Novel Baswedan Menanti Keseriusan Kabareskrim Baru
›
Novel Baswedan Menanti...
Iklan
Novel Baswedan Menanti Keseriusan Kabareskrim Baru
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, menanti keseriusan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.
Oleh
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, menanti keseriusan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. Kasus itu tidak akan pernah terungkap tanpa adanya kemauan dari Kabareskrim yang baru ditunjuk pada 6 Desember 2019 itu.
”Kabareskrim baru punya kesempatan berbuat. Kita tinggal lihat, apakah ia menggunakan kesempatan itu atau tidak. Kita tahu bahwa perkara ini hambatannya besar, terkait dengan orang kuat. Tapi, masa iya pejabat lemah semua?” kata Novel di sela-sela acara bincang-bincang antikorupsi di Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Selasa (10/12/2019).
Kita tahu bahwa perkara ini hambatannya besar, terkait dengan orang kuat. Tapi, masa iya pejabat lemah semua?
Novel mengalami teror berupa penyiraman air keras saat pulang ke rumahnya seusai shalat Subuh pada April 2017. Hampir tiga tahun berlalu, polisi belum dapat mengungkap pelaku dan dalang kasus tersebut. Pengusutan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian (sekarang Menteri Dalam Negeri) juga tidak membuahkan hasil.
Menurut Novel, setiap serangan terhadap hak asasi manusia tidak boleh disepelekan. Presiden Joko Widodo dan jajarannya tidak boleh takut mengungkap kasus yang dialami Novel. Jika menunjukkan sikap lemah, Presiden justru memilih jalan yang merugikan diri sendiri.
Novel mengharapkan publik juga mendukung Presiden agar berani memaksa aparat penegak hukum untuk obyektif dan tidak menutup-nutupi teror terhadap petugas KPK. ”Presiden tidak boleh dibiarkan lemah. Kita tidak boleh membiarkan penegak hukum untuk menutupi suatu keadilan,” ujar Novel.
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Charles Simabura, mengatakan, sulitnya pengungkapan pelaku dan dalang teror penyiraman air keras terhadap Novel mengindikasikan adanya konspirasi besar di belakang kasus itu. Hal itu sudah diduga banyak pihak sejak lama dan sekarang dugaan itu seolah terbukti.
Menurut Charles, pengungkapan kasus itu akan terus menjadi utang pemerintah. Publik akan terus menagih utang tersebut. Publik tidak akan lupa dengan kasus ini karena sudah menjadi perhatian semua pihak.
”Kalau pemerintah terus ’mengulur-ulur’ atau mencoba ’berdalih’ atau mencari ’pembenaran-pembenaran’ atas ketidakmampuan mereka untuk membongkar kasus ini, yang terjadi justru sebaliknya. Publik akan semakin tidak percaya kepada komitmen pemerintah,” kata Charles.
Terkait dengan adanya Kabareskrim dan Kapolri baru, Charles berpendapat hasilnya tidak akan jauh berbeda jika tidak ada komitmen Presiden. Kepolisian merupakan pembantu Presiden dalam upaya penegakan hukum. Keseriusan atau kemampuan Kabareskrim ataupun Kapolri mengungkap kasus ini tergantung komitmen Presiden untuk memberikan perintah yang tegas dan jelas serta keras.
”Presiden sudah sering memberikan deadline, tetapi tidak pernah terpenuhi. Presiden akhirnya juga mengamini ketidakmampuan itu dengan terus memperpanjang waktu. Terakhir bahkan tanpa batas waktu. Presiden ’terlihat lemah’ di hadapan penegak dalam mengungkap ini,” ujar Charles.
Charles berharap Presiden mampu menunjukkan posisinya sebagai kepala negara untuk bertanggung jawab dalam penegakan hukum. Pengungkapan kasus Novel bukan utang kepolisian, tetapi utang Presiden yang sudah sering berjanji.
Ditambahkannya, serangan terhadap Novel tidak hanya serangan kepada pribadi, tetapi juga serangan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Jika pelaku serangan tidak diungkap, komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi dipertanyakan.