Ketidakpastian perekonomian global masih akan berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akan digunakan untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketidakpastian perekonomian global masih akan berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akan digunakan untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi sehingga defisit anggaran akan semakin lebar.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 telah ditetapkan sebesar 1,76 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, defisit tersebut berpotensi melebar untuk menjaga stabilitas perekonomian negara.
”Target defisit APBN tahun depan telah ditentukan. Tapi, kalau perekonomian lagi kalang kabut dan dampaknya ke perekonomian Indonesia masih berat, opsi pelebaran defisit masih akan kita ambil,” ujar Suahasil di Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Defisit anggaran per 31 Oktober 2019 tercatat mencapai Rp 281,9 triliun atau 1,8 persen dari PDB. Defisit ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni mencapai Rp 229,7 triliun atau 1,56 persen dari PDB. Hingga akhir 2019, defisit anggaran dapat diperlonggar hingga maksimum 2,2 persen PDB.
Melebarnya target defisit anggaran sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang makin rendah, yaitu hanya 5,05 persen hingga akhir 2019. Pertumbuhan ekonomi yang tertekan berimbas pada kinerja penerimaan negara, terutama pajak, yang tumbuh jauh lebih rendah daripada target pemerintah.
Tepat sasaran
Selain melebarkan defisit anggaran, strategi lain untuk mengantisipasi gejolak ekonomi adalah mendorong belanja negara yang makin tepat sasaran. Mulai 2021 Kementerian Keuangan akan merancang perencanaan dan anggaran sesuai dengan program prioritas. Selama ini pemerintah masih mengalokasikan anggaran berdasarkan unit.
”Desain baru ini diharapkan akan mendukung APBN yang sehat dan kredibel serta pertumbuhan ekonomi yang terjaga,” ujarnya.
Suahasil mengakui saat ini pemerintah lebih bertumpu pada penyediaan anggaran untuk unit ketimbang program prioritas. Dia optimistis jika rencana dan anggaran lebih ditekankan kepada program prioritas, implikasi pemanfaatan anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi akan semakin besar.
”Kita akan tunjukkan kepada kementerian yang lain bahwa desain yang baru itu bisa buat anggaran negara fokus kepada program prioritas,” imbuh Suahasil.
Kementerian Keuangan akan memulai merumuskan langkah reformasi penghitungan anggaran secara bertahap. Pada tahun 2020 kementerian masih menggunakan garis dasar yang ada. Mulai 2021 perumusan akan dikonversi dalam perencanaan dan penganggaran prioritas
”APBN juga akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saat ini, misalnya untuk menggenjot penerimaan pajak mengandalkan teknologi, seperti yang digunakan oleh e-commerce (perdagangan dalam jaringan),” ujarnya.
Ekonom Senior Universitas Indonesia, Chatib Basri, meminta Kementerian Keuangan melakukan pengkajian belanja APBN agar pengelolaan uang negara optimal. Menurut dia transformasi ekonomi perlu dimulai untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan anggaran.
”Sebetulnya perlu dikaji kembali, apakah anggaran yang dibelanjakan punya dampak terhadap pertumbuhan ekonomi atau tidak,” ujarnya.
Menurut Chatib, sejumlah sektor yang perlu dilakukan kajian pengeluaran di antaranya sektor pendidikan dan dana alokasi ke daerah. Selama ini alokasi anggaran untuk dua sektor tersebut sudah besar, tetapi dampaknya tak begitu signifikan.
”Misalnya tunjangan profesi guru serta alokasi dana desa. Jangan-jangan dampaknya tidak signifikan bukan karena uangnya kurang, tetapi karena desainnya belum optimal,” kata Chatib.