Perusahaan Negara dan DKI Bentuk Badan Usaha untuk Kelola Kawasan Berorientasi Transit
›
Perusahaan Negara dan DKI...
Iklan
Perusahaan Negara dan DKI Bentuk Badan Usaha untuk Kelola Kawasan Berorientasi Transit
Pengelolaan kawasan berorientasi transit dinilai banyak kalangan berpotensi menggerakkan perekonomian. Karenanya, Badan Usaha Milik Negara dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepakat membentuk perusahaan terkait isu itu.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO / HELENA F NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - PT Kereta Api Indonesia dan PT MRT Jakarta akan membentuk perusahaan gabungan di awal tahun 2020 untuk mengelola transportasi antarmoda terintegrasi di wilayah Jabodetabek. Langkah ini diyakini dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga pengguna transportasi umum kian meningkat.
Perusahaan gabungan ini untuk sementara fokus dalam pengelolaan stasiun. Masing-masing pihak sepakat menjadikan kawasan stasiun berorientasi transit atau transit oriented development (TOD) sehingga mendorong peralihan moda transportasi masyarakat. Pengelolaan kawasan stasiun tersebut diawali di Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat.
"Harapannya, dua sampai tiga tahun ke depan, banyak masyarakat Jakarta yang semakin tertarik tinggal di sekitar daerah-daerah akses ke transportasi umum, khususnya MRT, KAI, dan yang lain. Jadi, konsepnya seperti di Jepang, di Belanda, masyarakat tuhngumpulnya justru di titik-titik transportasi umum," ujar Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo usai penandatanganan kerja sama antara PT KAI dan PT MRT Jakarta, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
Perjanjian pokok "Pembentukan Perusahaan dalam rangka Integrasi Transportasi Jabodetabek" ditandatangani Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro dan Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar mewakili Pemerintah DKI Jakarta.
Proses penandatanganan disaksikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Menteri BUMN. Kartika menyampaikan, pembentukan perusahaan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo agar pengelolaan moda transportasi Jabodetabek dapat dilakukan oleh satu otoritas. Pemerintah DKI, lanjut Kartika, akan memiliki kontrol pada struktur kepemilikan perusahaan tersebut.
Sebagai catatan, mayoritas kepemilikan saham dimiliki oleh PT MRT Jakarta sebesar 51 persen, sedangkan PT KAI sebesar 49 persen. Hingga saat ini, nama perusahaan masih belum ditentukan. "Masih punya waktu satu bulan untuk menentukan nama. Satu bulan inject (injeksi) modal. Setelah itu, langsung bikin kajian mengenai kerja sama TOD," tutur Kartika.
Anies meyakini, integrasi secara rute, pengelolaan, dan tiket ini kelak dapat meningkatkan jumlah pengguna kendaraan umum di Jakarta. Sebab, transportasi publik yang efisien paling dicari oleh masyarakat. "Ini awal di mana angkutan kereta api dengan angkutan darat yang ada di Jakarta akan terintegrasikan. Artinya, jutaan penduduk Jakarta akan bisa berpindah dari satu moda ke moda yang lain secara leluasa (dan) mudah," ucap Anies.
Saat ini pengguna kereta komuter Jabodetabek sekitar 1,2 juta orang per hari, dan pengguna kendaraan angkutan darat sekitar 980 ribu orang per hari.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar menjelaskan, perusahaan gabungan PT MRT dan PT KAI mulai beroperasi pada awal 2020. Setelah itu, setidaknya ada tiga tugas utama perusahaan, yakni penataan kawasan stasiun, studi tentang integrasi kawasan Jabodetabek, dan perencanaan pengelolaan kawasan TOD.
Hasil konkret semua itu ditargetkan muncul di kuartal III dan kuartal IV-2020. "Kerjanya mesti cepat. Jadi, proses interkoneksi antara transportasi publik khususnya yang berbasis kereta berjalan dengan aman dan nyaman," kata William.
Namun demikian, lanjut William, integrasi sistem pembayaran tidak bisa dengan cepat dilakukan. Dia berharap, integrasi sistem pembayaran dengan seluruh moda transportasi di DKI bisa mulai berjalan pada Januari 2022.
Edi Sukmoro, Direktur Utama PT KAI turut pun menyampaikan, pihaknya akan menyiapkan armada yang cukup apabila pengintegrasian ini sudah mulai berjalan. "Artinya, kalau kami siapkan armadanya lebih-lebih, mereka tidak perlu lagi membawa mobil atau motor," ucapnya.