Aktivitas vulkanik Gunung Sangeang Api di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, kini kembali turun. Status gunung api dengan ketinggian 1.949 meter di atas permukaan laut itu juga masih tetap Waspada.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
WOHA, KOMPAS – Aktivitas vulkanik Gunung Sangeang Api di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, kini kembali turun. Status gunung api dengan ketinggian 1.949 meter di atas permukaan laut itu juga masih tetap Waspada.
Petugas Pos Pengamatan Gunungapi Sangeang Api Nur Hudha, saat dihubungi dari Mataram, Selasa (12/10/2019) sore, mengatakan, seminggu sebelumnya, aktivitas Sangeang Api sempat naik. Gunung itu terletak sekitar 62 kilometer arah timur laut Raba, ibu kota Kabupaten Bima, atau 39 kilometer arah barat Pelabuhan Sape, pelabuhan penyeberangan ke Pulau Komodo.
Sejauh ini, tidak ada peningkatan aktivitas Sangeang Api.
“Gempa hariannya bisa sampai 40 kali dengan amplitudo maksimal 28-31 milimeter. Sekarang, gempanya 20 kali dengan amplitudo 3-11 milimeter,” kata Hudha.
Berdasarkan Citra Satelit Cuaca Himawari terhadap Gunung Sangeang Api, hingga pukul 07.00 WIB, juga tidak terdeteksi lagi adanya debu vulkanik seperti sebelumnya. “Sejauh ini, tidak ada peningkatan aktivitas Sangeang Api,” kata Hudha.
Menurut Hudha, embusan asap dan debu vulkanik memang setiap hari terjadi. Meski demikian, kondisi tersebut tidak berpengaruh terhadap aktivitas masyarakat. Warga tetap beraktivitas seperti biasa, termasuk bercocok tanam di kaki gunung.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, pihak pos pengamatan tetap mengimbau masyarakat dan pengunjung atau wisatawan untuk mematuhi rekomendasi yang mereka berikan. Hudha mengatakan, rekomendasi itu yakni agar tidak beraktivitas di radius 1,5 kilometer dari puncak Sangeang.
Sangeang Api memiliki dua puncak gunung api yang masih aktif, yakni Doro Api yang tingginya 1.949 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan Doro Mantoi dengan tinggi 1.795 mdpl. Status Sangeang Api sejak 8 Mei 2017 hingga sekarang adalah Waspada (level dua dari empat level).
Sangeang Api tercatat sudah 20 kali erupsi sejak tahun 1521, terakhir pada 30 Mei 2014. Erupsi pada 1953 membuat migrasi besar-besaran masyarakat yang tinggal di pulau ke Sangiang daratan. Pada 1985, erupsi kembali terjadi, dan sejak saat itu kawasan kaki Sangeang Api kosong. Masyarakat dilarang tinggal di pulau itu (Kompas, 9 April 2017).
Gunung api tersebut termasuk bagian dari wilayah Desa Sangiang selain kawasan pesisir di daratan Pulau Sumbawa. Perkampungan warga berada di daratan dan dihuni sekitar 4.000 jiwa. Sementara, Gunung Sangeang Api digunakan warga sebagai tempat bercocok tanam kacang, wijen, jewawaut, cabai, serta beternak sapi dan kerbau. Selain itu, tidak sedikit pengunjung yang datang ke Sangeang untuk berwisata.
Kepala Seksi Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB Ridho Ahyana mengatakan, mereka telah memiliki rencana kontinjensi dalam menghadapi ancaman bencana gunung api.
Di samping itu, masyarakat juga turut disiapkan. Pemerintah menyediakan jalur evakuasi dan juga prosedur meliputi tanda-tanda gunung api erupsi, kapan harus mengungsi, dan ke mana mengungsi.
Sekretaris BPBD Kabupaten Bima Indra Nurjaya mengatakan, mereka telah menyusun rencana kontinjensi Sangeang Api sejak 2015 lalu. Di samping itu, mereka juga sudah melaksanakan gladi atau simulasi bencana gunung api bagi masyarakat di Desa Sangiang.