Akhir Penantian Emilia Nova
Seusasi meraih medali emas SEA Games 2019, atlet lari gawang putri Emilia Nova akan fokus menuntaskan pemulihan cedera tumit. Setelah itu, dia akan berjuang memenuhi limit waktu Olimpiade Tokyo 2020, yaitu 12,88 detik.
NEW CLARK CITY, KOMPAS – Setelah gagal meraih medali lari gawang 100 meter putri di dua SEA Games sebelumnya, Emilia Nova akhirnya merengkuh medali emas pada SEA Games 2019 di Stadion Atletik, New Clark City, Filipina, Senin (9/12/2019). Emas tersebut juga menjadi lambang kerja keras Emilia yang tak pernah putus asa selama dirundung sejumlah cedera setahun ini.
”Saya senang sekali akhirnya bisa meraih medali di lari gawang SEA Games, bahkan langsung emas. Ini rasanya jauh lebih membahagiakan dibanding ketika meraih perak Asian Games 2018 lalu. Sebab, saya harus berjuang habis-habisan selama setahun ini untuk tampil di SEA Games. Itu karena cedera tumit saya terus kambuhan sejak awal tahun ini,” ujar Emilia seusai perlombaan.
Dalam final itu, Emilia finis pertama dengan waktu 13,61 detik. Perak diraih oleh pelari Vietnam Thi Yen Hoa Tran dengan waktu 13,75 detik. Perunggu direbut oleh pelari Singapura Nur Izlyn Binte Zaini dengan waktu 13,92 detik. Raihan waktu Emilia hampir sama ketika tampil di penyisihan pertama. Dalam penyisihan itu, dia menjadi yang terbaik dengan waktu 13,60 detik.
Emas itu memang sangat prestisius bagi Emilia. Sebab, dalam dua SEA Games sebelumnya, dia selalu gagal merengkuh medali. Pada SEA Games 2015 Singapura, atlet kelahiran Jakarta, 20 Agustus 1995 itu hanya finis keempat dengan waktu 13,78 detik. Di SEA Games 2017 Malaysia, ia tampil lebih buruk karena finis keenam dengan waktu 14,52 detik.
”Saya sangat menyesali kegagalan dua tahun lalu. Sebab, saya sudah tampil bagus karena duduk di peringkat pertama penyisihan dengan waktu 13,58 deitk. Tapi, saat final, saya sempat menabrak gawang di awal-awal. Akhirnya, saya cuma finis keenam dan catatan waktu saya melorot sekali menjadi 14,52 detik,” ujar atlet berusia 24 tahun itu.
Karena kegagalan itu, Emilia berusaha mati-matian agar tampil baik di Asian Games 2018. Hambatan sempat dihadapinya, antara lain mengalami cedera pangkal paha beberapa hari jelang Asian Games. Namun, ia coba mengatur ulang pikirannya agar tidak terfokus pada rasa sakit itu. Akhirnya, saat Asian Games berlangsung, dia berlomba dengan rasa sakit.
Tapi, berkat usaha keras, Emilia tetap meraih hasil positif di pesta olahraga empat tahunan negara-negara Asia tersebut, yakni meraih perak dengan waktu 13,33 detik. Itu adalah catatan waktu terbaiknya sampai saat ini. Waktu tersebut 0,15 detik dari rekornas milik Dedeh Erawati dengan waktu 13,18 detik yang dibuat pada Taiwan Terbuka 2012, 26 Mei 2012.
Dihantam cedera
Raihan itu membuat motivasi Emilia meningkat. Ia pun menatap target lolos batas waktu Olimpiade Tokyo 2020, yakni 12,88 detik. Latihan keras pun dimulai sejak awal tahun. Penampilannya pun cukup meyakinkan di awal tahun. Paling tidak, dia berhasil meraih emas dengan waktu 13,59 detik pada Malaysia Terbuka 2019, 31 Maret 2019.
Namun, pasca perlombaan itu, cedera tumit yang dirasakannya beberapa tahun sebelumnya kembali kambuh. Emilia sempat coba melawan lagi rasa sakit dari cedera itu. Namun, tubuhnya tak kuasa. Hal itu pun berpengaruh sekali pada penampilannya. Terbukit, pada Kejuaraan Asia 2019 di Doha, Qatar, 23 April 2019, dia hanya finis kelima dengan waktu 13,70 detik.
Pasca Kejuaraan Asia 2019, Emilia pun diminta menepih oleh tim medis. Praktis, dia tak pernah menyentuh lintasan lari karena lebih banyak berkutat dengan terapi di kolam renang maupun tempat angkat beban. Tanpa latihan di lintasan, kecepatan Emilia turun drastis. Terbukti, ketika harus turun di Universiade 2019 di Napoli, Italia, 10 Juli 2019, dirinya hanya finis keenam dan catatan waktunya melorot hingga 14,19 detik.
Setelah itu, tim medis kembali minta Emilia tidak lagi-lagi mencoba berlomba ketika masa penyembuhan. Ia pun tidak lagi menyentuh lintasan lari dari Juli hingga September. Pertengahan Oktober, fisiknya cukup membaik. Pelan-pelan, tim pelatih mencoba Emilia untuk berlatih lagi di lintasan dengan intensitas ringan.
Hingga sepekan sebelum SEA Games 2019 dimulai, Emilia hanya berlatih dengan kemampuan 85-90 persen. Ia hanya dibolehkan berlatih delapan gawang atau sejauh 80 meter dari total gawang pada perlombaan mencapai 10 gawang atau sejauh 100 meter. ”Kalau dipaksa lari terlalu lama, sakit tumitnya terasa lagi. Itu rasanya nyeri sekali,” tutur Emilia.
Walau tidak berlatih dengan 100 persen, Emilia tetap menatap SEA Games penuh keseriusan. Pada babak penyisihan, dia berlari dengan melupakan rasa sakit. Demikian saat final, dia berlari dengan sekuat tenaga walaupun sejatinya nyeri di tumit itu masih terasa. ”Mungkin karena adrenalin saya sangat tinggi, saya pun sangat bersemangat dalam lomba sampai melupakan rasa sakit. Pas sehabis lomba, baru deh sakit itu terasa lagi,” ujarnya.
Secara keseluruhan, Emilia puas dengan raihan emas itu walaupun catatan waktunya tidak terlalu istimewa. ”Atas apa yang saya perjuangkan selama setahun ini, saya sangat puas dengan emas ini walau catatan waktunya tidak terlalu bagus. Saya bisa berlomba saja sudah bagus karena saya masih cedera. Sampai bisa mendapatkan emas, ini adalah berkah dari Allah SWT yang sangat luar biasa,” pungkasnya.
Rio Maholtra gagal
Sayangnya, kesuksesan Emilia tidak diikuti oleh pelari gawang putra Indonesia Rio Maholtra. Dalam babak final, Rio hanya berada di posisi keempat dengan waktu 14,06 detik. Peraih emas adalah pelari Filipina Clinton Kingsley Bautista dengan waktu 13,97 detik. Perak diraih pelari Malaysia Rayzam Shah Wan Sofiah dengan waktu 13,97 detik. Perunggu direngkuh pelari Laos Anousone Xaysa dengan waktu 13,99 detik.
Sejatinya, catatan waktu Rio cukup baik. Sebab, dia nyaris mendekati rekor terbaiknya sekaligus rekornas dengan waktu 14,02 detik yang dibuat pada Asian Games lalu. Hanya saja, para pesaingnya juga tampil lebih baik lagi.
”Rio itu kalah mental. Sebab, setahun ini, dia cuma sekali berlomba internasional, yakni ketika mengikuti Olimpiade Militer 2019 di China sebulan lalu. Tapi, kelas perlombaan itu juga berbeda dengan kejuaraan umum,” kata pelatih lari gawang PB PASI Fitri ”Ongky” Haryadi.
Menyambut tahun baru 2020, Ongky menyampaikan, dirinya punya tekad Emilia bisa menembus limit waktu Olimpiade 2020 yang 12,88 detik itu. Untuk Rio, dia berharap atlet tersebut bisa berlari lebih baik lagi. Hanya saja, Ongky berharap ada dukungan penuh dari pengurus federasi. ”Untuk mencapai target itu, atlet harus mendapatkan kesempatan berlatih atau berlomba internasional lebih sering, setidaknya seperti jelang Asian Games 2018 kemarin,” tuturnya.
Emilia mengatakan, setelah SEA Games ini, dia akan fokus penyembuhan dulu. Kalau sudah 100 persen, dia ingin mengejar limit Olimpiade. Namun, untuk lolos ke Olimpiade perlu dukungan pemerintah dan federasi untuk mengikuti berbagai kejuaraan internasional
Uji coba sangat penting mengasah mental dan teknik. Itu terbukti menjelang Asian Games, di mana tim atletik mendapat kesempatan pemusatan latihan sebulan di Amerika Serikat. Selama di sana, mereka tiga kali ikut uji coba. Hasilnya, performa atlet meningkat semua. Salah satunya, dirinya bisa meraih perak dengan waktu 13,33 detik.
"Untuk ngejar limit Olimpiade, paling tidak saya berharap bisa ikut tanding internasional enam kali. Idealnya 10 kali. Supaya mental berlomba lebih kuat," ujar Emilia.
Secara keseluruhan, tim atletik Indonesia menambah dua emas, satu perak, dan satu perunggu pada hari keempat perlombaan atletik SEA Games 2019 ini. Selain Emilia, emas lebih dahulu didapat oleh Hendro Yap lewat nomor jalan cepat 20 kilometer putra. Adapun perak disumbangkan Hafiz Abdullah lewat nomor lempar lembing putra dan perunggu dari Agustina Mardika Manik lewat nomor lari 800 meter putri.
Total, tim atletik Indonesia telah mengumpulkan lima emas, tiga perak, dan satu perunggu. Mereka masih tertinggal dari Thailand di urutan pertama dengan 11 emas, delapan perak, dan 10 perunggu. Vietnam di urutan kedua dengan 10 emas, delapan perak, dan enam perunggu. Filipina di peringkat ketiga dengan sembilan emas, lima perak, dan dua perunggu.
Namun, tim atletik Indonesia telah memenuhi target meraih minimal lima emas atau sama dengan raihan pada SEA Games 2017 lalu. ”Tidak menutup kemungkinan akan lebih dari itu. Sebab, masih ada satu hari tersisa dan ada potensi emas dari atlet lari halang rintang 3.000 meter putra dan tolak peluru putri.
Renang merosot
Sementara itu, displin renang justru mengalami kegagalan di SEA Games kali ini. Pada SEA Games 2017, tim renang Indonesia mampu meraih empat emas, 11 perak, dan 10 perunggu. Di SEA Games 2019 ini, mereka hanya meraih satu emas, lima perak, dan tujuh perunggu. Mereka pun tertinggal jauh dari Singapura yang duduk di peringkat pertama dengan 18 emas, tujuh perak, dan tiga perunggu. Mereka pun tertinggal dari Vietnam di urutan kedua dengan 10 emas, lima perak, dan delapan perunggu.
Manajer tim renang Indonesia untuk SEA Games 2019 Wisnu Wardhana menyampaikan, salah satu faktor merosotnya prestasi renang Indonesia adalah keberpihakan pemerintah terhadap salah satu displin lumbung medali itu. Setidaknya, renang baru bisa melakukan pelatnas pada pertengahan tahun. Sebab, anggaran bantuan pelatnas dari Kemenpora baru turun pertengahan tahun.
Sebelum anggaran itu turun, mereka melakukan pelatnas secara mandiri. Karena keterbatasan anggaran itu pula, mereka tidak bisa mengirim terlalu sering atlet berlatih maupun berlomba di luar negeri. Pelatnas mereka lebih banyak dilakukan di dalam negeri, antara lain di Bali.
Di sisi lain, pelatnas renang tidak berkesinambungan, yakni hanya dilakukan jelang mengikuti suatu ajang saja. ”Kalau melihat Singapura dan Vietnam, pemerintahnya sangat fokus dan perhatian dengan cabang-cabang lumbung medali, seperti renang. Mereka menggalakkan olahraga itu dari sekolah-sekolah. Lalu, mereka membuat program pelatnas jangka panjang tanpa henti. Mereka pun tak segan mengirim, bahkan menyekolahkan atlet berbakatnya ke luar negeri, seperti Amerika Serikat yang merupakan kiblat renang dunia,” pungkas Wisnu.