Aung San Suu Kyi bisa menjadi salah satu tersangka kasus Rohingya. Kasus ini memasuki persidangan internasional.
Oleh
Kris Mada
·2 menit baca
NAYPYIDAW, MINGGU -- Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi akan membuat sejarah baru. Keputusannya untuk menjadi pembela Myanmar dalam persidangan kasus Rohingya di Mahkamah Internasional (ICJ) bisa mencoreng reputasinya sebagai pembela kemanusiaan.
ICJ menyidangkan gugatan terhadap Myanmar mulai Selasa (10/12/2019). Abubacarr Tambadou, mantan jaksa penuntut kasus genosida Rwanda di Mahkamah Kriminal Internasional (ICC), menjadi jaksa penuntut kasus Rohingya.
Gugatan dalam kasus itu diajukan Gambia. Hal ini merupakan upaya hukum pertama komunitas internasional soal isu Rohingya. Gambia mengatasnamakan 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk meminta fatwa perlindungan bagi Rohingya.
Menolak genosida
Sejarawan Myanmar, Thant Myint U, mengatakan, Suu Kyi yakin tak ada pembunuhan massal. Pandangan itu akan disampaikan dalam sidang ICJ di Den Haag, Belanda. ”Dia marah karena Myanmar dipandang secara tidak adil. Dia merasa tak ada yang bisa mewakili negara dengan lebih baik,” ujar Myint U.
Namun, pengajar Hukum Internasional pada Trinity College di Dublin, Mike Becker, memiliki pandangan berbeda. ”Hal yang tidak lazim dari Suu Kyi, dia merasa bertanggung jawab secara pribadi atas dakwaan kesalahan oleh Myanmar. Suu Kyi tidak diadili di ICJ,” kata Becker.
”Tak pernah terjadi dan tidak bijak. Tidak pernah ada negara mengutus politisi memimpin pembelaan di ICJ,” kata Cecily Rose, pengajar Hukum Internasional di Universitas Leiden. Meski pernah kuliah di Oxford, Suu Kyi tidak mempunyai kualifikasi sebagai pengacara. ”Dia akan kebingungan dalam persidangan,” kata Rose.
Di dalam negeri, langkah Suu Kyi didukung banyak orang. Unjuk rasa mendukung perempuan berusia 74 tahun itu digelar di sejumlah kota di Myanmar. Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai pimpinan Suu Kyi, disebut akan mendapat keuntungan politis paling besar dari langkah Suu Kyi. Kebetulan Myanmar akan menggelar pemilu pada 2020.
”NLD akan mendapat keuntungan di pemilu,” kata Khin Yi dari Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan (USDP), partai oposisi di Myanmar. Kasus Rohingya tidak hanya disidangkan di ICJ. ICC, dengan persetujuan 14 hakim internasional, memulai penyelidikan dugaan kejahatan kemanusiaan dalam kasus Rohingya sejak November 2019.
Komandan militer dan politisi Myanmar, termasuk Suu Kyi, diduga terlibat dan diselidiki. Penyelidikan itu dapat berujung pada perintah penangkapan internasional terhadap para tersangka.
Gugatan juga didaftarkan sejumlah pengacara dan penggiat hak asasi manusia di pengadilan Argentina. Gugatan itu didasarkan pada prinsip Kewenangan Hukum Universal. Prinsip itu pernah dipakai untuk penjahat perang dari Suriah, Serbia, hingga Rwanda.