sekolah terhadap siswanya,” katanya.
Ketua Yayasan As-Sunnah Said Riyana membenarkan kekerasan yang diduga dilakukan oleh delapan siswa madrasah aliyah (setingkat SMA) terhadap KM. ”Kami tetap peduli dan prihatin. Kami tidak ingin ini terjadi ke depan. Kami sudah berupaya maksimal (mengantisipasinya) dengan sistem dan person. Namun, inilah yang terjadi,” ujarnya.
Diding Sobarudin dari Humas Yayasan As-Sunnah menambahkan, kasus pengeroyokan itu terjadi di asrama dan di luar kegiatan belajar mengajar. Dia menampik keterlibatan pengurus OSIS dalam kejadian itu. Menurut dia, penyebab peristiwa itu bukan karena laporan KM terhadap seniornya yang menggunakan rokok elektrik, melainkan akibat kenakalan yang diduga dilakukan korban.
”Kenakalannya karena mengganggu saja. Kasus ini sudah masuk ranah polisi. Kami menerima dengan baik. Kalau terbukti, delapan siswa itu akan menerima surat peringatan sampai pemindahan. Ini kasus pertama,” kata Didin.
Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy melalui Kepala Satreskrim Ajun Komisaris Deny Sunjaya mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus itu. Sebanyak delapan orang telah diperiksa. ”Karena ini anak di bawah umur, kami akan melibatkan instansi lain, seperti dinsos dan bapas (balai pemasyarakatan),” katanya.
Kepala DSPPPA Kota Cirebon Iing Daiman mengatakan, pihaknya siap mendampingi korban. Kasus itu menambah daftar kekerasan terhadap anak di Kota Cirebon. ”Tahun ini ada 27 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH). Paling banyak kasus pengeroyokan, penganiayaan. Ini memprihatinkan,” ungkapnya.
Iing menuturkan, pihaknya sudah berupaya mencegah kekerasan terjadi di kalangan anak dengan program pekerja sosial go school. Tugasnya sosialisasi antiperundungan, kekerasan, dan pencegahan pelecehan seksual. Saat ini, pihaknya baru menjangkau enam sekolah dari berbagai tingkatan.
Farida Mahri, pendiri Sekolah Alam Wangsakerta, menilai, maraknya kasus kekerasan pada anak menunjukkan ada masalah dengan sistem pendidikan di sekolah. ”Mereka cuma dimarahin, diminta manut, dan disalahkan. Padahal, mereka butuh diberikan ruang dan didengarkan,”ujar Farida yang merangkul anak-anak putus sekolah di Cirebon.